Mohon tunggu...
Adian Saputra
Adian Saputra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Menyukai tema jurnalisme, bahasa, sosial-budaya, sepak bola, dan lainnya. Saban hari mengurus wartalampung.id. Pembicara dan dosen jurnalisme di Prodi Pendidikan Bahasa Prancis FKIP Unila. Menulis enggak mesti jadi jurnalis. Itu keunggulan komparatif di bidang kerja yang kamu tekuni sekarang."

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Terbitkan Miss Independent, Cara Cantik Hawra Dila Menepis Galau Kawula Muda

20 Mei 2015   23:10 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:46 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14321380641733131496

[caption id="attachment_384661" align="aligncenter" width="300" caption="Hawra Dila"][/caption]

Kita sudah lazim membaca betapa banyak anak gadis yang terenggut kehormatannya lantaran memberikan itu kepada pacar yang berjanji menikahi hingga mati. Betapa banyak remaja putri yang dengan mudahnya memberikan kegadisan kepada cowok tampan mereka untuk kemudian dicampakkan. Dan betapa banyak pula kita mendengar, membaca, dan memirsa banyak anak remaja yang sudah hamil meski akad nikah belum lagi diucapkan di depan penghulu. Tegasnya, dalam model percintaan anak zaman sekarang, perempuan selalu dalam posisi dirugikan. Lantas, galau melanda.

Jauh sebelum menjalani sebuah kisah percintaan, remaja putri memang punya kecenderungan menjadi galau. Anak zaman sekarang bilang, galau tingkat dewa. Begitu mereka suka dengan cowok, kadang akal sehatnya langsung tumpul. Berharap sekali ditembak alias dijadikan pacar. Ada yang menunggu dengan sabar. Tapi tak sedikit yang kelihatan makin lebay di hadapan perjaka anak orang. Pusing para gadis seharian memikirkan cinta yang tak kunjung datang bertandang.

Rupanya, banyaknya gadis yang galau merah jambu menerbitkan kekhawatiran tersendiri di benak Annisa Riauly Fadhillah. Gadis cantik beretnik Sunda kelahiran 11 Juni 1989 ini berhasrat mengejawantahkan keinginan Kartini agar kaum perempuan punya martabat. Dila, sapaan akrabnya, memang sudah lama punya hobi memberikan advis kepada tekan-temannya yang dilanda kasmaran kepada lawan jenis. Dila tak memungkiri, cinta memang manusiawi tumbuh di hati setiap jiwa. Tanpa cinta, orang takkan sempurna mengarungi kehidupan di alam fana. Namun, penempatan cinta secara proporsionallah yang membikin semuanya menjadi indah.

Alumnus FKIP Universitas Lampung ini memang sudah lama sering mendapat curhat para teman soal hubungan dengan lawan jenis. Dila memang suka mendengarkan dan memberikan nasihat yang membangun. Ponselnya acap berdering dari sejawat yang meminta masukan soal cowok yang sedang diidamkan. Pesan pendek juga sering ia terima dari remaja putri yang memang galau. Bahkan, dari mereka yang sudah berbadan dua hasil berhubungan dengan pacarnya.

Dila berusaha memberikan saran yang baik, tepat, argumentatif, namun tetap koridor kesantunan sehingga tidak menyakiti perasaan. Syukurnya, hampir sebagian besar orang yang ia berikan saran, bisa menerima dengan baik.

Untungnya, Dila termasuk yang rajin mencatat dan menulis. Ia merangkum semua pengalamannya dalam buku harian. Semakin hari, semakin banyak anak muda di Bandar Lampung yang membutuhkan saran Dila. Perempuan jelita ini juga rajin menganalisis tipikal para perempuan dalam menghadapi lawan jenis dan masuk dalam ranah percintaan. Dila dengan runut menuliskan idenya. Ia membagi tipikal setiap perempuan berdasar kecenderungan utama mereka dalam sikap pertama menghadapi lawan jenis.

Kadang Dila tertawa sendiri saat ia mengonstruksi tipikal para perempuan-perempuan itu. Hingga pada awal 2012, Dila selesai menyusun sebuah naskah yang hendak ia jadikan buku.

