Semua penonton debat ketiga capres beberapa malam lalu pasti kasatmata melihat Prabowo Subianto sebagai pribadi yang "terzalimi". Bagaimana tidak, Anies Baswedan menohoknya dengan pertanyaan seputar kinerja Prabowo sebagai menteri pertahanan dan kepemilikan tiga ratusan ribu hektar lahan.
Wajah Prabowo seperti menahan kesedihan. Walaupun begitu, tetap saja ciri khas Prabowo, ada kalanya ia pasang mimik seperti nyinyir kepada lawan bicara. Belum lagi aksi semacam tolak pinggang kala Anies berbicara.
Usai debat, lini masa media sosial ramai. Seperti ada kesepakatan untuk mendefinisikan Prabowo sebagai sad boy. Wajahnya yang memelas bikin orang kasihan. Dalam percaturan politik, ini bagus. Ada peluang menambah simpati publik.
Beberapa teman saya yang kebetulan caleg dari partai pengusung, pasang meme itu di media sosial mereka. Semua sepakat menempatkan Prabowo sebagai orang yang malam debat ketiga capres menjadi pihak yang terzalimi.
Betapa terenyuh orang melihat mimik memelas Prabowo kala kinerja dan hartanya dipertanyakan lawan debat. Saking tak kuasa tahan emosi, Prabowo bahkan menukas bicara Anies kala Anies giliran bicara. Itu sampai diperingatkan moderator debat.
Satu-dua hari identifikasi Prabowo sebagai pihak yang "terzalimi" dalam malam debat ketiga capres itu menguat. Eh, selang beberapa hari, sudah berubah.
Kala bertemu massa pendukung, lontaran makian Prabowo tersebar luas di media sosial. Kalau Rocky Gerung suka menggunakan diksi "dungu", Prabowo lebih menohok lagi dengan g*bl*k.Â
Miris, bukan? Keluar dari mulut seorang capres, pensiunan letnan jenderal, bekas Danjen Kopassus, dan ketua umum Partai Gerindra.
Awal mula kampanye, publik Indonesia, wabilkhusus pendukung Prabowo, sudah disenangkan dengan tingkahnya yang lucu dan menggemaskan. Gemoy kata anak zaman sekarang.Â
Jogetan Prabowo bahkan viral. Pendukungnya sampai bikin joget khusus yang gerakan dasarnya diambil dengan gerakan khas Prabowo kala ia berjoget.
Saya sih hakulyakin semua pendukung senang dan gembira. Ajakan bahwa pemilu dan pilpres mesti riang gembira ketemu titiknya di situ. Soal ada yang menyindir, itu soal lain.Â
Toh itu hanya luapan kesenangan dan kebahagiaan saja. Pas sekali untuk menggambarkan pilpres dilakukan dengan riang gembira.
Personifikasi gemoy Prabowo kemudian agak berubah kala mimik memelasnya mendominasi laman media sosial usai debat ketiga capres. Sontak, sebutan sad boy jadi marak di laman media sosial.Â
Kesan ini dari sisi kampanye politik lumayan bagus. Syaratnya, bisa dimaksimalkan si empunya hajat dan tim suksesnya.Â
Dengan kesan bahwa sedang dizalimi, Prabowo pas sekali dengan air muka sedih itu. Semua pendukungnya merasa jagoan mereka tak layak diperlakukan demikian kala debat.
Semua pendukung nyaris sama berpendapat, bosnya itu bisa saja melakukan serangan balik. Namun, dengan alasan kenegarawanan dan kematangan sebagai pemimpin, Prabowo bergeming. Oh iya, bergeming ini dalam kamus besar bahasa kita maknanya diam saja, ya.
Sehari-dua harian sad boy ini direspons baik di media sosial. Meski ada yang bertanya kenapa dari gemoy kemudian ke sad boy, dalam konteks politik ini masih positif.
Sama kayak Susilo Bambang Yudhoyono menempatkan diri sebagai orang terzalimi usai dipecat Presiden Megawati. Kala itu bintangnya memang bersinar dan menang dalam Pilpres 2004 dan 2009. Yudhoyono lebih tenang, pintar, matang, dan pandai memanfaatkan dukungan publik dan media massa.
Alih-alih mempertahankan sad boy dalam durasi lama, Prabowo kembali ke kesan awal dahulu-dahulu, yakni emosional. Dalam satu kesempatan dengan ribuan pendukung, ia malah melontarkan kata g*bl*ok. Kata anak zaman sekarang, Prabowo kembali ke "setelan pabrik".
Ini sama seperti pilpres 2019 kala ia beberapa kali terlihat emosional. Termasuk memukul podium kala berbicara. Publik tentu saja tertohok melihat capres demikian.
Mengutip Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam sebuah kesempatan, mereka yang emosional pasti tidak bisa mengambil keputusan dengan baik. Maka itu, kematangan pemimpin, salah satunya tercermin dari perilaku, emosi, dan ketenangan jiwanya.Â
Kalau dibilang latar belakang tentara, Yudhoyono yang tentara pun tak demikian. Bahkan, ia jenderal cerdas dan 10 tahun jadi presiden Indonesia dengan suasana yang aman dan damai meski sarat kena kritik juga.
Ada baiknya konsultan politik, tim sukses, dan tim yang membantu Prabowo menyusun lagi penampilan publik capres nomor urut 2 itu. Lebih dikendalikan emosinya. Dipaskan emosi dengan usia yang mestinya makin matang dan bijaksana.Â
Dikuatkan pada esensi visi dan misi. Diatur supaya tidak mudah terpancing emosi dengan argumentasi yang barangkali dinilai menyerang personal. Semoga ke depan lebih baik. [Adian Saputra]
Foto pinjam dari sini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H