Mohon tunggu...
Adi Putra
Adi Putra Mohon Tunggu... Dosen - Dosen STT Pelita Dunia

Bonum est Faciendum et Prosequendum et Malum Vitandum

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Penulis "Benalu"

19 Juli 2024   20:44 Diperbarui: 19 Juli 2024   21:00 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Faktor ketiga adalah kurangnya waktu yang dialokasikan untuk meneliti dan menulis. Faktor ketiga ini terkait juga dengan faktor pertama, karena lebih memprioritaskan untuk melaksanakan darma pertama sehingga penelitian dikesampingkan bahkan diabaikan. 

Selain itu, berdasarkan pengamatan pada lingkup dosen-dosen pada pendidikan keagamaan, maka kurangnya waktu untuk penelitian karena dosen banyak yang rangkap jabatan. 

Maksudnya, selain sebagai dosen banyak juga yang berprofesi sebagai pendeta dan gembala di sebuah gereja lokal. Sehingga waktu mereka banyak dihabiskan pada kegiatan penggembalaan dan tidak ada lagi waktu untuk meneliti dan menulis. Akhirnya, lahirlah penulis-penulis berwatak benalu.

Bagaimana menyikapinya? Berperilaku layaknya benalu dalam setiap penelitian atau penulisan laporan hasil penelitian dapat dikatakan sebagai sebuah kejahatan akademik. Oleh karena praktik-praktik seperti ini telah mendegradasi kualitas atau mutu sebuah pendidikan karena ternyata para dosennya tidak jujur dalam melaksanakan penelitian. 

Itulah sebabnya tidak mengherankan apabila Vit Machacek dan Martin Srholec menempatkan Indonesia pada peringkat kedua dalam hal ketidakjujuran akademik. Memang alasannya adalah karena banyak peneliti dari Indonesia yang mempublikasikan jurnal mereka di jurnal predator sepanjang tahun 2015-2017. 

Bahkan dengan maraknya praktik penulis benalu dalam lingkup penelitian dosen turut mempertegas kesimpulan Machacek dan Srholec bahwa memang ketidakjujuran akademik di Indonesia sangatlah memprihatinkan.  

Kalau sekarang viral diberitakan tentang percaloan jabatan Guru Besar, maka dapat dipastikan bahwa itu tidak dapat didikotomikan dengan maraknya praktik penulis benalu pada artikel-artikel yang dipublikasi di jurnal-jurnal nasional hingga internasional. 

Bahkan dapat dipastikan mengapa percaloan guru besar cukup sering terjadi? Oleh karena memang sejak awal mental dan karakter dosen dan peneliti di Indonesia seperti benalu yang hanya ingin mencari keuntungan, ketenaran, prestise namun tidak mau berkeringat dan berjuang. 

Mari kita perangi praktik penulis yang berwatak benalu supaya dunia pendidikan Indonesia ke depan semakin lebih baik dan berkualitas. AP.

Penulis: Dr. Adi Putra (Dosen Sekolah Tinggi Teologi Pelita Dunia)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun