Siapa sih yang tidak suka dikasih bonus. Di perusahaan, khususnya yang sudah bonafide dan sahamnya sudah di bursa, memang bagusnya ada bonus. Soal diberikan kepada semua karyawan atau kepada mereka yang punya prestasi khusus, itu bisa dibicarakan. Dengan adanya bonus akhir tahun, karyawan akan berusaha semakin meningkatkan kinerja dan kreativitas mereka. Kalau tahun ini tidak dapat, ada harapan tahun depan dapat.
Adanya acara pembagian bonus akhir tahun ini, secara psikologis membuat harapan besar dari wadyabala kantor. Semua karyawan akan berpikir kantor kita baik-baik saja dan ada kans maju pesat tahun depan. Tapi kalau sampai jelang akhir tahun, sepi-sepi saja, tak ada isu ada bonus akhir tahun, jiwa karyawan juga relatif biasa. Ia akan berpikir, ya sudahlah, mungkin kantor sedang sulit karena baru mau bangkit usai dihajar covid.
Jika perusahan siap dan memang memungkinkan, kabari saja di awal tahun nanti, bahwa akhir 2023 ada bonus akhir tahun yang diberikan sama kepada semua karyawan. Atau kalau belum memungkinkan semua, ya silakan diumumkan bonus akhir tahun akan diberikan kepada 10 karyawan terbaik dari semua divisi. Mantap, bukan?
Percayalah, informasi soal bonus akhir tahun, apa pun skemanya, pasti disambut sukacita. Kalau sudah begitu, dan bagian SDM kasih info ada outing, hakulyakin semua menerima. Bungkus.
Banyak sih yang bilang kalau kerja itu selain soal gaji juga ada untuk pengembangan diri, menambah pengalaman, dan sebagainya. Ada juga yang sering ngomong kalau kerja itu jangan semata-mata soal gaji. Iya kok benar itu semua. Namun, nawaitu orang untuk kerja itu ya pendapatan alias gaji. Ditambah dengan segala insentif untuk ia bisa hidup layak bersama keluarga. Kalau belum apa-apa sudah diwanti-wanti kalau kerja itu bukan sekadar persoalan gaji, ya repot juga.
Selama dua tahun ini memang kantor banyak yang berbenah setelah dua tahun dihajar pandemi. Ada sih yang bertahan bahkan naik dari sisi keuntungan. Tapi pukul rata, semua sulit di dua tahun masa pandemi.
Namun, demikian, kenaikan gaji yang teratur akan membuat karyawan merasa dihargai. Bahwa biaya hidup tiap tahun naik. Pemerintah pun bikin aturan upah minimum itu untuk ditaati. Namun, soal gaji ini memang kompleks. Kantor yang memasang palfon gaji sekian, kadang enteng saja bilang ke karyawan. Kalau kamu sudah tidak mau kerja di sini lagi dengan gaji sekian, silakan saja keluar, masih banyak yang mau kerja di sini.
Sebagai bekas karyawan, pernah juga kerja dan dikasih saham, serta sekarang mengelola usaha sendiri meski kecil-kecilan, saya memahami begitu kompleksnya soal gaji ini. Apalagi bagi unit usaha yang baru merintis, pasti ada riak-riak yang dialami. Demikian juga perusahan besar. Apalagi kantor yang tidak cepat beradaptasi dengan situasi dan kondisi lingkungan serta teknologi. Begitu ada perubahan dan korporasi tak siap, bisa runyam urusan. Ya paling mudah jadi contoh Nokia deh. Dulu kayak mana, sekarang kayak mana.
Maka itu, saat perencanaan, manajemen perusahaan sudah bisa mengukur apakah tiap tahun bisa menaikkan gaji karyawan. Selain wujud penghargaan kepada mereka, juga taat dengan aturan pemerintah soal upah. Mesti benar-benar dikalkulasi matang, apakah semua sumber pendapatan bisa memenuhi itu semua. Termasuk biaya rutin, produksi, pemasaran, dan lainnya.
Satu yang bikin sulit kantor menaikkan gaji adalah karena jumlah pekerjanya ternyata kebanyakan. Ada kapasitas mereka yang belum optimal. Istilah kata, ada kerjaan yang mestinya bisa dilakukan satu orang tapi ini dikerjakan 2 sampai 3 orang. Kalau ada evaluasi soal itu, mesti ada penyesuaian. Nanti akan ketemu jumlah ideal pekerja disesuaikan dengan item pekerjaan.Â