Mohon tunggu...
Adian Saputra
Adian Saputra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Menyukai tema jurnalisme, bahasa, sosial-budaya, sepak bola, dan lainnya. Saban hari mengurus wartalampung.id. Pembicara dan dosen jurnalisme di Prodi Pendidikan Bahasa Prancis FKIP Unila. Menulis enggak mesti jadi jurnalis. Itu keunggulan komparatif di bidang kerja yang kamu tekuni sekarang."

Selanjutnya

Tutup

Kurma Artikel Utama

Menjaga Neraca Finansial Ramadan, Ketika Kebutuhan Pokok dan Filantropi Tercukupi

16 April 2023   14:47 Diperbarui: 17 April 2023   12:31 762
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Tunjangan Hari Raya (THR) yang diterima. (sumber: shutterstock via Kompas.com)

Kebutuhan rumah tangga di mana-mana selama Ramadan menunjukkan peningkatan lumayan. Meski ada isu resesi dan kriris ekonomi usai pandemi, kasatmata banyak keluarga tetap bisa menjaga ritme kebutuhan dapurnya.

Benar bahwa banyak pula elemen masyarakat yang merasakan kesulitan ekonomi selama Ramadan ini. Kabar baiknya, filantropi di Indonesia masih punya angka yang tinggi. Tersebab hal itu banyak keluarga prasejahtera di kita yang bisa dibantu.

Neraca keuangan keluarga kita selama Ramadan memang cenderung meningkat dari sisi konsumsi. Kalau melihat logika sederhana, sebetulnya mestinya tidak demikian. 

Mengapa? Karena situasi puasa membuat skema makan siang tidak ada. Skema makan pagi kita substitusi ke sahur. Sedangkan makan malam terwakili dengan waktu berbuka.

Persoalannya adalah para ibu di rumah tangga Indonesia ingin menyajikan yang terbaik buat suami dan anak-anaknya. Itulah sebabnya, beragam makanan dan minuman serta buah-buahan mau tak mau disiapkan. 

Padahal mungkin alokasi belanja dari suami sebagai keluarga mungkin sama. Barangkali ada peningkatan tapi tak signifikan. 

Konteks Ramadan memang lekat ibadah. Mungkin kalau direken secara penaksiran pasti, kita juga tak tahu dari mana uang untuk berbelanja itu.

Kalau kata para ibu, perasaan dikasih uangnya tidak banyak-banyak amat, tapi kok bisa memenuhi kebutuhan harian selama puasa. Kita anggap saja itu keberkahan Ramadan. Allah swt mencukupi kebutuhan hambanya yang berpuasa dan bersyukur.

Meski demikian, tetap saja ikhtiar manusiawi dilakukan. jangan sampai finansial terganggu gara-gara persiapan selama Ramadan dan jelang Lebaran. Yang namanya finansial pasti berkelindan dengan uang. Manajemen finansial di rumah tangga mesti ketat juga dilakukan.

Mengapa demikian? Karena lepas Lebaran, anak-anak kita kembali ke sekolah dan itu membutuhkan biaya. Jika tak saksama dalam mengatur keuangan, bisa jebol juga. 

Alih-alih mencari pinjaman. Dari beberapa pengalaman, mungkin ini kiat bagus juga untuk dipratikkan agar finansial sehat saat Ramadan.

Pertama, mencukupi kebutuhan bukan keinginan

Hasrat berbelanja memang tiada habisnya. Takkan pernah cukup jika untuk memenuhi hasrat kebutuhan. 

Maka itu, yang dibutuhkan adalah menginventarisasi kebutuhan utama selama Ramadan ini. Kebutuhan pokok tentu menjadi prioritas. 

Hanya saja, jangan menumpuk bahan makanan karena merasa kita sanggup memenuhinya. Berapa banyak akhirnya bahan makanan yang kedaluwarsa karena begitu lama di lemari pendingin.

Oleh sebab itu, paling lama kebutuhan dapur itu sepekan saja. Lepas itu, silakan berbelanja lagi. 

