Dulu presidennya SBY. Tetua ini bilang ia pernah jalan kaki ke Cikeas untuk ketemu SBY.
Kami tanya, bagaimana bisa menemukan Cikeas dengan jalan kaki saja. Dia jawab ya mudah saja.Â
Tinggal jalan, ikuti petunjuk alam, sesekali bertanya arah Cikeas, dan ujungnya sampai juga.
Dia juga bilang beberapa tokoh pernah datang kemari. Namun, soal kehidupan politik, suku Baduy Dalam tidak mengikuti. Mereka tidak mencoblos.
Jika ada yang sakit, tetua adat saja yang mencoba menyembuhkan. Mereka tidak ke dokter.Â
Namun, sepengamatan saya, mereka tampak tegap, sehat, dan berisi tubuhnya. Mungkin karena saban hari makan makanan yang alami dan rajin jalan kaki.
Saya terkesan dengan kesungguhan mereka merawat alam. Mereka yakin tanpa menebang pun mereka bisa hidup.Â
Ada banyak kayu yang bisa digunakan untuk mereka setiap hari. Baik untuk memasak maupun membuat kediaman.
Usai berbincang banyak, kami pamit. Abdul Hakim menyelipkan amplop berisi uang sebagai tanda kasih kepada suku Baduy Dalam. Ia pamit. Kami kembali berjalan pulang.
Karena hajat sudah tersampaikan, kami jalan lebih santai. Saya bisa menghirup udara dalam-dalam saat jalan pulang.Â
Langkah kaki diperlahankan demi melihat kemahabesaran Allah swt dalam menciptakan semesta ini. Suku Baduy Dalam mengajarkan hal esensial untuk kita dalam arif terhadap alam dan lingkungan sekitar.Â