Mohon tunggu...
Adian Saputra
Adian Saputra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Menyukai tema jurnalisme, bahasa, sosial-budaya, sepak bola, dan lainnya. Saban hari mengurus wartalampung.id. Pembicara dan dosen jurnalisme di Prodi Pendidikan Bahasa Prancis FKIP Unila. Menulis enggak mesti jadi jurnalis. Itu keunggulan komparatif di bidang kerja yang kamu tekuni sekarang."

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Caleg, Antara Kapasitas dan Isi Tas

2 Juli 2023   07:55 Diperbarui: 3 Juli 2023   18:45 761
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: kotak suara pemilu. (Foto: Kompas/Mahdi Muhammad)

Menjadi caleg untuk pemilu 2024 memang membutuhkan banyak persiapan. Saya sudah menulis hal menarik ini pada artikel sebelumnya. Mau Nyaleg? Ini Tips Punya Investasi Sosial di Masyarakat.

Akan tetapi, kali ini saya hendak mendedahkan dua hal yang banyak dijadikan perbincangan publik. Orang bilang kalau hendak jadi caleg mesti punya dua hal utama. 

Pertama itu kapasitas dalam artian kemampuan diri. Yang kedua adalah isi tas. Ini merujuk pada seberapa besar kemampuan keuangan seorang caleg.

Kapasitas caleg memang sangat dibutuhkan. Andaikata mereka menjadi anggota dewan, jika punya kapasitas, tentu tidak akan memalukan. Tentu ini dalam arti kinerja di gedung dewan ya. Soal moralitas itu beda lagi.

Kapasitas ini lebih menggambarkan sosok legislator yang dibutuhkan masyarakat. Ia mesti paham apa saja tugas pokok dan fungsi seorang anggota dewan. 

Apa saja hak-hak yang melakat padanya. Ada berapa komisi dan punya tugas apa saja di tiap komisi. Kemudian soal persidangan dan lainnya.

Kapasitas ini juga akan menunjukkan seberapa serius seorang legislator dalam mewakili rakyat di daerah pemilihannya. 

Kapasitas ini juga tergambar dalam kemampuannya berbicara di depan publik. Termasuk juga kala menyampaikan pandangan atau gagasan kelak mewakili fraksi.

Soalnya, banyak juga anggota dewan yang saat bertugas tidak bisa apa-apa. Ngomongnya berantakan. Isi kepala juga zonk. Secara sikap juga tak patut jadi teladan. Caleg atau anggota dewan semacam ini tentu tak layak jadi pilihan.

Akan tetapi, perihal kedua soal isi tas juga ikut menentukan. Ada caleg yang tak punya rekam jejak sosial yang tinggi tapi bisa terpilih. Tentu biasanya biaya yang ia keluarkan bisa dua sampai tiga kali lipat orang lain. Musababnya, ia hanya menggantungkan diri pada isi tas.

Isi tas ini boleh jadi tabungan yang dikeruk, pinjaman dari cukong, atau malah hasil menggadai rumah atau tanah.

Isi tas memang penting. Kalau tak ada uang ya bagaimana mau maju jadi caleg. Memang bukan untuk nawaitu beli suara dengan politik uang. Namun, isi tas penting untuk biaya operasional.

Mau bikin kaus, mug, kartu nama, baliho, dan alat peraga lain butuh duit. Mengumpulkan orang mesti punya duit untuk beli minum, kudapan, dan makan berat.

Jadi caleg juga mesti siap isi tas lumayan untuk operasional kesana kemari. Belum lagi undangan hajatan bakal banyak menghampiri. Semua mesti didatangi, apalagi yang jelas-jelas ada di daerah pemilihan (dapil).

Di Bandar Lampung ada anggota dewan terang-terangan ngomong habis Rp1 miliar untuk jadi. Entah yang lain. 

Tapi kawan saya yang tiga periode jadi anggota dewan tingkat kota, tak menghabiskan sebanyak itu. Paling banter seratusan juta rupiah. Itu pun banyak tertolong dari posisi dia yang petahana alias incumbent.

Ada juga caleg yang tegak lurus dalam melihat sesuatu. Ia sama sekali tidak mau main uang. Dalam arti, memberi sekadar transpor saja tidak mau. Cukup menyediakan minum dan kudapan serta cenderamata semacam kaus atau mug.

Di masyarakat, memang rumit kalau mau undang hadir acara perkenalan caleg kalau tak pulang tangan kosong. Warga sih enggak begitu juga ngarep dapat yang transpor. 

Namun, sebagai tuan rumah yang baik, alangkah baik jika pelayanan kepada tetamu yang notabene calon pemilih diperhatikan dengan saksama. Terutama dalam hal makan, minum, cenderamata, dan ganti transpor.

Pernah ada warga ngedumel usai datang perkenalan seorang caleg. Musababnya, di lokasi ia mendengar banyak cakap, tapi minim pelayanan. 

Paling banter dikasih minum sama kue. Makan siang tak dapat, apatah lagi duit pengganti transpor ke lokasi.

Kadang ada caleg yang sudah ditandai oleh warga sekitar sebagai orang yang pelit. Masyarakat malas datang untuk dengar janji-janji tak jelasnya. Kecuali dari awal diundang sudah dapat sangu untuk hadir.

Simpulan

Untuk jadi caleg dan bisa terpilih memang tak sebatas punya kapasitas saja. isi tas juga mendukung. 

Ide di kepala penting ada. Cara pengucapan juga wajib meyakinkan dan memesona. Akan tetapi, itu semua mesti ditunjang dengan kemampuan keuangan memadai.

Kalau punya kapasitas tapi nol modal, ya jangan coba-coba deh. Jangan pernah gadaikan rumah atau jual kendaraan untuk sesuatu yang jauh dari bayang-bayang. Apalagi kita tak punya modal sosial yang tinggi di masyarakat. Ketimbang kena goreng nantinya, diurungkan saja.

Tak mesti semua jadi anggota dewan untuk membangun daerah atau bangsa ini. Masih banyak cara yang bisa dilakukan sebagai bentuk kontribusi kita kepada negeri ini.

Buat caleg yang serius menuju 14 Februari 2024, selamat menjalani keseharian bersama masyarakat. Kami harap Anda punya kapasitas dan cukup isi tas. Tabik. [Adian Saputra]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun