Mohon tunggu...
Adian Saputra
Adian Saputra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Menyukai tema jurnalisme, bahasa, sosial-budaya, sepak bola, dan lainnya. Saban hari mengurus wartalampung.id. Pembicara dan dosen jurnalisme di Prodi Pendidikan Bahasa Prancis FKIP Unila. Menulis enggak mesti jadi jurnalis. Itu keunggulan komparatif di bidang kerja yang kamu tekuni sekarang."

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengemis Online, Ini Alasan Kuat Mengapa Mesti Skeptis terhadap Konten Medsos

19 Januari 2023   09:45 Diperbarui: 20 Januari 2023   17:35 646
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi berbagai macam media sosial. Sumber: Forbes via Kompas.com

Sebuah televisi berjaringan nasional meminta biro di sebuah kota di Jawa Barat untuk meliput adanya gerakan bersih-bersih sampah sekelompok anak muda di got dan kali-kali yang ada.

Komunitas itu terpantau rajin bikin gerakan kebersihan. Setelah tanya sana dan sini diketahuilah, ada udang di balik batu gerakan bersih-bersih itu.

Bersih-bersih dilakukan bukan atas dasar kerelawanan belaka. Kalau niat baik mungkin sudah jelas ada. 

Namun, motivasi terbesar komunitas bukan sekadar untuk lingkungan. Mereka rajin melakukan itu nawaitu utamanya adalah membuat konten. Astaga.

Akhirnya liputan televisi urung dilakukan. Buat apa meliput kegiatan sosial yang sudah jelas-jelas ada unsur "mengemis"-nya. 

Mengemis dalam artian mengemis perhatian, mengemis minta ditonton, mengemis berlama-lama di saluran Youtube mereka, dan lainnya.

Kecuali mereka minta diliput untuk konten berbayar. Kalau itu, lain lagi ceritanya.

Semua yang ada di media sosial itu, entah konten tulisan, foto, dan video, mestinya disikapi dengan wajar saja oleh kita. Dulu juga ibu saya ngefans betul sama Baim Wong. 

Selebriti itu terkenal betul suka menolong orang. Saya malah tahu belakangan, tidak semua itu riil dan natural. 

Semua untuk kebutuhan konten di media sosial, Youtube, misalnya, sudah direkayasa. Dalam artian, memang dipersiapkan dengan matang. 

Makanya, hasil di Youtube-nya juga bagus dengan kualitas gambar yang tajam dan terang.

Adanya permintaan orang yang aneh-aneh dalam media sosial, buat kita warganet, mestinya menjadi pelajaran. Media sosial itu tempat orang bersosialisasi. 

Namanya juga bersosialisasi, bercengkerama, ngobrol sana dan sini, tak semua menyangkut kehidupan nyata. Hal itu memang tidak pula salah.

Ilustrasi. Sumber gambar dari allstars.id
Ilustrasi. Sumber gambar dari allstars.id

Kita boleh saja bertingkah apa saja di media sosial. Mungkin yang di kehidupan nyata tidak saleh-saleh amat, tapi di media sosial sering kutip surat dan hadis ini dan itu. Ya sah-sah saja, namanya juga media sosial.

Tapi jika pilihan kita mengunggah sesuatu yang memang keseharian dilakukan di media sosial, juga oke-oke saja.

Yang penting itu, bagaimana penyikapan kita terhadap semua unggahan itu.

Saya menilai, media sosial itu mestinya juga menambah kedewasaan kita dalam kehidupan. Aktif bermedia sosial itu juga meningkatkan kapasitas otak kita dengan pengetahuan baru. 

Aktif bermedia sosial itu mestinya makin menumbuhkan citarasa relasi kita dengan orang lain. 

Bermedia sosial itu mestinya bikin kita leih rileks dan santai serta mampu melihat satu hal dari beragam dimensi.

Tak semua yang ada medsos itu benar. Tapi tak semua juga salah atau bohong. 

Namun, karena ukuran kejujuran itu hanya ada di pemegang akun, kita mesti jeli dalam melihat, menyikapi, dan menindaklanjutinya.

Saya juga sering mendapat tautan sebuah akun yang sering mengampanyekan membantu orang lain yang sedang kesulitan. Misalnya untuk pengobatan anak yang mengalami bocor jantung, kesulitan pengobatan hydrocephalus, dan sebagainya.

Namun, kita mesti mengecek terlebih dahulu. Apakah memang benar, orang yang mau dibantu itu ada. 

Cobalah cek di media arus utama, apakah pernah ada liputan soal itu yang memang hasil turun langsung reporter medianya. Jika memang ada dan kita tergerak untuk membantu, silakan saja.

Namun, jika hasil verifikasi kita tidak meyakinkan, cukup sampai situ. Artinya, tingkat akurasi dan kepercayaan kita terhadap konten itu masih diragukan.

Saya pernah menulis ini di sini. Nanti dibaca saja oleh Kompasianers yang budiman ya.

Mendidik Warganet Disiplin Verifikasi demi Informasi Sarat Akurasi

Media sosial selayaknya menjadi satu bagian penting dalam kehidupan kita sekarang. Di dalamnya beragam manfaat ada. Orang-orang yang membuat konten berkualitas juga banyak.

Namun, karena lokusnya media sosial bukan media massa, kita sebagai penikmat mesti saksama juga dalam menilainya. 

Curigailah setiap konten yang mungkin aneh dan tak masuk akal serta logika akal sehat. Cukup berhenti di kita konten itu jika menayangkan sesuatu yang aneh. Jangan malah menyebarluaskan kepada publik. 

Jika kita tak punya kemampuan untuk memverifikasi sejauh mana kebenaran konten di media sosial itu, termasuk soal laku mengemis tadi, cukup berhenti di kita. 

Cukup dilihat saja, ucap dalam-dalam istigfar, kemudian cari konten lain yang lebih membawa kemanfaatan buat kita. 

Masak 1 kali 24 jam hidup kita mesti diasup nutrisi otak kita dengan segala yang berbau sampah. [Adian Saputra]

Gambar pinjam dari sini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun