Maka itu, sejak awal, target awal paslon nomor urut 2 ini adalah menang satu putaran. Walhasil, suara yang mesti diraup mesti 50 persen lebih.
Namun, hampir semua hasil survei menunjukkan, elektabilitas Prabowo-Gibran belum menyentuh angka itu. harapan Jokowi tentu saja efek kepuasan publik terhadap dirinya bisa dikonversi ke pasangan ini.
Dengan menggerakkan mesin politik yang notabene ada di kementerian, rasanya tak penting lagi menilai seberapa urgen Jokowi kampanye untuk pasangan ini.
Kalau yang dimaksud adalah kampanye resmi, mengumpulkan ribuan orang kemudian Jokowi kampanye, itu benar hak politiknya. Soal bahwa nanti ada klaim tidak menggunakan fasilitas negara, juga bisa saja disorongkan.
Akan tetapi, semua juga memahami, sejak awal Gibran dipasang sebagai cawapres sudah menimbulkan perbincangan publik. Gara-garanya adalah putusan MK yang akhirnya memberikan jalan buat Gibran maju.
Ujungnya, bekas Ketua MK yang juga paman Gibran, Anwar Usman, dinilai melanggar dari sisi etik.
Dari sini saja sebetulnya, Presiden Jokowi lebih bisa menahan diri untuk secara kasatmata mendukung penuh anaknya. Sebab, kecenderungan suara publik masih bertahan bahwa itu melanggar etika dan cacat.
Peran yang bisa dimainkan Presiden Jokowi tentu saja dari belakang layar. Sebagai sutradara yang menentukan jalannya film politik ini. Â Â
Jika presiden secara resmi berkampanye, justru makin menegaskan resistensi publik dengan Prabowo-Gibran.
Ruang untuk presiden berkampanye masih luas dan lekat dengan aktivitasnya sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Jalani saja itu dengan baik. Publik juga mahfum kalau presiden sedang ada hajat menjadikan putra sulung menjadi wakil presiden.
Jadi, rasanya tidak etis saja dari sudut pandang publik jika presiden memilih berkampanye. Dengan jabatan presiden yang disandang, itu sudah lebih daripada cukup untuk mengampanyekan paslon nomor urut 2 ini.Â