Seberapa sering kita menggunakan gawai atau gadget ketimbang bercengkerama dengan anggota keluarga di rumah? Mana lebih besar persentase bersenda gurau dengan istri dan anak-anak kala di rumah dengan kebiasaan memegang gawai dan memainkan fitur-fitur di dalamnya?
Pertanyaan ini, jika ditujukan kepada saya, mesti jujur diakui, lebih banyak memegang gawai ketimbang secara riil bersama keluarga meski berada di rumah? Alasannya, buat saya, cukup "kuat". Pekerjaan sebagai jurnalis dan mesti mengecek grup WhatsApp, artikel berita di portal berita yang saya pimpin yakni jejamo.com, serta mengecek surat elektronik. Semua tersedia di gawai Samsung J5 yang sampai dengan sekarang belum lunas itu, hehehe.
Mungkin itu sebuah pembenaran. Jika dipojokkan dengan pertanyaan itu, saya hanya menjawab dengan pelan: ya itu benar. Di rumah, mestinya waktu lebih banyak dimanfaatkan dengan bercanda dengan anggota keluarga.
Kehangatan dalam keluarga akan tercipta saat setiap anggota keluarga mematikan gawai dan berkumpul bersama, bercerita pengalaman hari itu, tertawa bersama, sampai dengan aktivitas fisik layaknya ayah dan ibu kepada anak-anak mereka.
"Gawai, dan media sosial yang tertanam di dalamnya, kadang menjauhkan yang dekat, mendekatkan yang jauh," demikian kata Any Nurhayaty, seorang dosen psikologi Universitas Muhammadiyah Lampung, saat didapuk menjadi pembicara pada Nangkring Kompasiana bertema Hari Keluarga Nasional (Harganas) di Hotel Horison, hari Kamis lalu, 13 Juli 2017.
Any seorang doktor psikologi lulusan UGM. Saat memberikan paparan di depan seratusan peserta kopi darat itu, ia mengutarakan gagasannya secara teratur dan enak didengar. Any juga melengkapi paparannya dengan salindia atau slide yang bagus.
Any bilang, anak muda sekarang kadang berlebihan dalam memanfaatkan gawai dan media sosial. Secara berseloroh ia mengatakan, naik ke anak tangga yang satu kemudian berswafoto atau selfie. Nanti naik anak tangga berikutnya, swafoto lagi. Hadirin pun merepons dengan tertawa renyah, sama renyah dengan kudapan yang sedang mereka nikmati saat mendengar paparan ibu dengan dua anak itu.
Any menuturkan, media sosial sekarang memang merenggut kehangatan di dalam keluarga. Kadang menanyakan anak saja di dalam kamar, seorang ibu mengirim pesan di fitur WhatsApp. Padahal, apa susahnya mengetuk pintu kamar anak dan bertanya, "Nak, sudah makan belum? Kalau belum makan, makanlah dahulu."
Saya jadi teringat kalau temu alumni. Sudahlah susah-susah mencari waktu yang pas untuk bertemu, saat ketemu, setiap orang malah sibuk dengan gawainya masing-masing. Esensi sebuah silaturahmi atau pertemuan menjadi hilang. Maka saat saya dan kawan-kawan sepakat bertemu, yang pertama kami lakukan adalah meletakkan gawai di tengah meja atau setidaknya menahan diri untuk tidak gatal mengoperasikan ponsel pintar itu.
Any menjadi pembicara bersama dua pembicara lainnya. Mereka adalah Ambar Rahayu, Deputi Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN Pusat, dan Blontank Poer, seorang narablog asal Klaten, yang sering menjadi pembicara perihal teknologi informasi dan komunikasi di banyak acara kopi darat narablog.