Mohon tunggu...
Adian Saputra
Adian Saputra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Menyukai tema jurnalisme, bahasa, sosial-budaya, sepak bola, dan lainnya. Saban hari mengurus wartalampung.id. Pembicara dan dosen jurnalisme di Prodi Pendidikan Bahasa Prancis FKIP Unila. Menulis enggak mesti jadi jurnalis. Itu keunggulan komparatif di bidang kerja yang kamu tekuni sekarang."

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Etiskah Presiden Berkampanye?

25 Januari 2024   11:28 Diperbarui: 25 Januari 2024   11:36 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Presiden Jokowi menegaskan setiap orang punya hak yang dijamin konstitusi. Dalam konteks pilpres dan pemilu presiden, kata Jokowi, juga boleh berkampanye asal tidak menggunakan fasilitas negara.

Pertanyaan kita, dalam konteks sekarang, apakah etis seorang presiden berkampanye untuk salah satu pasangan calon presiden? Merujuk pemilu presiden sekarang, sudah tentu Presiden Jokowi akan mengampanyekan pasangan calon nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Gibran adalah putra sulung Jokowi.

Memang benar semua orang punya hak yang sama dalam demokrasi. Termasuk untuk dipilih atau memilih. Demikian juga dalam hal kampanye yang pasti diatur dalam regulasi.

Sudah benar bahwa ketika presiden berkampanye, pasti tidak menggunakan fasilitas negara. Namun, apakah kita hakulyakin meyakini ketika presiden berkampanye, ia sama sekali terbebas dari fasilitas negara?

Atribut presiden pasti melekat pada diri seseorang yang tengah menjabat. Wajar jika publik kemudian mempertanyakan kesanggupan negara untuk mensterilkan fasilitasnya kepada presiden yang tengah berkampanye.

Yang juga menarik sebetulnya, dalam konteks sekarang ini, apakah etis seorang presiden berkampanye untuk salah satu pasangan calon?

Soal etis atau tidak Presiden Jokowi berkampanye sebetulnya tidak relevan lagi. Sebab, semua juga tahu ia berada di garda terdepan untuk pilpres kali ini. 

Etis dalam kamus bahasa kita bermakna berhubungan (sesuai) dengan etika; sesuai dengan asas perilaku yang disepakati secara umum.

Tersebab anak kandungnya berpasangan dengan Prabowo, hakulyakin Presiden akan berusaha keras mewujudkannya.

Alasan paling mungkin diterima adalah pasangan ini adalah harapan untuk meneruskan pembangunan. Dengan demikian, ada keberlanjutan.

Karena darah daging Jokowi ada di pasangan nomor urut 2, kampanye atau tidak sebetulnya dalam konteks resmi, sudah tidak begitu penting. Siapa pun pasti beropini, presiden akan mengerahkan ikhtiarnya akan pasangan ini menang.

Maka itu, sejak awal, target awal paslon nomor urut 2 ini adalah menang satu putaran. Walhasil, suara yang mesti diraup mesti 50 persen lebih.

Namun, hampir semua hasil survei menunjukkan, elektabilitas Prabowo-Gibran belum menyentuh angka itu. harapan Jokowi tentu saja efek kepuasan publik terhadap dirinya bisa dikonversi ke pasangan ini.

Dengan menggerakkan mesin politik yang notabene ada di kementerian, rasanya tak penting lagi menilai seberapa urgen Jokowi kampanye untuk pasangan ini.

Kalau yang dimaksud adalah kampanye resmi, mengumpulkan ribuan orang kemudian Jokowi kampanye, itu benar hak politiknya. Soal bahwa nanti ada klaim tidak menggunakan fasilitas negara, juga bisa saja disorongkan.

Akan tetapi, semua juga memahami, sejak awal Gibran dipasang sebagai cawapres sudah menimbulkan perbincangan publik. Gara-garanya adalah putusan MK yang akhirnya memberikan jalan buat Gibran maju.

Ujungnya, bekas Ketua MK yang juga paman Gibran, Anwar Usman, dinilai melanggar dari sisi etik.

Dari sini saja sebetulnya, Presiden Jokowi lebih bisa menahan diri untuk secara kasatmata mendukung penuh anaknya. Sebab, kecenderungan suara publik masih bertahan bahwa itu melanggar etika dan cacat.

Peran yang bisa dimainkan Presiden Jokowi tentu saja dari belakang layar. Sebagai sutradara yang menentukan jalannya film politik ini.   

Jika presiden secara resmi berkampanye, justru makin menegaskan resistensi publik dengan Prabowo-Gibran.

Ruang untuk presiden berkampanye masih luas dan lekat dengan aktivitasnya sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Jalani saja itu dengan baik. Publik juga mahfum kalau presiden sedang ada hajat menjadikan putra sulung menjadi wakil presiden.

Jadi, rasanya tidak etis saja dari sudut pandang publik jika presiden memilih berkampanye. Dengan jabatan presiden yang disandang, itu sudah lebih daripada cukup untuk mengampanyekan paslon nomor urut 2 ini. 

Akan tetapi, jika Presiden berkeras untuk tetap kampanye, silakan saja. Itu hak dia sebagai warga negara. Tapi publik juga dipersilakan memberikan komentar dan kritik terhadap hal itu. []

Foto pinjam dari sini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun