Persoalannya, Dewan Pers hanya meneken uji kompetensi yang diadakan organisasi profesi pers yang diakui Dewan Pers. Bisa saja sih mengikuti uji kompetensi yang diadakan media massa kita.Â
Setahu saya, kawan-kawan di Kompas, uji kompetensinya diadakan sendiri. Mereka tak mengharuskan jurnalisnya ikutan uji kompetensi di organisasi profesi pers.
Kita juga bisa ikutan di Lembaga Pers Dr Soetomo. Kantor berita Antara setahu saya juga acap mengadakan uji kompetensi sendiri.
Jadi, pembaca sekalian, tidak semua wartawan yang ada di Indonesia ini merayakan Hari Pers Nasional. Sebab, mereka tidak bergabung di PWI. Hari Pers Nasional ini hari lahirnya PWI.
Sama saja misalnya jika ada kawan saya dari Aceh yang juga kompasianer Masykur Mahmud namanya. Dia ulang tahun.Â
Saya ulang tahunnya tak sama dengan dia. Saya mungkin sekadar mengucapkan selamat ulang tahun. Tapi saya tidak merayakan hari ulang tahunnya.
Buat apa kita merayakan hari ulang tahun padahal kita tak punya kaitan apa-apa. Lantas, jika tak merayakan Hari Pers Nasional, merayakan apa, dong?
Jurnalis seluruh dunia lazim merayakan dan memaknai Hari Kebebasan Pers Dunia secara internasional yang diproklamasikan Majelis Umum PBB pada tahun 1993 menyusul rekomendasi Sidang ke-26 Konferensi Umum UNESCO tahun 1991. Setiap tanggal 3 Mei dirayakan prinsip-prinsip dasar kebebasan pers.
Dikutip dari katadata.co.id, penetapan Hari Kebebasan Pers Sedunia ini diadakan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya kebebasan pers dan mengingatkan pemerintah untuk menghormati dan menjunjung tinggi hak atas kebebasan berekspresi.
Ini sesuai dengan Pasal 19 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948.