Faktor ketiga adalah kurangnya waktu yang dialokasikan untuk meneliti dan menulis. Faktor ketiga ini terkait juga dengan faktor pertama, karena lebih memprioritaskan untuk melaksanakan darma pertama sehingga penelitian dikesampingkan bahkan diabaikan.Â
Selain itu, berdasarkan pengamatan pada lingkup dosen-dosen pada pendidikan keagamaan, maka kurangnya waktu untuk penelitian karena dosen banyak yang rangkap jabatan.Â
Maksudnya, selain sebagai dosen banyak juga yang berprofesi sebagai pendeta dan gembala di sebuah gereja lokal. Sehingga waktu mereka banyak dihabiskan pada kegiatan penggembalaan dan tidak ada lagi waktu untuk meneliti dan menulis. Akhirnya, lahirlah penulis-penulis berwatak benalu.
Bagaimana menyikapinya? Berperilaku layaknya benalu dalam setiap penelitian atau penulisan laporan hasil penelitian dapat dikatakan sebagai sebuah kejahatan akademik. Oleh karena praktik-praktik seperti ini telah mendegradasi kualitas atau mutu sebuah pendidikan karena ternyata para dosennya tidak jujur dalam melaksanakan penelitian.Â
Itulah sebabnya tidak mengherankan apabila Vit Machacek dan Martin Srholec menempatkan Indonesia pada peringkat kedua dalam hal ketidakjujuran akademik. Memang alasannya adalah karena banyak peneliti dari Indonesia yang mempublikasikan jurnal mereka di jurnal predator sepanjang tahun 2015-2017.Â
Bahkan dengan maraknya praktik penulis benalu dalam lingkup penelitian dosen turut mempertegas kesimpulan Machacek dan Srholec bahwa memang ketidakjujuran akademik di Indonesia sangatlah memprihatinkan. Â
Kalau sekarang viral diberitakan tentang percaloan jabatan Guru Besar, maka dapat dipastikan bahwa itu tidak dapat didikotomikan dengan maraknya praktik penulis benalu pada artikel-artikel yang dipublikasi di jurnal-jurnal nasional hingga internasional.Â
Bahkan dapat dipastikan mengapa percaloan guru besar cukup sering terjadi? Oleh karena memang sejak awal mental dan karakter dosen dan peneliti di Indonesia seperti benalu yang hanya ingin mencari keuntungan, ketenaran, prestise namun tidak mau berkeringat dan berjuang.Â
Mari kita perangi praktik penulis yang berwatak benalu supaya dunia pendidikan Indonesia ke depan semakin lebih baik dan berkualitas. AP.
Penulis: Dr. Adi Putra (Dosen Sekolah Tinggi Teologi Pelita Dunia)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H