Mohon tunggu...
Adian Saputra
Adian Saputra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Menyukai tema jurnalisme, bahasa, sosial-budaya, sepak bola, dan lainnya. Saban hari mengurus wartalampung.id. Pembicara dan dosen jurnalisme di Prodi Pendidikan Bahasa Prancis FKIP Unila. Menulis enggak mesti jadi jurnalis. Itu keunggulan komparatif di bidang kerja yang kamu tekuni sekarang."

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Ibuku Wartawan Pengajian

18 Desember 2022   19:40 Diperbarui: 19 Desember 2022   06:36 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Nunung Nurdiah, itulah nama ibu saya. Kelahiran April 1955. Ibu pensiunan guru tahun 2015. Ia memperoleh gelar sarjana tahun 2012, tiga tahun sebelum ia pensiun. Cerita soal menjadi sarjana luar biasa menarik. Menempuh pendidikan PGSD pada saat usia senja. Namun, semangatnya luar biasa. Banyak yang tak sangka ibu sudah pensiun karena tampilannya awet muda.

Dulu, waktu saya SMA, sering ada teman menginap. Maklum saya aktif di OSIS dan Rohani Islam. Beberapa teman sering menginap kalau ada kegiatan dan kami rapat di rumah. Beberapa kakak kelas juga sering datang mengobrol kemudian bermalam.

Ibu tipikal perempuan yang gesit, supergesit malahan. Tak ada ceritanya kawany yang bermalam di rumah saya itu kelaparan. Subuh usai azan berkumandang, ibu sudah siap di dapur. Dulu masih pakai kompor minyak. Tiga kompor hidup semua.

Satu menanak nasi, satu menggoreng kerupuk dan telur, satu lagi memasak sayur atau tumisan. Saat kami selesai subuhan, sarapan pagi sudah siap. Kawan-kawan dan kakak kelas pada kagum. Sepagi ini mereka sudah bisa sarapan dan menikmati teh manis.

Ibu juga senang bersilaturahmi. Ada saja kenalannya. Baik di kampus maupun pergaulan keseharian. Ibu suka memberi kepada siapa saja. Kadang malah agak berlebihan. Kini ia sudah pensiun. Aktivitasnya saban hari menjadi wartawan? Ya wartawan meski tidak dalam kategori yang beneran.

Ibu suka mencatat apa saja. Terutama kalau sedang pengajian. Ia khidmat menyimak segala macam isi pengajian. Dengan buku besarnya ia menulis apa saja yang ia dengar. Kalau tak paham, ia pasti bertanya. Catatan di dalam buku acap ia ketik di WhatsApp kemudian dibagikan ke grup pengajiannya. Oh iya, ibu sekretaris kelompok pengajian PSKT, singkatan dari Pengajian Sosial Kerukunan Tetangga, di Masjid Istiqomah, Kelurahan Tanjungagung, Bandar Lampung.

Para ustaz yang mengisi juga kagum dengan ibu. Beberapa di antaranya sering kasih pujian.

"Tuh, ibu-ibu, kalau kayak Bu Nunung semua, pasti masuk semua materi pengajiannya. Karena dicatat dan enggak lupa. Kalau lupa, dibuka lagi catatannya," kata Ustaz Subni yang acap mengajar di kelompok pengajian ibu dan teman-temannya.

Ibu tekun menyimak paparan apa saja yang ia dengar dan ikuti. Kadang informasi dari Youtube juga ia catat dengan telaten. Tapi ringkasan catatan dia jangan dibandingkan dengan jurnalis profesional ya, hehehe. Menulis di WhatsApp ibu ada keunikan. Ia hanya menggunakan telunjuk kanan. Ia tidak mahir menggunakan dua telunjuk untuk mengetik di ponselnya. Alhasil, kadang ada kata yang enggak nyambung. Tapi jika disimak lama-lama ya akhirnya kita paham juga.

Kegemaran ibu menjadi wartawan pengajian ini menguntungkan teman-temannya di pengajian. Kadang ada yang lupa materi apa, tinggal buka di grup. Ibu sudah membuat intisari apa yang disampaikan pengajar.

Kebiasaan ibu ini sebetulnya sudah sejak lama. Ia memang tekun dalam mencari ilmu. Catatan di rumah sangat banyak. Bahkan, ia sering menyalin teks Alquran ke dalam huruf latin untuk mudah dihafalkan. Di tembok rumah kami entah sudah berapa kertas ia tempelkan. Entah itu doa, bacaan ayat Alquran, dan lainnya.

Waktu ibu masih aktif mengajar, ia juga punya keunggulan komparatif ketimbang guru lain. Karena ibu suka dan mahir menjahit, kelasnya rapi sekali. Ia bawa dari rumah taplak meja dan hiasan lain. Yang mencengangkan, ia latih siswanya menghafal selawat-selawat dan surat dalam Alquran.

Pernah suatu waktu ibu menjadi pembina upacara. Sebelum memberikan sambutan, ia meminta anak-anak didiknya membaca serentak surat Al Waqiah dan selawat Nariyah. Kepala sekolah dan guru lain geleng-geleng kepala. Siswa kelas ibu tampil luar biasa.

Ibu kini hidup berdua dengan ayah, kami tiga saudara memanggilnya Papi. Papi dan ibu hidup berdua di rumah masa kecil kami. Saya saban hari ke sana. Kamar depan tempat saya tidur dulu saya sulap jadi kantor kecil. Adik saya dua orang. Satu di kabupaten lain, satu lagi jauh di Sampit, Kalimantan Tengah. Paling saat Lebaran kami kumpul lengkap. Papi dan ibu kini punya enam cucu, mau tujuh sekarang.

Ibu sering rewel kalau ia ada kegiatan dan mau diberitakan. Mungkin tahu anaknya mengelola situs berita, ia acap memberikan berita juga. Saya yang kemudian memolesnya. Tapi belum pernah ibu memberi saya tugas menulis berita dari rangkuman catatan pengajiannya, hehehe.

Kalau saya perhatikan, ada beberapa langkah ibu ketika mencatat materi pengajian.

Pertama, ia pendengar yang saksama. Kalau sedang pengajian atau ada acara, ibu fokus. Tidak melakukan hal lain di luar konteks pengajian. Karena saksama menyimak, ia bisa mencatat dengan baik.

Kedua, ia mencatat semua hal berdasar poin per poin. Ibu sering menggunakan numerik ketika mencatat. Ia senang memberikan penomoran untuk mempermudah materi yang ditulis. Ini memudahkan karena sudah ada poin yang bakal membantu.

Ketiga, ibu memindahkan catatan ke tulisan di WhatsApp. Dengan memindahkan catatan dari buku besar ke WhatsApp, makin membuat ibu ingat apa saja yang disampaikan pemateri. Tak heran kalau ustaznya lupa materi pengajian apa pekan lalu, ia akan bertanya kepada ibu.

Keempat, ibu menghafal ringkas hasil catatan itu. Ibu punya kebiasaan untuk menghafal poin-poin yang ia tulis. Hal itu membuatnya makin mendalami materi pelajaran dalam pengajian. 

Sebagai ibu sekaligus nenek yang sarat aktivitas, ibu tentu memerlukan produk kecantikan yang membuatnya tetap segar. Ibu memang tak sering menggunakan kosmetik. Ia hanya memulas wajahnya kala ada acara, baik menghadiri pengajian maupun kondangan. 

Meski begitu, ia tetap membutuhkan produk kecantikan agar ia tetap segar dalam menjalani aktivitas keseharian. Itulah sekelumit cerita ibuku yang wartawan pengajian. [Adian Saputra]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun