Terus apakah bertapa memang cara orang Islam memahami sesuatu hal dalam sisi religiositas kita. Kalau bertapa, kapan salatnya? Kalau bertapa, kapan ngajinya? Dan sebagainya.Â
Mungkin memahami ini agak sulit bagi mereka yang tidak satu frekuensi. Mungkin mirip memahami kontroversialnya Syekh Siti Jenar.
Saya tidak ingin kebanyakan di situ. Bagi saya, film ini, terlepas dari pendapat dari sisi konten keagamaan, sangat bagus. Ia memberikan pelajaran kepada kita cerita soal Sunan Kalijaga bisa dibikin semenarik mungkin.Â
Tentu dengan pesan-pesan yang ingin disampaikan. Tentu dengan mempertahankan tradisi Jawa yang khas oleh Sunan Kalijaga.
Demikian pula pelajaran betapa seorang Raden Mas Said yang putra seorang tumenggung, malah berlawanan dan berpihak kepada rakyat kecil yang tertindas. Ini juga sebuah sekuel menarik bagi saya.Â
Seorang sunan punya pemahaman terhadap kezaliman meski itu dilakukan oleh ayah kandungnya sendiri.
Tapi yang menarik, ketika para sunan bermusyawarah membahas situasi "politik" terkini perihal Kerajaan Majapahit dan usulan untuk menyerang dengan Raden Patah sebagai tokoh sentral, Sunan Kalijaga justru menolak.Â
Baginya, memberontak bukanlah sebuah cara untuk mendapatkan kedudukan dan kemuliaan.
Ia bahkan dengan lugas dan trengginas menjawab apa yang mesti dilakukan jika penguasa selalu berbuat zalim. Kalijaga bilang, dinasihati. Kalau belum mempan, didoakan.
"Majapahit akan runtuh dengan caranya sendiri," kata Deddy Mizwar, eh Sunan Kalijaga.
Soal toleransi juga sarat di film itu. Dakwah dengan kasih sayang. Dakwah dengan tetap menghormati umat beragama lain.Â