Mohon tunggu...
Adian Saputra
Adian Saputra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Menyukai tema jurnalisme, bahasa, sosial-budaya, sepak bola, dan lainnya. Saban hari mengurus wartalampung.id. Pembicara dan dosen jurnalisme di Prodi Pendidikan Bahasa Prancis FKIP Unila. Menulis enggak mesti jadi jurnalis. Itu keunggulan komparatif di bidang kerja yang kamu tekuni sekarang."

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

"Gara-gara Pak Amien Rais, Tulisan Saya Tidak Dimuat"

8 Januari 2012   03:25 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:11 675
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Waktu Ngariung Blogshop Kompasiana di Bandung, 18 Desember 2011, Community Editor Kompasiana Iskandar Zulkarnain berbagi cerita soal tulisan yang HL, masuk Freez, dan menang lomba. Ini mungkin yang dimaksud dengan jargon "Esensi Bukan Sensasi". Kata Isjet, sapaan akrabnya, tulisan yang menjadi HL memang dipilih yang paling kuat, paling bagus, paling aktual. Akan tetapi, dalam rentang jam-jam tertentu, ada banyak tulisan bagus yang masuk. "Tulisan bagus di waktu yang tak tepat". Itu barangkali gambarannya. Jadi, sulit untuk mencari yang akan dijadikan HL. Akhirnya, mesti dipilih tulisan itu. Imbasnya, ada tulisan oke tapi tak masuk HL. Masuk akal kan?

Atau ada tulisan yang relatif biasa. Tetapi diposting pada jam di mana tak banyak tulisan bagus yang masuk. Dalam kondisi begini, Administrator juga sulit memilih karena input tulisannya kurang. Tapi, karena mesti dipilih, akhirnya ada yang dijadikan HL. Nah, kalau para Kompasianer terkaget karena tulisannya menjadi HL atau Terekomendasi di laman daring ini, mungkin ini kasusnya. Bukan tulisannya jelek, tapi tak terlalu kuat. Lantaran "pesaing" kurang, bisa jadi HL.

Nah, yang masuk Freez juga begitu. Ini kan soal masuk di koran. Tidak semua yang HL bisa masuk Freez. Redaksi juga mempertimbangkan apakah tulisan itu enak dibaca untuk pembaca koran. Sebab, pembaca Kompas bisa jadi tak melulu beririsan dengan pembaca Kompasiana. Maka, kata Isjet, penentuannya acap bergantung penilaian Administrator, mana yang layak masuk halaman Freez. Saya kira soal "selera" ini menentukan juga. Intuisi orang kan berbeda. Intuisi jurnalis media juga berbeda. Yang kita kira bakal masuk Freez, eh ternyata tidak. Yang biasa-biasa saja, tapi kontennya cocok buat koran, mungkin masuk Freez. Intuisi jurnalis boleh jadi sedikit lebih "tajam" ketimbang bloger pada umumnya. Dunia media cetak kan berbeda dengan dunia maya.

Dari penjelasan ini, kita bisa memahami betapa banyak alasan sebuah tulisan diterbitkan di koran atau masuk HL dan di-kompas-kan ke Freez. Selera, ya soal selera. Intuisi di sini ikut menentukan. Juga soal yang menang lomba.

Saya alhamdulillah pernah sekali juara Bloshoptips edisi Juli. Dalam rentang itu, saya memang punya target menang. Makanya saya menulis soal tulis-menulis sangat banyak. Sepertiganya bahkan HL. Senangnya bukan kepalang. Tapi saat tahu yang menang lomba adalah tulisan yang tidak HL, judulnya "Menulis Cerita Anak, Membangun Budaya Membaca", agak kaget juga. Tapi, kalau disimak mendalam, masuk akal juga kalau itu dipilih. Penulisannya lebih praktis dan benar-benar seperti kiat menulis. Saat saya tautkan ke Facebook, respons teman-teman juga bagus. Dan kekhasannya, tak ada yang menulis soal itu.
*
Dari beragam penjelasan di atas, kita semakin memahami banyak hal yang membuat tulisan tak dimuat. Tak menjadi HL. Tak menang lomba. Kalau semua itu kita alami, yang jelas tak boleh putus asa. Kecewa wajar. Itu boleh saja. Tapi kalau kecewa dan malas menulis, itu yang tak boleh.
Ada banyak cara yang bisa dilakukan. Tulisan yang tidak dimuat jangan dibuang. Itu bisa direvisi dan dikirim ke media lain. Sekurang-kurangnya diposting di blog pribadi. Atau lempar ke Kompasiana. Bisa jadi kumpulan tulisan akan menjadi buku sendiri. Tak bisa masuk penerbit besar, ada modal sedikit, cetak indie. Sebar dan tawarkan ke kawan dan sejawat, pasti ada yang baca.

Epilog
Menulis itu suatu keterampilan. Bisa menembus media nasional atau lokal adalah suatu kebanggaan dan mendatangkan keuntungan materi berupa uang. Akan tetapi, tak semua mesti dikaitkan dengan koran. Tersebab tak semua media bisa memublikasikan tulisan, ada baiknya kita coba cara lain. Dengan menjaga konsistensi menulis di blog pribadi atau keroyokan adalah langkah yang baik. Tak boleh ada diksi "frustrasi" dalam menulis. Dan kepada Pak Amien Rais, saya ucap salam takzim. Maaf nama Anda saya jadikan contoh. Percayalah, Pak, saya salah seorang penggemar berat Bapak. Wallahualam bissawab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun