Sekitar awal tahun 2022, saya mendapat tawaran untuk membantu mengajar Mata Kuliah Peminatan Jurnalisme bagi mahasiswa semester VI Program Studi (Prodi) Pendidikan Bahasa Prancis FKIP Universitas Lampung (Unila). Nama mata kuliah dalam bahasa Prancisnya: Journalisme EN TI. Bacanya kurang lebih jurnalisme ong Te I.
Adalah Setia Rini, dosen setempat, yang mengontak saya untuk keperluan itu. Madame Setia, begitu ia biasa disapa, pernah ikut seminar jurnalistik yang saya isi setengah tahun sebelummnya. Setia kemudian menghubungi ketua program studi dan memintakan izin agar saya bisa menjadi dosen tamu.
Saya mengiyakan. Ketua prodi juga oke. Setelah semua administrasi pemberkasan beres, saya diminta mengajar. Durasi kami mulai 25 Februari 2022 sampai dengan Juni 2022.
Saya sejak awal bilang, jangan tempatkan saya seperti tamu dalam mata kuliah itu. Meski babnya membantu, saya berusaha total.
Saya bilang, kalau hanya dikasih beberapa pertemuan, saya tidak mau. Silakan ada dosen yang mendampingi kala saya memberikan kuliah.
Meski bukan dosen resmi, sebelumnya, sejak tahun 2015 sampai 2019, saya adalah dosen luar biasa (DLB) atau dosen tamu Mata Kuliah Jurnalistik Islami di UIN Raden Intan Lampung. Wabilkhusus di Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
Madame Setia dan kaprodi Madame Diana, sepakat dengan itu. Lagipula saya tidak memosisikan sebagai dosen sebagaimana layaknya di kelas. Saya banyak cerita, kasih pengalaman, serta kasih penugasan melakukan reportase dan penulisan.
Ada enam sampai delapan mahasiswa yang ambil mata kuliah peminatan itu. Selebihnya mahasiswa ambil mata kuliah peminatan lain.
Alhamdulillah senyawa saya dengan mereka tersambung dengan baik. Di luar perkuliahan, saya berkorespondensi secara aktif lewat grup WhatsApp dan media sosial.
Ketika saya menjadi narasumber pada seminar tentang literasi, mereka juga saya ajak. Mereka bisa ikuti acara sekaligus melakukan liputan. Hasil reportase yang bagus saya naikkan di web kecil yang saya kelola: wartalampung.id.
Sedari awal mengisi kuliah saya bilang, kita realistis saja. Tak semua sekolah, SMA, misalnya, yang menerima guru bahasa Prancis.