Ada juga yang sebulan menumpuk bahan makanan karena dianggap lebih ekonomis. Jaga-jaga harga naik maksudnya.

Untuk kebutuhan lainnya juga demikian. Belilah seperlunya saja. Misalnya untuk pakaian baru untuk anggota keluarga. 

Silakan dicari model yang paling pas dan sesuai dengan kapasitas isi kas. Dengan demikian, ada keseimbangan dalam neraca keuangan keluarga kita.

Kedua, cadangkan untuk keperluan di luar dugaan

Ada baiknya diberikan slot untuk dana cadangan. Bisa dibiarkan saja di rekening tabungan dan jangan mudah untuk menggeseknya lewat kartu ATM. 

Biarkan dia menjadi cadangan. Ini benar-benar dibutuhkan kala darurat. Sementara itu, semua pos yang lain sudah dialokasikan. Untuk kebutuhan keseharian sampai dengan jelang Lebaran.

Ketiga, alokasikan untuk sedekah dan zakat

Sejak awal Ramadan, saya sudah mengalokasikan untuk kebutuhan pokok ibadah Ramadan ini. Misalnya untuk zakat fitrah, sedekah ke masjid, alokasi beli takjil yang dijatah per keluarga untuk ke masjid, bantuan untuk duafa sekitar masjid, dan lainnya.

Begitu awal Ramadan, semua pos ini sudah kami penuhi. Padahal pos lain semisal keseharian puasa belum juga direken. 

Namun, mendahulukan sisi ibadah ini bagi kami penting juga. Kami ingin belajar mendahulukan apa yang disukai dan diridai Allah swt ketimbang kebutuhan sendiri dan keluarga.

Mengalokasikan ini sejak awal Ramadan memang terasa ringan. Sebab, begitu mendekati hari-hari akhir Ramadan, semua "kewajiban" untuk berderma tadi sudah kelar di awal.

Tentu sebagai muslim kita meyakini, duit yang kita sedekahkan, infakkan, atau zakatkan itu tidak akan hilang. Ia akan mengisi neraca amalan kita untuk hari nanti.

Keempat, jangan besar pasak daripada tiang

Pepatah ini benar dan terbukti sampai dengan sekarang. Intinya adalah jangan punya pos pengeluaran lebih besar ketimbang pemasukan. 

Jika seimbang ya bagus. Akan lebih baik jika ada pos tabungan. 

Sekecil apa pun tabungan itu lebih baik ketimbang tidak ada sama sekali. Khususnya ini Ramadan di mana kebutuhan keluarga acap meningkat.

Jika suami-istri sama-sama bekerja perlu pengalokasian yang pas pemasukan keduanya. Saat Ramadan ini, berupaya untuk tetap menjaga kas menjadi sehat seperti bulan sebelumnya. 

Jika keduanya juga menerima THR, diksi aman patut diberikan. Sebab, secara perhitungan, semua kebutuhan selama Ramadan dan Lebaran pasti bisa dipenuhi.

Namun, ini semua dengan syarat masih dalam kisaran yang wajar. Namun, jika mau melebihi kebutuhan dan mendasarkan pada keinginan, tentu tidak akan ketemu. 

Misalnya membeli pakaian mahal untuk semua anggota keluarga. Juga memberikan hadiah mahal lain untuk orangtua dan kerabat dekat.

Justru dengan adanya THR, keluarga bisa mengalokasikan itu untuk tabungan di bulan berikutnya. Memang benar sekarang ini apa-apa harganya naik. Tapi kita juga jangan terpengaruh dengan ajakan untuk memenuhi semua keinginan selama Ramadan dan Lebaran.

Orang tua-tua dulu sudah bijak kasih nasihat. Supaya jangan lebih besar pasak daripada tiang. Bicara uang memang tidak ada habisnya. 

Pendapatan akan cukup memenuhi kebutuhan kita insya Allah. Tapi ia takkan pernah cukup untuk memenuhi hasrat keinginan kita. Selamat berpuasa. [Adian Saputra]

Foto pinjam dari sini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun