Mohon tunggu...
Adian Saputra
Adian Saputra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Menyukai tema jurnalisme, bahasa, sosial-budaya, sepak bola, dan lainnya. Saban hari mengurus wartalampung.id. Pembicara dan dosen jurnalisme di Prodi Pendidikan Bahasa Prancis FKIP Unila. Menulis enggak mesti jadi jurnalis. Itu keunggulan komparatif di bidang kerja yang kamu tekuni sekarang."

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Parasit Demokrasi Itu Bernama Presidential Threshold

18 Januari 2023   08:35 Diperbarui: 18 Januari 2023   08:39 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kotak suara pemilu. Sumber Antara

Demokrasi di Indonesia tidak akan tumbuh kalau ada penghalang yang namanya presidential threshold.

Ketentuan paling terkini untuk mereka yang mau maju pemilihan presiden 14 Februari 2024 adalah partai atau gabungan partai yang pada Pilpres 2019 memperoleh sekurang-kurangnya 20 persen jumlah kursi DPR atau 25 persen dari perolehan suara sah nasional dalam pemilu anggota DPR.

Hal ini tercantum dalam Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 222 tentang Pemilihan Umum yang berbunyi "pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPR atau memperoLeh 25% dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.

Angka ini mematikan potensi demokrasi Indonesia. Mereka yang punya kans untuk menjadi pemimpin nasional, belum apa-apa sudah dibelenggu oleh aturan kekuasaan.

Maka itu, sulit untuk Indonesia mendapatkan pasangan calon presiden dan wakilnya yang ideal.

Jika merujuk pada pengalaman beberapa kali pemilihan presiden, pada detik akhir hendak mendaftar ke KPU-lah kita baru tahu siapa saja yang akhirnya berkoalisi untuk mengajukan calon.

Yang kita khawatirkan, oleh pemenang pemilu, angka ini akan dikerek lagi dengan dalih memberikan batasan ideal agar capres dan cawapres punya basis dukungan yang memadai.

Ini tentu saja secara esensi menghalangi hak orang untuk berkompetisi dalam pilpres.

Sabtu, 16 Maret 2022 yang lampau, di negara tetanga kita, yang dulu sempat masuk menjadi provinsi Indonesia, Timor Leste, digelar pemilu presiden.

Ada 16 kandidat yang ikut. Sang pemenang adalah nama yang tak asing untuk publik Indonesia, Jose Ramos Horta.

Bukan soal Horta yang menarik. Yang menarik adalah jumlah capres yang ikut sangat banyak. Sampai dengan 16 orang.

Kapan di Indonesia ada yang seperti itu? Tentu banyaknya kandidat membuktikan ambang batas mereka yang hendak maju tidak seketat yang ada di Indonesia.

Ada yang bilang, jangan membandingkan. Timor Leste baru merdeka, kita lebih lama.

Justru di situ masalahnya. Negara yang baru merdeka saja banyak capresnya. Kenapa negara yang besar dengan ratusan penduduk ini cuma paling banter 4 pasangan calon presiden?

Kita memang punya aturan untuk segala sesuatu. Namun, aturan itu mestinya merujuk pula pada konstitusi kita.

Konstitusi tentu merujuk pada pemenuhan hak kita, salah satunya hak dalam menyalurkan pendapat dan ikut dalam pemilu.

Jika ada ambang yang demikian besar, sampai dengan 20 persen, tentu sulit bagi kita hendak mengajukan seseorang yang kita lihat punya rekam jejak yang baik, punya akhlak yang mulia, punya basis kompetensi yang jelas, dan punya pengalaman memimpin di beberapa level pemerintahan.

Maka itu, sudah benar ada pihak yang mengajukan gugatan atas aturan ambang batas ini. Dibuat aturan boleh, tapi jangan sampai menghilangkan potensi orang untuk menjadi yang terbaik di Indonesia.

Kalau terus begini, presidential threshold itu hanya parasit bagi demokrasi Indonesia. Sekarang dan untuk selamanya. Pahit. [Adian Saputra]

Foto pinjam dari sini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun