Mohon tunggu...
Adian Saputra
Adian Saputra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Menyukai tema jurnalisme, bahasa, sosial-budaya, sepak bola, dan lainnya. Saban hari mengurus wartalampung.id. Pembicara dan dosen jurnalisme di Prodi Pendidikan Bahasa Prancis FKIP Unila. Menulis enggak mesti jadi jurnalis. Itu keunggulan komparatif di bidang kerja yang kamu tekuni sekarang."

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Bagaimana Jurnalis Bekerja di Media Massa yang Dimiliki Ketua Umum Partai?

21 Desember 2022   06:17 Diperbarui: 21 Desember 2022   16:00 720
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bahwa kemudian sesekali dapat tugas meliput kegiatan partai atau caleg yang berafiliasi dengan partai bos medianya ya silakan saja. Namanya saja penugasan, mesti dijalani dengan baik dan profesional.

Dalam biografi Karni Ilyas yang berjudul Lahir untuk Berita, Karni Ilyas bilang begini. Tidak ada media massa yang bersih dari intervensi. Termasuk dari pemilik. Jangankan dari pemilik, kawan kita saja kadang sering mengintervensi. Misalnya, ada teman bikin kegiatan seminar. Ia tahu kita wartawan. Ia kemudian meminta kita dengan setengah memaksa untuk meliput acara yang ia adakan. Itu juga bentuk intervensi.

Makanya, ujar Karni, tinggal kita pintar-pintar bersiasat agar kerja jurnalisme kita tetap mengedepankan urusan publik dengan tetap menjaga nama baik perusahaan. Karni pasti paham itu karena ia masih di jajaran elite TVOne yang pemiliknya juga orang partai, Aburizal Bakrie. Soal lumpur Lapindo, Karni kenyang dengan itu.

Bagaimana ia bisa menyiasati agar berita soal lumpur Lapindo yang berkenanan dengan owner, termasuk hak masyarakat di sana terwartakan. Di satu sisi ia mesti juga menjaga muruah media massa yang ia pimpin. Peribahasa orang Minang, "Pandai-pandai meniti buih, selamat badan sampai ke seberang."

Sebetulnya di media massa lokal juga acap terjadi. Misal ada koran yang bos besarnya menjadi caleg. Maka, "wajar" kalau saban hari muka bos dengan balutan baju partai dan nomor urutnya terpampang di halaman depan. Itu bagian dari ikhtiarnya memaksimalkan media massa yang ia punya sebagai alat untuk kampanye. Tinggal pasang garis api alias firewall untuk membedakan antara berita dan iklan.

Setakat ini, kita bisa memahami persoalan ini dengan baik dan dari beragam sudut. Dengan begitu, kita bisa menilainya dengan jernih. Jika memang hasil analisis kita menyatakan media massa tidak bisa dimiliki ketua umum partai, itu hak pribadi kita juga. Termasuk dengan tidak menonton siaran dari televisi yang pemiliknya ketua umum partai.

Yang jelas, jurnalis yang berada di dalamnya jangan dicaci dan dinyinyiri. Ia hanya bekerja dengan independensi yang tinggi dan profesionalitas yang mumpuni. Ia murni pekerja profesional. Bahwa kebetulan ia bekerja di perusahaan yang mana pemiliknya adalah ketua umum partai, itu sudah suratan. Wallahualam bissawab saja menjawabnya. [Adian Saputra]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun