![Gambar 1.7](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/12/05/img-2506-jpg-58450c5a8efdfdf9040a9624.jpg?t=o&v=555)
![Gambar 1.8](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/12/05/img-2490-jpg-58450cac5eafbd86047add4b.jpg?t=o&v=555)
Ketika melihat tembok di SMP ini, saya teringat akan salah satu Cerpen Eka Kurniawan yang berjudul Corat-Coret di Toilet. Fungsi toilet bukan sekadar tempat berak atau kencing belaka. Toilet telah menjadi media bagi sesiapapun untuk menumpahkan perasaannya, menyampaikan pesannya, menorehkan harapannya, mengeluarkan umpatannya, dan sebagainya.
Kalian boleh tertawa melihat corat-coret anak-anak SMP di Tembok Ratapan. Menggelikan, memang. Terkesan kampungan, iya. Namun sebenarnya, kalian (kita) sama saja. Hanya medianya yang berbeda. Jika mereka mempercayakan aspirasinya pada dinding toilet, kita mempercayakannya pada dinding sosial media. Meskipun menurut saya, anak-anak SMP ini terlihat lebih beradab. Mereka tidak menjadikan kata-katanya sebagai penebar kebencian dan kebohongan yang dapat memecah belah, seperti yang kita lakukan di dinding sosial media. Mereka hanya belum paham arti vandalisme. Itu saja.
Satu kata:
![Gambar 1.9](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/12/05/img-2504-jpg-58450ceb3cafbd5507e75da5.jpg?t=o&v=555)
Bandung, 05 Desember 2016
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI