Mohon tunggu...
Adian Saputra
Adian Saputra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Menyukai tema jurnalisme, bahasa, sosial-budaya, sepak bola, dan lainnya. Saban hari mengurus wartalampung.id. Pembicara dan dosen jurnalisme di Prodi Pendidikan Bahasa Prancis FKIP Unila. Menulis enggak mesti jadi jurnalis. Itu keunggulan komparatif di bidang kerja yang kamu tekuni sekarang."

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Kapan Terakhir Kamu Beli Buku Soal Puasa Ramadan di Toko Buku?

26 Maret 2023   22:54 Diperbarui: 26 Maret 2023   23:55 580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : Toko Buku Gramedia Maumere.(KOMPAS.COM/NANSIANUS TARIS) 

Kapan teman-teman Kompasianer membeli buku tentang puasa dan Ramadan? Kalau ditanyakan kepada saya, tentu jawabannya sudah lama sekali. 

Mungkin di atas sepuluh tahun. Bahkan, berkunjung ke toko buku pun sudah jarang. 

Kalau beli bukunya sering. Akan tetapi, kini melalui lokapasar alias market place yang ada. 

Di situ kita bisa mencari buku apa saja yang kita sukai. Kemudian memilih membayar dan menunggu buku sampai.

Waktu saya SMA sampai dengan kuliah, atau sampai awal bekerja di tahun 2004-an, ke toko buku masih sering. Apalagi kala Ramadan. Banyak buku yang saya beli. 

Seingat saya ada tanya jawab soal zakat dengan penulis ulama Indonesia asal Bogor KH Prof Didin Hafidhuddin. Alhamdulillah akhir tahun 2021 saya bersua dengannya langsung di rumahnya di kompleks Pondok Pesantren Ulul Albab Universitas Islam Ibnu Khaldun, Bogor.

Dahulu toko buku luar biasa ramai kala Ramadan. Banyak buku baru yang dicetak. 

Meski informasi waktu itu soal buku baru minim, kalau ke toko buku pasti ada yang baru. Saya acap menghabiskan banyak uang untuk membeli beragam buku saat Ramadan. Biasanya juga ada diskon sampai dengan 10 persen.

Buku-buku agama, cerita islami, novel islami, dan buku-buku Islam lainnya punya daya pikat luar biasa kala Ramadan. Ini juga berbanding lurus dengan penjualan Alquran.

Saya ada teman kepala toko buku dan pusat penjualan alat kantor. Ia mengakui, sekarang dan dahulu luar biasa berbeda. 

Kisaran sepuluh tahun lalu, saat Ramadan, keuntungan masih lumayan. Kini, sepi. 

Pemasukan ada, tapi tidak sefantastis dahulu. Apalagi Ramadan beberapa tahun belakangan.

Dengan maraknya dunia maya, adanya buku elektronik, dan perkembangan media sosial, toko buku makin sepi pembeli. Jangankan yang beli, yang berkunjung juga tak sesemarak dahulu.

Dengan adanya lokapasar, pembeli bisa mencari sendiri buku yang mereka suka. Dengan adanya media sosial, mencari buku yang kita gemari lebih mudah dilakukan. Dengan adanya media sosial, kita bisa tahu buku apa saja yang ada meski eksemplarnya tidak dicetak banyak.

Apalagi dengan adanya penerbit skala kecil yang bisa mencetakkan buku dengan satuan. Memang harganya agak mahal. 

Tapi itu adalah cara kita bisa punya buku sendiri. Self publishing istilahnya atau jika diindonesiakan cetak indie atau buku indie.

Di Bandar Lampung, sekitar sepuluh tahun lalu, masih banyak toko buku skala kecil. Toko-toko buku ini yang kebanyakan menjual buku islami dahulu saat Ramadan diserbu pembeli. 

Selain membeli buku, kebanyakan juga cari Alquran terbaru. Yang perempuan plus cari jilbab dan pernak-pernik lain.

Ada juga yang cari kopiah, minyak wangi, sampai baju takwa (koko) dan sarung. Kini sulit menemui toko buku yang skala kecil seperti dahulu. Toko buku bekas memang masih ada tapi pengunjungnya juga sudah berkurang drastis.

Saya misalnya, mau cari buku majalah dan buku bekas, tinggal mencari di lokapasar. Saya bahkan lumayan beruntung pernah membeli buku tentang tenggelamnya Kapal Tampomas II berjudul Neraka di Laut Jawa. Buku dengan kertas buram itu masih terbaca dengan baik. Buku ini hasil reportase wartawan tabloid Mutiara pimpinan Bondan "Mak Nyus" Winarno dan para wartawan koran Sinar Harapan.  

Baru-baru ini juga saya bisa mendapatkan buku legendaris karya Bondan "Mak Nyus" Winarno, Sebungkah Emas di Kaki Pelangi. Buku Buku ini berkisah soal investigasi almarhum Bondan soal emas di Busang.

Tahun lalu saya malah masih dapat dua buku bekas karya Karni Ilyas, yakni kumpulan Catatan Hukum kala Karni masih menjadi pemimpin redaksi di majalah Forum Keadilan.

Saya sudah niat dalam pekan ini ke toko buku lagi. Mungkin ada buku bertema agama wabilkhusus soal Ramadan yang menarik minat untuk dibeli.

Yang jelas, membeli buku itu setidaknya menjaga napas industri perbukuan kita. Ada nasib banyak orang di situ. 

Ada banyak orang yang periuk nasinya masih bergantung di usaha itu. Ada jasa editor, jasa ilustrator, jasa pracetak, jasa bagian percetakan, bagian sirkulasi, toko buku atau distributor, dan si penulis sendiri. 

Jadi, kapan Anda terakhir ke toko buku dan membeli buku tentang puasa serta hal ihwal Ramadan? [Adian Saputra]

Foto pinjam dari sini

Jika berkenan membaca beberapa artikel saya lainnya di bawah ini

Mengikat Pembaca dengan Feature

6 Tips Produktif Menulis kala Ramadan

Jilbab dan Sebatang Rokok

4 Alasan Mahasiswi Perguruan Tinggi Islam Pakai Jilbab Hanya di Kampus

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun