Corona virus yang cepat menyebar dan mematikan. Akan tetapi, dengan mencuci tangan dengan sabun, corona ambyar. Zelly Nurachman, guru biokimia Fakultas MIPA ITB, menulis demikian di halaman Opini Kompas 4 Juni 2020.
Jadi, mencuci tangan sebagai perlambang paling sederhana dari bentuk sanitasi adalah senjata utama kita saat ini dalam melawan corona.
Dalam konteks Islam yang sekelumit tadi disebut, juga makin relevan dari pengajaran soal kebersihan yang diterima santri di pondok pesantrennya.
Dalam Seminar Nasional Kampus Islam Berkelanjutan bertema "Greening your Campus, Greening your Life", (mantan) Rektor UIN Raden Intan Lampung Moh Mukri bercerita.
Kata Mukri, pelajaran pertama para santri di pesantren adalah bab thoharoh alias bersuci. Macam-macam air dibahas, mekanisme wudu, mandi, dan semua ihwal kebersihan dibahas.
Ini membuktikan bahwa memang dimensi sanitasi, dimensi kebersihan dalam agama kita merupakan hal yang urgen dan asasi. Saya memaknainya, inilah tradisi kita dahulu yang mestinya dijaga.
Jauh sebelum WHO merumuskan protokol kesehatan pencegahan covid-19, agama, budaya, dan kebiasaan kita saban hari sudah menguatkan posisi menjaga kebersihan itu.
Ujar-ujar orang tua kita dulu pun dengan jelas menyatakan, lebih baik mencegah daripada mengobati.
Dulu, orang di kampung-kampung mempunyai gentong air di depan rumah. Isinya air bersih.
Ada gayung dan sabun. Kalaupun tak ada sabun, gentong berisi air bersih ada di depan rumah.
Jika si empunya rumah keluar, saat pulang ia akan membersihkan tangan dan kakinya di situ sebelum memasuki kediaman. Demikian pula mereka yang bertamu, diwajibkan membasuh tangan dan kaki sebelum masuk.