Dari sekian itu, hanya beberapa yang sudah mengurus secara serius untuk administrasi ke Dewan Pers. Termasuk juga mengurus rekening ke bank yang ditunjuk pemerintah daerah sebagai syarat kerja sama pemberitaan.
Sekarang, orang media cenderung lebih memilih punya media sendiri ketimbang kerja di media orang. Dengan sumber daya manusia yang minimalis pun situs berita bisa dikelola.
Sumber informasi juga banyak. Kadang informasi di media sosial menjadi sumber utama kemudian diverifikasi ke lapangan dan menjadi berita sendiri.
Saya sangat sering mendapat pertanyaan, bagaimana media daring atau koran lokal sekarang bisa bertahan untuk hidup? Bertahan untuk kemudian mendapat pemasukan dan mengalokasikan untuk kebutuhan bulanan.
Bagaimana media massa kemudian mampu menggaji reporter dan karyawan lain? Apakah cukup duit yang masuk setiap bulan untuk mengongkosi web?
Ada juga yang tanya, apakah jumlah pengunjung berpengaruh terhadap pemasukan web? Bagaimana persaingan antarportal berita sekarang ini? Dan sebagainya.
Web-web lokal kebanyakan mengandalkan kerja sama iklan atau pemberitaan dengan pihak lain. Misalnya dengan pemerintah daerah dan DPRD setempat.
Memang tidak semua media diakomodasi. Pemda dalam hal ini Diskominfo setempat, melihat performa webnya.
Seberapa lama umurnya, seberapa banyak berita sudah diunggah, dan persepsi masyarakat terhadap web itu. Termasuk juga apakah web itu punya reporter untuk digerakkan jika sewaktu-waktu klien butuh diliput langsung.
Memang benar, mengandalkan kerja sama dengan pemerintah daerah untuk satu-satunya sumber pemasukan, tidak cukup. Web lokal mesti mengajak instansi lain untuk bekerja sama.
Konteksnya sih simpel. Ada kerja sama dengan kewajiban web mengunggah berita atau rilis di media itu. Kemudian tiap bulan ada pelaporan sebagai bukti tayang dan tolok ukur untuk membayar.