Apa sebenarnya maksud yang hendak beliau sampaikan?Â
Seiring dengan renungan itu, muncul sebuah kesadaran pahit: amplop telah menjadi simbol yang lebih dalam dari sekadar 'tradisi'.
Amplop bukan hanya tanda kehadiran, tetapi telah menjelma sebagai alat timbal balik yang merugikan.Â
Ingin balas budi, kita tak sadar bahwa praktik ini telah meresapi masyarakat kita dalam cara yang paling subtil.Â
Orang-orang yang tidak membawa amplop mulai dipandang dengan mata yang berbeda, bukan karena niat jahat, tetapi karena "sistem amplop" ini sudah mengakar dalam kebiasaan kita.
Di sinilah masalah bermula.Â
Kebiasaan ini, yang awalnya sederhana, lama-kelamaan berkembang menjadi pembeda antara yang punya dan yang tak punya.
Antara mereka yang membawa amplop, hadiah, atau "buah tangan", dengan mereka yang datang dengan tangan kosong.Â
Akibatnya?Â
Mereka yang lebih sering memberi, baik dalam bentuk hadiah atau uang, diperlakukan lebih baik---diurus lebih cepat, dibantu lebih dulu.Â
Sementara yang tidak memberi, tertinggal di belakang.Â