Beberapa kali pengurus masjid di tempat saya mewanti-wanti agar jamaah tidak menggunakan kaus oblong ketika salat berjamaah. Apalagi kaus oblong yang di bagian punggungnya ada tulisan atau gambar.
Ini bertujuan untuk memaksimalkan kekhusyukan orang dalam beribadah. Maka itu, dijaga agar penampakan di punggung orang tidak mengganggu konsentrasi ibadah jamaah di belakangnya.
Tapi tetap ada jamaah yang salat ke masjid menggunakan kaus. Saya salah satunya. Kalau ditanya alasannya tentu kesimpelannya.
Saya tergolong orang yang cepat panas. Cepat panas dalam artian denotatif. Panas memang iya karena saya cepat sekali berkeringat.
Menggunakan kaus membuat saya dan mungkin beberapa jamaah lain lebih rileks dalam salat. Toh kaus oblong yang sejauh ini saya gunakan kualitasnya bagus.Â
Beberapa bahkan kiriman dari Litbang Kompas dengan tulisan depan "Kolaborasi" dan "Rekoneksi". Saya responden tetap koran Kompas saban minggu. Makanya dapat beberapa suvenir dari Litbang Kompas.
Jadi, kalau secara tampilan, masih layak dan cakap juga untuk dipakai menyembah ke hadirat Yang Maha Kuasa. Entahlah kalau ada teks dalil yang secara rigid pernah dijelaskan Nabi bahwa tak boleh mengenakan kaus oblong.
Pun demikian dengan celana jeans beragam merek. Mau merek dari pabrikan terkenal atau bikinan di tailor yang banyak di pinggiran jalan protokol kota.
Demikian juga untuk wilayah kampus. Sepertinya nyaris semua kampus melarang mahasiswa untuk belajar mengenakan kaus oblong dan celana jeans. Dosennya juga apalagi, dilarang superkeras.
Saya pernah lima tahun menjadi dosen luar biasa atau dosen tamu di UIN Raden Intan Lampung. Saya diminta mengajar mata kuliah Jurnalistik Islami untuk mahasiswa semester III Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi.Â