Seorang teman, Sudarmono namanya, pernah mengunggah sebuah foto yang sangat memprihatinkan. Teman ini usai bersalaman dengan sahibul hajat kemudian memilih jalan belakang saat kondangan.Â
Soalnya mau pakai rute reguler, tetamu ramai. Cara pintas lewat belakang yang nanti bertemu dengan dapur lokasi acara.
Saat keluar dari jalan belakang, bersoboklah teman ini dengan dapur gedung tempat acara hajatan itu. Teman tadi kaget.Â
Sebab, saat ia keluar gedung, pemandangan di dapur itu sungguh menyayat hati. Ratusan piring terserak di situ.Â
Penyebabnya bukan soal itu. Tapi nasi dan lauk pauk di ratusan piring itu yang bikin hati teriris.
Alangkah banyak di antara tamu yang tak menghabiskan lauk dan nasinya. Ada yang sisanya banyak.Â
Ada juga yang mungkin separuh. Hanya sedikit piring yang bersih tandas dari makanan.
Kawan ini kemudian memotret itu dan mengunggahnya di media sosial. Saya meminjamnya untuk melengkapi tulisan ini. Kepadanya saya sudah beroleh izin.
Ia ingin mengetuk kesadaran bahwa menghabiskan makanan itu sungguh elok apalagi saat hajatan. Ia terkesima oleh banyaknya butiran nasi dan lauk pauk yang tersisa dan terbuang.
Soal nasi ini, saya ada catatan menarik. Mungkin pembaca bisa mencari kata kunci Surono Danu di YouTube.Â
Salah satunya bisa dari sini.
Dia bisa disebut pakar tanaman padi. Di tangan Surono Danu banyak bibit padi yang dihasilkan dan didistribusikan untuk petani seantero Nusantara. Tawaran dari perusahaan besar untuk bibit tanaman padi itu ia tolak mentah-mentah.
Yang menarik soal tema tulisan saya ini, Surono menyikapi betapa anak zaman sekarang jika makan di kafe, selalu menyisakan makanan. Ia punya ilustrasi menarik.
Jika satu orang menyisakan satu butir nasi di piring, dan saat diakumulasikan, hasilnya fantastis. Dalam pengamsalan Surono Danu, 1 gram beras itu kurang lebih 50 butir. Satu kilogram sama dengan 50 ribu butir beras.
Jika manusia Indonesia menyisakan saja satu butir saja sekali dalam sehari, maka sama dengan 4 ton terbuang sehari. Jika satu bulan maka menjadi 240 ton.
Bayangkan jika dalam hari Ahad ada ribuan hajatan dan masing-masing tamu menyisakan lebih dari sebutir nasi, mungkin hitungan dalam sehari itu sama dengan satu bulan. Kalau itu yang terjadi, 240 ton beras tersia-sia dalam sehari, sungguh kemubaziran.
Sementara itu, kita semua tahu, masih banyak masyarakat kita yang sulit mengakses beras dan lauk pauk ini. Apalag jika dikaitkan dengan konsumsi daging, telur, dan lauk lainnya.
Dalam konteks khusus acara hajatan atau kondangan ini, penulis menilai penting untuk memberikan edukasi yang tegas. Misalnya saja di acara itu, pembawa acara memberikan narasi agar tamu mengambil hidangan dan dihabiskan. Sebab, menghabiskan nasi yang diambil serta lauk pauknya adalah bentuk penghormatan terhadap tuan rumah.
Bisa juga edukasi itu diberikan kala sambutan atau doa. Umumnya acara di Indonesia, ada sesi doa. Silakan disampaikan kepada tuan rumah pesan itu agar si pendoa memberikan narasi soal menghindari kemubaziran.
Tidak menghabiskan makanan saat kondangan, saya nilai jangan dijadikan budaya. Seolah-olah memang sudah tren kalau kondangan mesti ada sisanya di piring. Itu pandangan yang keliru.
Yang harus diedukasi kepada semua tamu adalah wajib menghabiskan makanan yang diambil.
Tips lain juga bisa dengan memasang tulisan yang cantik di dekat meja makan. Misalnya, "silakan ambil secukupnya dan habiskan". Bisa juga "jangan menyisakan nasi dan lauk di piring". Bisa juga dengan imbauan yang lain.
Ini penting karena jumlah massa yang hadir itu bisa sampai ratusan bahkan ribuan. Bayangkan ada ribuan piring dengan nasi yang banyak dan lauk yang hanya dimakan separuh.Â
Alangkah mirisnya kita. Di saat ada saudara kita yang sulit makan, di hajatan malah makanan dihambur-hamburkan penuh kemubaziran.
Tuan rumah tentu senang makanan yang ia sajikan ludes sesuai dengan jumlah tamu yang datang. Namun, ia bakal terperangah juga saat tahu di bagian belakang gedung, sampah makanan menumpuk.
Lantas, apa kaiatan ini dalam konteks menjaga lingkungan dari limbah domestik? Tentu saja berkaitan sangat erat.
Begini ilustrasinya. Di kota saya, Bandar Lampung, dalam sehari, tempat pembuangan akhir (TPA) Bakung di Kecamatan Telukbetung Barat, menerima minimal seribu ton sampah.Â
Pola mekanisme pengelolaan sampah di sini masih open dumping. Sampah yang masuk hanya ditempatkan secara terbuka begitu saja.
Pemisahan organik dan anorganik sedari rumah tangga belum begitu marak. Jadi, semua sampah menyatu. Campur baur.Â
Termasuk sampah makanan dari tempat hajatan atau kondangan. Karena open dumping, sampah lama kemudian bercampur dengan yang baru. Demikian saban hari.
Karena sampah ini punya energi, ia membahayakan jika tersulut sedikit saja api. Kejadian ini bukannya tidak pernah terjadi. Ini betulan sungguh terjadi.Â
Bahkan, Oktober tahun lalu, kebakaran di TPA Bakung ini luar biasa dampaknya. Hampir seminggu asap bakaran dari tempat sampah akbar ini membubung dan masuk ke tengah kota.
Asap ini jelas mengganggu kesehatan. Juga mengganggu jarak pandang pengendara.
Semakin banyak sampah makanan yang masuk, pemicu gas untuk menghasilkan energi jelas semakin besar. Maka, tak heran, kalau kebakaran di lokasi tempat penampungan sampah ini rentan terjadi.
Silakan dibaca beritanya dari sumber ini.
Bayangkan jika setiap Sabtu dan Ahad, hari favorit orang hajatan, sampah makanan yang dihasilkan lebih dari seribu ton. Berapa juta butir nasi yang masuk ke lokasi sampah ini.Â
Berapa ton sampah dari daging ayam, daging sapi rendang, sayuran dalam sop, dan sisa buah dalam minuman yang masuk tempat sampah.
Itu semua pasti berdampak pada semakin berbahayanya tempat sampah dari ancaman kebakaran. Ditambah lagi, edukasi untuk mengolah sampah sejak dari rumah belum bisa dipraktikkan secara masif. Termasuk juga belum ada pemisahan yang ketat antara sampah organik dan nonorganik.
Dari sini tentu penting upaya untuk mengedukasi tamu dan undangan saat hajatan. Tidak hanya kondangan dalam skala besar di gedung dengan massa sampai ribuan.
Kala ada hajatan di skop rumah dan hanya dihadiri belasan atau puluhan orang, pesan untuk menghabiskan makanan ini selalu relevan didengung-dengungkan.Â
Tuan rumah tidak boleh malu untuk meminta tamu menghabiskan makanan yang ia ambil. Jangan menyisakan sebutir nasi pun.Â
Jangan sisakan sepotong sayur pun. Berikan edukasi bahwa mubazir itu tidak baik dan jauh dari rahmat Allah swt.
Jika diringkas untuk edukasi kepada tamu dalam hajatan ini, ada beberapa tips. Saya ringkas dari uraian di atas sebelumnya.
Pertama, pembawa acara sampaikan saat sesi makan. Bahwa tamu dipersilakan mengambil makanan. Pembawa acara sampaikan bahwa dimohon kepada tamu untuk menghabiskan makanan yang diambil dan menjauhi kemubaziran
Kedua, penceramah dalam hajatan bisa menarasikan ajakan untuk menghabiskan makanan itu dalam tausyahnya. Sampaikan bahwa wajib menghabiskan makanan yang diambil. Sampaikan juga bahwa kemubaziran itu jauh dari keberkahan dan keridaan Allah swt
Ketiga, pasang tulisan cantik di dekat meja makan. Tulis dengan jelas dan ringkas bahwa habiskan makanan dan jauhi kemubaziran.
Keempat, pengelola siapkan satu lubang besar khusus untuk makanan sisa. Sehingga sisa makanan tidak langsung masuk ke tempat pembuangan akhir sampah di kota. Tanam dalam-dalam untuk menjadi penyubur tanah.
Semoga ikhtiar mengedukasi tamu agar menghabiskan makanan dalam acara hajatan ini menjadi tren baru. Ini berguna untuk kebaikan dan keberkahan semua. Termasuk menjaga lingkungan kita dari sampah domestik.
Jika semua pihak komitmen dengan ini, kita bisa mengurangi sisa sampah domestik setiap kali acara kendurian digelar. Itu sama saja memperkecil volume sampah yang masuk ke tempat pembuangan akhir di kota kita masing-masing.
Oh iya, saya dan istri saban hadir di kondangan, selalu ambil nasi sedikit. Demikian juga dengan lauk.Â
Sebab, makan di acara kondangan itu kadang hasrat mau lahapnya tidak seperti di acara yang lebih santai.
Karena tahu situasi dan kondisi tidak begitu merangsang nafsu makan, kami selalu ambil sedikit.Â
Saling mengingatkan. Jika habis kondangan malah lapar betulan, kami tinggal mencari rumah makan dan melahap habis hidangan itu. Semoga bermanfaat. []
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H