Meski dianggap sepele, hari libur atau rehat sangat penting bagi kondisi manusia, terlebih kaum yang memburuh. Berdasarkan beberapa penelitian, berlibur memiliki dampak yang sangat positif bagi manusia, mulai dari mencerdaskan otak, mencegah penyakit jantung, hingga mencegah tindak bunuh diri.
Maka, berlibur, atau vakansi, atau melancong, apapun istilahnya, sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
Selain itu, seperti telah disebutkan, janji calon presiden untuk menggandakan hari libur dapat menggalang suara untuk kemenangannya pada kontestasi Pemilu? Tidak percaya?
Begini, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), pekerja di Indonesia pada Agustus 2018 berjumlah sebanyak 131,01 juta orang. Merujuk data tersebut dan keyakinan bahwa semua orang mencintai libur, logikanya akan ada lebih dari 130 juta suara yang akan memilih calon presiden yang berjanji akan menambah hari libur. Siapa pula yang tidak tergiur dengan janji seindah itu?
Ketimbang terbuai dengan janji-janji setop itu-ini, anti itu-ini, atau harga itu-ini turun yang sudah usang dan akhirnya dilupakan, janji menambah hari libur justru paling ampuh dan mudah dilaksanakan.
Masa, setiap menjelang Pemilu selalu ada janji memperluas lapangan pekerjaan tapi tidak sepaket dengan hari liburnya? Itu kan sama saja dengan menjerumuskan. Karena rakyat tidak sekadar butuh pekerjaan, melainkan juga hari liburnya.
Meski begitu, upaya menambah hari libur tentu akan mendapat tentangan dari para kaum kapitalis yang doyan memeras keringat para proletar. Dengan banyaknya hari libur, artinya roda-roda gigi industri mereka akan rehat juga. Produksi dan penghasilan akan turun drastis, dan itu merupakan mimpi buruk bagi mereka.
Tapi itu tak jadi soal. Bukankah kedua pasangan calon presiden dan wakilnya itu selalu menggaungkan kebijakan dan mendaku diri sebagai paling pro-rakyat kecil?
Bogor, 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H