Sambil bertelanjang kami mereka mengayuh langkah dengan cepat. Kami tersenyum saja melihat kegesitan warga Baduy Dalam ini.
Bagi saya, berjalan ke dalam Desa Kanekes ini menjadi healing tersendiri. Sejak awal sudah diniatkan untuk rekreasi. Meski ada pekerjaan selepas perjalanan ini yakni menulis biografi tokoh yang mengajak kami ke sini dan melakukan napak tilas.
Alam Desa Kanekes bagi saya lumayan pas untuk dijadikan satu destinasi untuk rekreasi keluarga. Ada beberapa alasan mengapa saya mengungkapkan ini.
Pertama, belajar senyap dari gawai dan internet
Memasuki Kanekes memang sebaiknya mengikuti petuah orang-orang sini dan tetua adat Baduy Dalam. Semua alat elektronik hendaknya dimatikan. Semua senyap.Â
Buka saja mata kita lebar-lebar. Hirup udara segar dalam-dalam. Bentangkan tangan selebar-lebarnya kala di atas puncak jalan menuju lembah Kanekes.
Bacalah zikir-zikir sederhana ketika kita melakukan itu. Tak ada gawai di tangan. Juga tak ada teman yang kita suruh membidik dengan ponselnya.Â
Semua berjalan alami saja. Inilah makna hidup untuk sementara tak bersentuhan dengan dunia luar.
Kadang kita berada di sebuah lokasi untuk healing tapi tangan kita masih sibuk genggam ponsel. Telinga kita disumpal alat pendengar musik. Kita sibuk mencari lokasi yang pas untuk foto.
Di Kanekes, wabilkhusus di dalam perkampungan, tak ada semua itu. Duduk-duduk saja di bau besar di sungai yang mengalir di kampung ini.Â
Benamkan kaki di dalamnya. Resapi betul aliran air yang segar itu. Bersenda guraulah dengan anak-anak Baduy Dalam yang sesekali melihat dari kejauhan.Â