Mohon tunggu...
Adian Saputra
Adian Saputra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Menyukai tema jurnalisme, bahasa, sosial-budaya, sepak bola, dan lainnya. Saban hari mengurus wartalampung.id. Pembicara dan dosen jurnalisme di Prodi Pendidikan Bahasa Prancis FKIP Unila. Menulis enggak mesti jadi jurnalis. Itu keunggulan komparatif di bidang kerja yang kamu tekuni sekarang."

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jangan Menyerah, Ibrah Buku “Hidup yang Lebih Berarti” nan Berkah

20 Mei 2016   20:49 Diperbarui: 21 Mei 2016   08:27 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Namun, itulah sisi tak menyerah dari Hanggono dan istri. Usai bertahun-tahun berikhtiar, kesuksesan akhirnya menyinggahi Hanggono. Getuk Marem kini menjadi penganan terkenal. Getuk kini naik kelas. Maqamnya sudah tinggal landas. Ia tak lagi menjadi makanan kampung belaka, tapi sudah bersaing dengan jenis snack ala Barat.

Sisi pantang menyerah, mungkin jauh lebih dahsyat dilakukan seorang Suwono yang kisahnya ditulis secara apik oleh Nanang Diyanto, dengan judul “Suwono Ubah Kotoran Manusia Jadi Pupuk Organik”. Semoga saat Anda membaca resensi ini, tidak selepas makan malam, hehehe.

Judul di artikel halaman 26 sampai 36 ini memang rada “seram”. Bayangkan saja, kotoran manusia alias feses, alias tinja. Dan bagaimana mungkin juga bisa memetamorfosiskan tinja ini menjadi pupuk organik yang ujung-ujungnya dipakai sebagai sumber nutrisi bagi padi yang menjadi makanan pokok sebagian besar orang Indonesia?

Namun, di situlah letak keunikan cerita ini. Ketidaklaziman membuat cerita dalam buku ini menarik untuk disimak. Rugi jika tidak membacanya hingga kelar sehingga di khatimah cerita kita akan manggut-manggut mengerti dan mungkin tak jijik lagi....

Frasa “jangan menyerah” juga kentara betul dalam cerita Suwono ini. Betapa tidak, dimulai dari usaha penyedotan septic tank yang dijalankan Suwono, ia kemudian menemukan bentuk lain dari pemanfaatan tinja ini. Setelah difermentasi dengan tetes tebu, “pupuk” itu kemudian ia gelontorkan ke sawah miliknya. Petani lain geger. Hasil sawah Suwono lebih baik daripada petani lain.

Makin heboh saat orang mengetahui, pupuk organik Suwono asal muasalnya dari tinja. Huek. Barangkali demikian pendapat orang.

Supaya mendapat kesahihan atas ikhtiar yang ia buat, Suwono lantas mengecek pupuk organiknya itu ke Dinas Ketahanan Pangan Ponorogo dan laboratorium Universitas Gadjah Mada. Hasilnya sungguh mencengangkan. Padi hasil sawah yang diberi pupuk organik berasal tinja tadi punya kandungan gizi yang mantap. Toksin atau kandungan zat berbahaya padi ala Suwono lebih rendah ketimbang pupuk kimia yang lazim dipakai petani.

Suwono kini mencicipi nikmatnya hasil berjuang dan sikap tak menyerah. Padinya kini punya banderol harga yang lumayan. Ia juga mencantumkan kandungan gizi di kemasan padi yangia hasilkan. Penyuka makanan sehat dan organik bersyukur ada padi Suwono yang pupuknya organik. Andai Suwono waktu itu menyerah, bukan tak mungkin ia seperti sekarang dan menjadi mentor untuk banyak petani di lingkungan sekitarnya.

Pak Suwono, tulis Nanang, menganggap sifat tanah itu seperti manusia, yang ingin disayang, diperhatikan, tidak mau disakiti, dan minta dijaga dari kerusakan. Begitu pula tanaman, mempunyai ciri dan karakter, kapan waktunya bertunas, berdaun, berbuah, dan berakhir. Manusia terlalu serakah. Belum waktunya bertunas, tanaman dipaksa bertunas dengan obat kimia; belum waktunya berdaun, dipaksa berdaun dengan obat kimia; belum waktunya berbunga, dipaksa berbunga; belum waktunya berbuah, dipaksa berbuah dengan segala rekayasa. Manusia seharusnya belajar dan mengerti kemauan tanah dan tanaman sehingga tanah dan tanaman mau mengikuti kemauan manusia. (Halaman 32-33).

Satu benang merah yang juga bisa kita ringkas dalam 20 cerita di buku ini adalah mengerjakan sesuatu itu mesti dengan passion. Tanpa itu, rasanya memang sulit. Semua yang dilakoni oleh 20 narasumber utama dalam buku ini, plus istri dan keluarga mereka tentu saja, berawal dari kesukaan mereka terhadap aktivitas itu.

Minat, hasrat, dan kesukaan mereka terhadap bisnis atau upaya yang mereka lakukan adalah sumber energi yang tak terbantahkan. Dua cerita di atas tadi adalah buktinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun