Menjelang Pilpres AS November 2024, Kamala Harris sebagai Wakil Presiden AS menghadapi harapan besar dari publik.Â
Meskipun posisinya sebagai perempuan kulit hitam pertama dalam jabatan tersebut memberikan simbolisme yang kuat, tantangan untuk benar-benar memanfaatkan kekuasaan tersebut tetap ada.Â
Bagaimana Harris bisa mengatasi tantangan ini akan menjadi indikator penting bagi masa depan keterwakilan perempuan dalam politik AS.
Keterwakilan perempuan di politik, baik di tingkat lokal maupun internasional, menghadapi berbagai tantangan.Â
Kita telah melihat bagaimana figur-figur perempuan seperti Hillary Clinton, Angela Merkel, dan Kamala Harris menghadapi rintangan signifikan meskipun mereka berada di posisi puncak.Â
Di Indonesia, Tri Rismaharini, Megawati Soekarnoputri, dan Puan Maharani juga menunjukkan bagaimana perempuan bisa berperan penting dalam politik, tetapi tidak tanpa tantangan.
Semacam Kesimpulan
Kita tidak hanya membutuhkan lebih banyak perempuan dalam politik.Â
Kita membutuhkan lebih banyak pemimpin perempuan yang berkualitas, yang mampu memimpin dengan visi, integritas, dan kapabilitas.Â
Seperti yang dikatakan oleh Anne Phillips, "Descriptive representation is insufficient; what matters is substantive representation."
Keterwakilan perempuan dalam politik harus bermakna, bukan sekadar angka atau simbol.Â
Kita perlu memastikan bahwa perempuan yang terlibat dalam politik memiliki kapabilitas dan dukungan yang mereka butuhkan untuk memimpin dengan baik.