Ibu mendidik siswanya demikian. Tidak hanya mencari nilai akademik tinggi, tapi juga pengetahuan agama dikasih porsi besar.Â
Suatu waktu, ibu menjadi pembina upacara. Sebelum ia bicara, ia menyuruh siswanya untuk melantunkan selawat nariyah diteruskan dengan surat Al Waqiah.Â
Semua membaca lantang dan benar. Kepala sekolah dan ibu guru lain tepuk tangan.Â
Ibu bukan mau berbangga. Ia sudah tipikal demikian. Tidak asal menjadi guru, tapi mendidik.
Ia paham kalau dikasih seperti itu, akan membekas di hati dan pikiran siswanya kelak sampai besar.Â
Manfaat itu akhirnya diadopsi beberapa guru lain. Orangtua menjadi senang, anak mereka di rumah akhlak makin bagus dan suka menghafal. Padahal, menghafal itu hanya tambahan saja, apalagi ibu bukan guru agama.Â
Buat saya, ibu dan beberapa guru lainnya, adalah guru penggerak. Jauh sebelum Nadiem kasih program ini dan heboh sana sini.
Saya pun juga punya guru penggerak ini sejak SD sampai SMA. Ada ibu guru waktu SMA sekaligus pembina OSIS, sudah almarhumah sekarang.Â
Cara mendidiknya baik, dekat sama murid, hafal nama murid, keras kalau murid ada salah dan kasih hukuman. Namun, semua dijalani dengan batas kewajaran seorang guru.Â
Ia disukai semua siswa. Siswa nakal pun segan. Dijewer, dicukur karena gondrong, disetrap adalah hukuman. Tapi semua siswa menerima dengan baik.Â
Kalau ia sudah kasih perintah untuk bawa nama baik sekolah, semua bergerak. Karena semua siswa penggerak, pantas kalau almarhumah disebut guru penggerak.Â