Dla tipikal perempuan yang keras hati. Tekadnya membaja. Bumi Parahiyangan ia tinggalkan demi studi di tanah Lampung yang mungkin secara kultur membuatnya matang dalam bersikap. Ibu tercintanya yang lama tiada, almarhum Iis Sumiaty, menjadikan Dila sejak dini piawai mengatur diri. Tidak manja dan bertanggung jawab. Rasa sayangnya kepada sang ayah, Endjang Suparman pun tak usah ditanya lagi karatnya. Ia mencintai ayahnya dengan segenap jiwa dan raga.

Dila punya kemampuan bahasa Inggris yang moncer sejak SMA di Jawa Barat. Tak heran, ia lulus dengan baik di Jurusan Bahasa Inggris FKIP Universitas Lampung.

Dila ingin, bukunya ini diterbitkan penerbit nasional. Ia yakin bisa. Beberapa teman setianya mendukung penuh. Kadang bayangan buku ini yang menjadi "kitab suci antigalau" yang beredar luas secara nasional, tergambar dalam pikiran. Namun, ada juga yang mengusulkan agar buku ini diterbitkan di tingkat lokal saja. Dila berkeras. Bahkan, ia sudah pasang target mahatinggi: Gramedia.

Seorang teman kemudian menolongnya membikinkan cover. Kini tugas Dila adalah mencari di mana kantor penerbit terkemuka itu. Dila buta Jakarta. Tapi ia tak kehilangan akal. SMS yang masuk ke ponselnya dari banyak remaja putri yang pernah mendapat advisnya makin membuatnya yakin. Teteh Dila, demikian sapaan sayang para remaja kepadanya.

Sampai di tanah Jakarta, Dila menghubungi seorang teman. Orangtua teman Dila itulah yang kemudian membuatkan semacam peta sederhana rute menuju Penerbit Gramedia. Bismillah, Dila memulai langkah. Dari satu bus ke bus lain. Dari satu angkot ke angkot lain. Kulit kakinya yang mulus sampai lecet lantaran bersepatu. Untungnya Dila acap membawa sandal jepit sehingga bisa digunakan tatkala sepatu tak bisa lagi diajak berkompromi.

Peluh membanjir, Dila sampai di titik akhir, gedung penerbit Gramedia. Ibarat anak kampung turun gunung, Dila takjub dengan gedung yang mentereng itu. Namun, bukan itu yang ia inginkan. Naskah di dalam tasnya itu yang sedang menanti masa depan. Usai salat zuhur di musala Gramedia, Dila mencari orang yang bisa ia tanya. Saat mematut diri di kaca dekat toilet, ia bertemu perempuan muda.

Dila tipikal perempuan yang ramah. Ia bertanya kepada wanita itu bagaimana cara memasukkan naskah ke Gramedia. Dila bahkan setengah memaksa ingin bertemu langsung dengan si editor yang berwenang dengan naskah itu. Ibarat peribahasa, pucuk dicinta ulam tiba. Perempuan yang sedang ia ajak mengobrol itu rupanya editor yang memang bertugas menyunting dan menilai buku-buku populer yang akan terbit. Namun, si editor berada dalam naungan Elex Media Komputindo, grup Gramedia. Dila tak soal.

"Enggak nyangka banget Kak aku langsung ketemu editornya. Masya Allah, dan itu memang aku sudah pikirkan sejak di luar tadi. Aku pikirkan semua yang positif dan Allah ternyata mengabulkan," kata Dila kepada saya beberapa waktu yang lalu.

Dila kemudian berbicara panjang lebar dengan editor perempuan itu. Si editor terkesima saat tahu Dila dari Lampung. Memang tidak jauh Lampung ke Jakarta. Tapi berupaya datang sendiri dan ngotot bertemu dengan editor, adalah sesuatu yang membuat editor itu tertarik. Tatkala Dila menyorongkan naskah buku itu dengan judul "Miss Independent", editor itu cukup tertarik. Inti cerita, Dila berhasil menyerahkan naskah itu kepada si penanggung jawabnya langsung.

Setelah bolak balik memperbaiki naskah, bahkan ngotot mempertahankan judul Miss Independent yang hendak diganti menjadi The Diamond of The World, naskah itu akhirnya terbit tahun 2013. Judul lengkapnya, Miss Independent, The Diamond of The World. Dila puas. Cita-citanya menerbitkan buku skala nasional terukir. Itu bahkan luar biasa karena jarang karya pertama seorang penulis, dari luar Jakarta pula, langsung tembus penerbit nasional.

"Doaku, aku yakin banget diijabah Allah. Doa kawan-kawan, para Miss Independent di Lampung, yang buat karya itu bisa terbit oleh Elex Media Komputindo," ujarnya.

Dila kemudian tumbuh menjadi salah seorang perempuan yang menginspirasi di Bandar Lampung. Kelas seminar yang ia isi makin banyak. Tawaran wawancara dengan media cetak dan televisi di Lampung makin sering ia terima. Dan tentu saja, ponselnya lebih sering mendapat panggilan masuk dan SMS. Ngomong-ngomong, apa sih selarik soal Miss Independent yang membuat Dila menjadi inspirasi perempuan muda di Bandar Lampung? Yuk, kita kuliti secukupnya.

Dila membagi pria dan wanita dalam relasi lawan jenis dengan empat tipikal: Mr dan Miss Innocent, Mr dan Miss Cruel, Womanizer dan Manizer, dan terakhir Mr atau Miss Independent.

Innocent punya sifat cinta itu buta. Logika buat orang dalam tipikal ini tidak begitu berpengaruh. Begitu jatuh cinta, semua tidak terkontrol. Ia dibutakan oleh cinta. Emosi meledak-ledak, dan berhasrat membahagiakan sepenuhnya pasangan. Ini mungkin baik. Tapi kadang orang di kuadran ini sampai mengorbankan diri sendiri. Sebagian perempuan muda yang jatuh ke dalam pelukan seorang laki-laki dan secara sadar menyerahkan kehormatannya, adalah contoh konkret para innocent.

Jika mereka ditinggalkan pasangan, galau mereka di atas rata-rata galau orang kebanyakan. Stres adalah sifat yang mudah melanda Mr dan Miss Innocent. Logika bahwa mereka harus mempertahankan kehormatan dan tetap masuk akal dalam memandang hubungan dua insan menjadi terpinggirkan.

"Para Mr dan Miss Innocent ini juga kadang meratapi nasib dan menyalahkan Tuhan. Dalam sesi seminarku, banyak loh Kak yang bercerita soal ini. Kadang ada yang sampai nangis curhat kepadaku habis sesi seminar. Rupanya ia pernah disakiti, bahkan sudah mengorbankan keperawanan kepada sang pacar yang kemudian meninggalkan," ujar Dila.

Karakter kedua ialah Mr dan Miss Cruel. Ini kebalikan dari para pengikuti Innocent. Di kuadran ini, seseorang lebih mempertimbangkan logika ketimbang perasaan dalam menjalani hubungan percintaan. Buat kelompok ini, punya pasangan atau tidak, tak terlalu penting.

" Kalau memandang cinta itu tidak terlalu penting, mungkin masih mendingan. Namun, jika sampai mereka menyakiti hati orang yang secara tulus mencintai, itu yang bikin saya geleng-geleng kepala," lanjut Dila.

Buat Miss Cruel, jatuh cinta itu tabu. Memiliki perasaan spesial kepada seseorang adalah sebuah kesalahan. Itulah sikap Miss Cruel. Ia tak mau membuka hatinya kepada mereka yang mencoba menjalin hubungan lebih spesial, bahkan menginginkan perkawinan.

Karakter ketiga adalah Womanizer dan Manizer. Ini karakter pria dan wanita yang menyalahgunakan logika dan perasaan demi kentungsn pribadi. Kalau kita akrab dengan istilah playboy atau playgirl, ya model yang beginilah si Womanizer dan Manizer ini.

Mereka tahu diri mereka memesona. Orang banyak yang suka dan jatuh hati. Lantaran itu, mereka mencoba menarik keuntungan dari pesona tersebut. Berkencan dengan pria atau wanita yang mereka suka, adalah kelaziman. Menariknya, mereka ini adalah relasi dari tipikal yang Dila kemukakan pertama dalam buku Miss Independent ini: Mr dan Miss Innocent.

Manizer atau playgirl adalah ratunya Miss Innocent. Ada beberapa Miss Innocent yang mengikuti gaya Manizer karena tertarik menjadi wanita penggoda. Bedanya, Manizer berhasil merayu pria dan menguras habis hartanya. Sebaliknya, Miss Innocent mudah luluh dengan rayuan pria sehingga para lelaki memanfaatkan keluguan mereka.

"Saya agak blak-blakan soal ini supaya bisa memberikan gambaran yang jelas kepada rekan remaja putri yang acap galau karena cinta," ujarnya.

Nah, yang diiinginkan dunia dan itu dirangkum oleh Dila adalah para Miss Independent. Karakternya mengedepankan logika dan perasaan. Miss Independent buat Dila adalah para perempuan yang mandiri, cerdas, percaya diri, dan mengenali jati diri serta punya prinsip yang kuat, termasuk dalam hal percintaan.

Mereka menghargai dan menyayangi pasangan setulus hati dengan tetap mengedepankan logika dan akal sehat. Buat Dila, Miss Independent ini permata dunia. "Indah dilihat, tidak mudah didapatkan. Namun, jika seorang pria mendapatkannya, ia akan menjadi sayap yang menjadikan pria itu sukses dan menjaga kepercayaan serta kehormatan dirinya," ujar Dila.

Miss Independent bukanlah cewek matre yang menguras isi ATM pasangannya. Juga bukan selalu menuntut kehadiran pasangan di setiap kesempatan. Juga bukan tipikal perempuan yang posesif dengan membatasi pergaulan pasangannya.

Buat Dila, dalam konteks keindonesiaan, sosok Miss Independent ia temukan dalam diri Ainun Habibie. Istri dari mantan Presiden BJ Habibie. Mengapa? Dila punya alasan yang kuat.

"Ibu Ainun selalu mendukung suami dengan sabar dan memulai semua dari nol. Ia juga perempuan yang mandiri dan pantang menyerah. Saat harus dioperasi, Ainun yang justru menghibur Habibie dan anak-anaknya. Dan Ainun pernah berbohong soal kanker yang ia derita karena saat itu Habibie tengah dibutuhkan Indonesia," kata Dila.

*

Kehadiran buku Miss Independent buat Dila adalah tonggak yang makin meneguhkan cara memotivasi generasi muda di Bandar Lampung. Dengan kehadiran buku ini, Dila makin mudah memberikan advis kepada banyak perempuan muda, tak hanya di Lampung, tapi juga seantero Indonesia.

"Alhamdulillah respons pembaca luar biasa. Mereka sering sapa saya via Twitter dan Facebook kalau mereka mendapatkan sesuatu usai membaca Miss Independent. Ahamdulillah sekali," ujar Dila seraya tersenyum. Manis.

Agar menghimpun semua mantan peserta seminar yang pernah ia isi, Dila membikin perkumpulan yang dinamakan Yayasan Miss Independent. Anggotanya adalah semua remaja putri yang pernah mengikuti seminar dan advis yang diberikan. Termasuk juga para pembaca bukunya itu.

"Setidaknya kalau sudah ada bukunya, teman-teman bisa mengambil pelajaran tanpa menghubungi saya secara langsung. Ini juga ungkapan terima kasih kepada mereka lantaran mereka juga buku ini bisa ditulis dan diterbitkan," ujarnya.

Dila makin semangat memberikan materi seminar dan saran serta nasihat. Ia ingin semua perempuan di dunia menjadi Miss Independent. Cinta tak boleh membutakan akal. Sebaliknya, logika tak melulu mengalahkan perasaan cinta yang memang sudah diciptakan Tuhan sejak manusia ada.

Hari-hari Dila sejak Miss Independent terbit cukup padat. Dari satu orang ke orang lain. Dari satu tempat ke tempat lain. Dari satu seminar ke seminar lain. Sembari menunggu datangnya Mr Independent yang bakal membawanya ke kehidupan berkeluarga. Salam buat kamu, Hawra Dila, Miss Independent.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun