Namun, karena ukuran kejujuran itu hanya ada di pemegang akun, kita mesti jeli dalam melihat, menyikapi, dan menindaklanjutinya.
Saya juga sering mendapat tautan sebuah akun yang sering mengampanyekan membantu orang lain yang sedang kesulitan. Misalnya untuk pengobatan anak yang mengalami bocor jantung, kesulitan pengobatan hydrocephalus, dan sebagainya.
Namun, kita mesti mengecek terlebih dahulu. Apakah memang benar, orang yang mau dibantu itu ada.Â
Cobalah cek di media arus utama, apakah pernah ada liputan soal itu yang memang hasil turun langsung reporter medianya. Jika memang ada dan kita tergerak untuk membantu, silakan saja.
Namun, jika hasil verifikasi kita tidak meyakinkan, cukup sampai situ. Artinya, tingkat akurasi dan kepercayaan kita terhadap konten itu masih diragukan.
Saya pernah menulis ini di sini. Nanti dibaca saja oleh Kompasianers yang budiman ya.
Mendidik Warganet Disiplin Verifikasi demi Informasi Sarat Akurasi
Media sosial selayaknya menjadi satu bagian penting dalam kehidupan kita sekarang. Di dalamnya beragam manfaat ada. Orang-orang yang membuat konten berkualitas juga banyak.
Namun, karena lokusnya media sosial bukan media massa, kita sebagai penikmat mesti saksama juga dalam menilainya.Â
Curigailah setiap konten yang mungkin aneh dan tak masuk akal serta logika akal sehat. Cukup berhenti di kita konten itu jika menayangkan sesuatu yang aneh. Jangan malah menyebarluaskan kepada publik.Â
Jika kita tak punya kemampuan untuk memverifikasi sejauh mana kebenaran konten di media sosial itu, termasuk soal laku mengemis tadi, cukup berhenti di kita.Â