Waktu ibu masih aktif mengajar, ia juga punya keunggulan komparatif ketimbang guru lain. Karena ibu suka dan mahir menjahit, kelasnya rapi sekali. Ia bawa dari rumah taplak meja dan hiasan lain. Yang mencengangkan, ia latih siswanya menghafal selawat-selawat dan surat dalam Alquran.
Pernah suatu waktu ibu menjadi pembina upacara. Sebelum memberikan sambutan, ia meminta anak-anak didiknya membaca serentak surat Al Waqiah dan selawat Nariyah. Kepala sekolah dan guru lain geleng-geleng kepala. Siswa kelas ibu tampil luar biasa.
Ibu kini hidup berdua dengan ayah, kami tiga saudara memanggilnya Papi. Papi dan ibu hidup berdua di rumah masa kecil kami. Saya saban hari ke sana. Kamar depan tempat saya tidur dulu saya sulap jadi kantor kecil. Adik saya dua orang. Satu di kabupaten lain, satu lagi jauh di Sampit, Kalimantan Tengah. Paling saat Lebaran kami kumpul lengkap. Papi dan ibu kini punya enam cucu, mau tujuh sekarang.
Ibu sering rewel kalau ia ada kegiatan dan mau diberitakan. Mungkin tahu anaknya mengelola situs berita, ia acap memberikan berita juga. Saya yang kemudian memolesnya. Tapi belum pernah ibu memberi saya tugas menulis berita dari rangkuman catatan pengajiannya, hehehe.
Kalau saya perhatikan, ada beberapa langkah ibu ketika mencatat materi pengajian.
Pertama, ia pendengar yang saksama. Kalau sedang pengajian atau ada acara, ibu fokus. Tidak melakukan hal lain di luar konteks pengajian. Karena saksama menyimak, ia bisa mencatat dengan baik.
Kedua, ia mencatat semua hal berdasar poin per poin. Ibu sering menggunakan numerik ketika mencatat. Ia senang memberikan penomoran untuk mempermudah materi yang ditulis. Ini memudahkan karena sudah ada poin yang bakal membantu.
Ketiga, ibu memindahkan catatan ke tulisan di WhatsApp. Dengan memindahkan catatan dari buku besar ke WhatsApp, makin membuat ibu ingat apa saja yang disampaikan pemateri. Tak heran kalau ustaznya lupa materi pengajian apa pekan lalu, ia akan bertanya kepada ibu.
Keempat, ibu menghafal ringkas hasil catatan itu. Ibu punya kebiasaan untuk menghafal poin-poin yang ia tulis. Hal itu membuatnya makin mendalami materi pelajaran dalam pengajian.Â
Sebagai ibu sekaligus nenek yang sarat aktivitas, ibu tentu memerlukan produk kecantikan yang membuatnya tetap segar. Ibu memang tak sering menggunakan kosmetik. Ia hanya memulas wajahnya kala ada acara, baik menghadiri pengajian maupun kondangan.Â
Meski begitu, ia tetap membutuhkan produk kecantikan agar ia tetap segar dalam menjalani aktivitas keseharian. Itulah sekelumit cerita ibuku yang wartawan pengajian. [Adian Saputra]