Selain itu pula kemampuan dalam pencegahan hama dan penyakit harus benar-benar diperhatikan. Jenis pohon yang dipilih mungkin sudah sesuai tujuan dan tersedia benihnya tetapi kadang-kadang sangat mudah diserang hama atau penyakit sehingga untuk ditanam dalam jumlah banyak dalam sistem monokultur sangat peka. Jenis seperti ini sebaiknya dihindari, sehingga perlu alternatif ke jenis potensial yang lain. Misalnya di Kabupaten Maros, terdapat lokasi yang cocok baik untuk tanaman jati dan mahoni. Jenis mahoni sangat rentan dengan penyakit mati pucuk sebagai akibat serangan serangga jenis Hypsiphylla. Hama ini sering mengakibatkan pohon mahoni bercabang-cabang dan atau tumbuh bengkok sehingga kualitas kayunya rendah dan kecepatan tumbuhnya agak terganggu. Berbeda dengan jenis pohon jati yang telah lama menjadi tanaman asli atau substitusi yang memiliki daya tahan terhadap hama dan penyakit cukup baik. Dengan demikian dari penapisan ini tanaman jati merupakan pilihan untuk ditanam.
4. Ketersediaan bibit
Jika ketiga aspek diatas telah dipenuhi maka satu hal lagi yang perlu dipertimbangkan adalah ketersediaan bibit dari jenis pohon yang akan ditanam. Seringkali bibit yang dinginkan ternyata tidak tersedia di sekitar lahan penanaman dan jika ada, lokasi pembibitannya sangat jauh dan membutuhkan biaya transportasi yang cukup tinggi. Bibit tertentu jika didatangkan dari tempat yang jauh, selain cukup mahal juga resiko kematian atau rusak selama perjalanan. Oleh karena itu, ketersediaan bibit tidak hanya bagaimana memperoleh bibit dari jenis pohon yang diinginkan berada pada lokasi tanam. Lebih jauh lagi adalah tentang bagaimana masyarakat atau individu mampu untuk mengembangbiakkan sendiri bibit yang diinginkan dengan tingkat kualitas yang baik.
Kemampuan masyarakat dalam melakukan pembibitan harus memperhatikan bagaimana menghasilkan bibit yang berkualitas. Bibit berkualitas memiliki ciri-ciri seperti potensi hasil tinggi, cepat tumbuh dan berbuah, tahan terhadap hama dan penyakit, tahan terhadap stres lingkungan dan sebagainya. Bibit yang baik tidak harus bersertifikat yang diperoleh dari produsen benih tetapi dapat diproduksi sendiri asalkan dengan metode yang benar. Untuk memproduksi bibit berkualitas harus diperhatikan budidaya dan pengelolaan yang sesuai dengan pedoman. Beberapa hal yang perlu diperhatikan agar pohon dapat menjadi indukan atau sumber benih antara lain pengaturan jarak tanam yang cukup, pemupukan, pengairan, perlindungan terhadap organisme pengganggu tanaman, roguing (pembuangan tanaman tipe simpang atau tanaman yang tidak dikehendaki misalnya gulma, jenis lain, kultivar lain akibat terjadinya segregasi, mutasi dan lain-lain).
Jika bibit yang akan ditanam merupakan bibit yang dibeli dari produsen atau pembibitan di tempat lain, maka sebelum membeli harus benar-benar dilakukan pengecekan terlebih dahulu. Bibit yang dijual biasanya tersimpan dalam polybag dan dalam jumlah banyak. Penting untuk dilakukan pengambilan sampel untuk mengetahui apakah bibit dalam kondisi sehat atau tidak.Â
Hal pertama yang harus dilakukan adalah memeriksa akar dalam polybag. Mungkin ini agak sedikit repot, tetapi harus dilakukan untuk mengetahui kesehatan akar dan kemampuan akar dalam memegang tanah. Selanjutnya pemeriksaaan untuk batang dan daun, apakah terdapat serangan hama dan penyakit. Batang dan daun yang baik tidak memiliki fisik yang aneh serta secara visual terlihat sehat dengan pertumbuhan normal.
Keempat pertimbangan diatas merupakan pertimbangan utama yang perlu diperhatikan apabila kita akan menanam pohon baik dalam lingkungan perumahan, pinggir jalan, pinggir sungai, kebun, lahan kososng maupun untuk kegiatan penanaman tanaman produktif dan tanaman rehabilitasi. Khusus untuk mengetahui jumlah kebutuhan bibit, maka perlu diketahui luas area atau lahan yang akan ditanam. Dengan mengetahui luas lahannya, maka jenis dan jumlah kebutuhan bibit dapat lebih direncanakan sejak dini.Â
Selanjutnya adalah mengetahui posisi areal penanaman. Apakah berlokasi di dekat dengan bangunan, pagar, tiang listrik, jalan, atau fasilitas umum lainnya. Hal yang harus diperhatikan juga adalah potensi ketinggian pohon optimal di lokasi penanaman pohon. Jika kabel listrik berada di atas area penanaman, Â harus memastikan jika pohon dewasa tidak akan menyentuhnya. Jika banyak kabel optik, maka harus diperhatikan pula jenis tanaman yang sesuai. Selain itu pula, ukuran pohon yang terlalu besar di depan rumah dapat berimplikasi pada sinar matahari yang bisa ke dalam rumah. Atau jika penanaman merupakan pengkayaan pada kebun yang sudah ada pohon besarnya dan cukup ternaungi, maka jenis pohon yang dipilih adalah pohon yang tahan naungan dan tidak berkompetsisi dengan induknya.
Pertimbangan dalam pemilihan jenis pohon diatas kiranya dapat memberikan pemahaman baik kepada para pihak dan masyarakat pada umumnya bagaimana mempertimbangkan memilih jenis pohon untuk ditanam. Sebagai contoh terakhir adalah dalam program penghijauan dan rehabilitasi lahan, biasanya jenis pohon yang dipilih adalah jenis pohon cepat dan mudah tumbuh pada lahan kritis dengan tutupan lahan terbuka. Jenis pohon cepat tumbuh mampu menstabilkan dan memperbaiki kondisi tanah.Â
Selain itu pula, untuk pemberdayaan masyarakat di daerah perdesaan, jenis pohon yang cocok adalah pohon cepat tumbuh dengan daur yang pendek dan cepat laku di pasaran. Untuk kedua tujuan tersebut, maka jenis pohon seperti Albizia falcataria menjadi pilihan terbaik untuk dikembangkan. Sebagai simpulan adalah bahwa dalam memilih jenis pohon yang akan ditanam harus mempertimbangkan beberapa aspek sebagaimana disebutkan diatas agar pertumbuhan pohon dapat optimal. Pohon yang tumbuh dengan baik memiliki masa pertumbuhan yang lebih cepat, adaptif terhadap lingkungan, dan tidak terserang hama penyakit dan mampu memberikan hasil sesuai yang diharapkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H