Mohon tunggu...
Adian Saputra
Adian Saputra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Menyukai tema jurnalisme, bahasa, sosial-budaya, sepak bola, dan lainnya. Saban hari mengurus wartalampung.id. Pembicara dan dosen jurnalisme di Prodi Pendidikan Bahasa Prancis FKIP Unila. Menulis enggak mesti jadi jurnalis. Itu keunggulan komparatif di bidang kerja yang kamu tekuni sekarang."

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Darojat-Susi Bikin “Pesantren” Kikis Stigma Kampung dari Maksiat ke Sholih-sholihat

30 Januari 2016   08:41 Diperbarui: 30 Januari 2016   19:39 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Saya sengaja demikian, Bang. Karena, saya cukup paham soal ini. TKA dan TPA ada sisi perbedaan. Maka, kalau dari awal tesnya enggak sesuai, mesti ikut aturan di sini. Kalau mesti TKA dulu ya harus. Kalau orangtuanya keberatan, kami tak memaksa,” kata Darojat yang biasa disapa Pakde oleh para muridnya.

[caption caption="Ruang belajar di lantai atas yang baru dibangun Darojat dan Susi. "]

[/caption]Saat pelaksanaan pun, Darojat ketat. Untuk yang ngaji pagi, sebelum jam tujuh sudah ada di tempat. Kemudian duha bareng lalu mengaji. Yang jatah ngaji sore, waktunya jam tiga petang. Sebelum jam tiga petang, semua mesti hadir lalu salat asar berjamaah di musala dekat “padepokan” ini.

Awalnya, banyak orangtua yang tak setuju dengan cara yang demikian disiplin dari Darojat dan Susi. Tapi mereka sungkan bicara langsung dengan “suhu mengaji” itu.

“Aku kadang, Bang, yang jadi bahan curhat ibu-ibu. Ngomogin Pakde kok tegas amat, kan masih anak-anak. Banyak akhirnya yang enggak ngebolehin lagi anaknya ngaji di sini,” cerita Susi kepada saya.

Darojat bergeming. Mau mendidik anak yang saleh, pandai membaca dan menghafal Alquran memang demikian caranya. Darojat yakin dengan langkah yang ia siapkan. Ia adalah anak pondok yang lama mengaji. Ia tahu pula konsep dan tata cara pelaksanaan di lapangan.

“Saya mau serius di sini, Bang. Anak-anak mesti disiplin sedari dini. Termasuk untuk ngaji. Lagipula ini untuk kebaikan mereka semua,” lanjut Darojat.

Lambat laun, nama Al Faatih menjadi harum dan perbincangan. Anak-anak terbiasa disiplin mengaji. Anak-anak bahkan “marah” pada ibu dan ayahnya jika sampai tidak mau mengantar ke Al Faatih. Di rumah, salat lima waktu mereka terjaga dengan baik: berjamaah di masjid dan tepat waktu.

“Orangtua yang dahulu tidak membolehkan anaknya ngaji di sini, akhirnya balik. Kami terima dengan senang hati. Ibu-ibu kemudian pada tanya, si Pakde itu apa jampi-jampinya sampai anak-anak suka banget salat dan mengaji di rumah. Termasuk hafalannya banyak banget,” kata Susi sambil tertawa.

“Kalau rajin, sekurang-kurangnya setahun dapat hafal 1 juz. Ini malah ada yang mau dua juz. Untuk ukuran lembaga kecil seperti kami, prestasi itu alhamdulillah,” ujar Darojat.

Mem-Pesantrenkan Masyarakat, Memasyarakatkan Pesantren

Susi bercerita, ide membuat lembaga pendidikan Islam ini memang sudah lama ia impikan. Bahkan, sejak Susi masih gadis. Begitu menemukan jodoh, klop. Ibarat kata: botol ketemu tutup. Susi berjodoh dengan Darojat yang lulusan pesantren dan juga sarjana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun