Pun demikian halnya dengan cerita yang ditulis Khairunisa Maslichul, berjudul Taryat Semakin Berdaya dengan Alia Chocolate. Anda bisa menyimak cerita utuhnya dari mulai halaman 122 sampai 132.
Taryat dan istrinya, Eli Darniati Kasmur, memang tidak mengawali kesuksesan mereka dari bisnis cokelat. Mereka berdua orang kantoran. Baru setelah pasangan ini beroleh anak pertama. Eli kemudian berhenti bekerja. Lantaran banyak waktu luang di rumah, Eli mencoba berbisnis membuat cokelat. Ikhtiar ini bermula dari kesukaan mereka terhadap makanan cokelat. Alhasil, bisnis ini pun dipilih. Passion pasangan ini rupanya pada kudapan manis dan enak ini.
“Jadi, saat melakukan bisnisnya pun kita pasti akan dengan senang dan sepenuh hati,” kata Taryat. (Halaman 123)
Awalnya tentu tidak mudah. Dari mindset pun mesti ada adaptasi. Dari orang gajian menjadi menggaji diri sendiri dan karyawan. Ragam cokelat pun mesti dipikir masak-masak. Mereka pilih yang kira-kira disukai pelanggan, wabilkhusus anak-anak. Variasi bentuk pun diciptakan.
Namun, tak semua pada awalnya mau ketitipan cokelat bertagline Alia Chocolate ini. Ada yang menolak. Tapi, itu tak membuat pasangan ini kendur. Rupanya mereka punya impian yang ditulis pada sehelai kertas sebagai pemotivasi.
Tiap kali semangat usaha mereka menurun, kertas tersebut menjadi pengingat untuk tetap tabah dan terus menjalani setiap tahapan bisnis yang harus mereka hadapi sehari-hari, baik prosesnya sulit maupun mudah. (Halaman 126).
Orang-orang pantang menyerah nan istimewa dalam buku ini tak melulu berkaitan dengan kebendaan, bisnis, atau sejenisnya. Ada juga yang mendarmabaktikan hidupnya sebagai relawan, dalam konteks kesehatan misalnya.
Bacalah kisah berjudul Milda Fitriawati Merasa Berarti dengan Jadi Kader Kesehatan yang ditulis dengan paripurna oleh Dody Kasman di halaman 16 sampai 23 ini.
Milda bukan seorang pebisnis. Ia juga tak memiliki usaha yang memproduksi barang tertentu. Milda adalah sukarelawan yang mengkhidmatkan diri sebagai kader kesehatan.
Ia bukan dokter, tapi daya analisisnya kadang menjadi penyejuk sekaligus “obat” buat para pasiennya. Milda pun tak memberikan resep. Ia “hanya” memeriksa tensi darah para tetangga, hingga memberikan tips menjaga kesehatan. Namun, itu semua punya kontribusi yang besar terhadap pembangunan di daerah tempat ia tinggal: Kecamatan Kraksaan, Kabupaten Probolinggo.
Warga kini mempunya sahabat kesehatan yang bisa ditemui kapan saja, bahkan saat malam, saat di mana Milda dan keluarga beristirahat. Begitulah perjuangan seorang Milda. Ia proaktif. Warga tak hanya saat pusing memeriksakan tensi. Dalam kondisi normal pun mereka minta diperiksa. Kesehatan dijaga betul. Benarlah kata peribahasa, mencegah itu lebih baik daripada mengobati.