Misalnya hanya sekadar ketemu dan wawancara, tidak bisa dengan Pu'un. Cukup diwakili saja.
Meski demikian, bergaul, ngobrol dan menyelami alam pikiran suku Baduy Dalam juga healing tersendiri. Kita akan melihat mereka yang supersederhana.Â
Kalau dalam bahasa Islamnya, qanaah, artinya menerima ikhlas pemberian Tuhan. Jadinya tidak neko-neko.Â
Apa yang ada di alam itulah yang dimanfaatkan. Mereka pun tak menebang hutan. Hanya pakai yang jatuh dari pohon saja semisal dahan dan dedaunan.
Bergaul dan menyelami alam pikiran suku ini juga membuat kita sadar betapa masih ada orang-orang yang percaya dengan kesederhanaan. Tiada listrik, tiada fasilitas kesehatan, tiada kendaraan, apatah lagi ponsel dan sinyal serta dunia internet. Tapi orang-orang Baduy Dalam masih mampu menjalani kehidupan dengan baik.
Kelima, spot foto Instagrammable
Sebelum memasuki batas yang benar-benar akan masuk ke perkampungan suku Baduy Dalam, kita masih bisa mengaktifkan ponsel. Ada beberapa spot yang menarik untuk diambil.Â
Selain jembatan, persis di ujung tanjakan jalam tanah juga bisa dijadikan spot foto yang bagus. Apalagi kalau senja mulai merembang. Datangnya petang pasti menghasilkan komposisi foto yang sedap dipandang.
Sayang memang kala memasuki perkampungan, semua alat komunikasi kami sudah dalam kesenyapan. Padahal ingin juga mengambil beberapa spot menarik di sini.Â
Misalnya di jembatan terakhir sebelum memasuki perkampungan, di sungai, di tangga rumah warga sini, dan lainnya. Hanya saja karena sudah diwanti-wanti untuk mematikan semua alat elektronik, niat itu tak kesampaian.
Tapi tak mengapa. Bisa sampai sini saja sudah bersyukur banget. Jadi bangga berwisata di Indonesia.Â