Mohon tunggu...
Adi Putra
Adi Putra Mohon Tunggu... Dosen - Dosen STT Pelita Dunia

Bonum est Faciendum et Prosequendum et Malum Vitandum

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ketaatan Sejati

8 Juni 2024   20:17 Diperbarui: 8 Juni 2024   20:18 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah Petrus menyangkal Yesus tiga kali, dia kemudian menyesal dan bertobat. Sehingga Tuhan mengampuni dan dia pun menunjukkan hidup dalam ketaatan. Sebaliknya, Yudas Iskariot setelah menjual Yesus, apakah dia bertobat dan menyesal? Tidak. Sekalipun dia menangis dan bersedih, akan tetapi tangisannya tidak disertai pertobatan maka kehidupan selanjutnya mengalami bencana dan malapetaka, karena dia akhirnya gantung diri.

Ketaatan sejati hanya muncul dari sebuah penyesalan atas kesalahan dan kekeliruan sebelumnya kemudian diikuti pertobatan. Selama kita belum bertobat, mustahil kita akan hidup dalam ketaatan. Pastikan hidupmu telah mengalami pertobatan. Pertobatan adalah sebuah perubahan hati dan pikiran yang membawa kita lebih dekat kepada Allah. Ini mencakup berbalik dari dosa dan berpaling kepada Allah untuk pengampunan. Pertobatan dimotivasi oleh kasih bagi Allah dan hasrat tulus untuk mematuhi perintah-perintah-Nya.

  • Ketaatan sejati harus didasarkan pada sikap percaya (ay. 28-30)

Akhir-akhir ini saya suka mengikuti channel youtube seorang mualaf bernama Dondi Tan. Beliau selalu memojokkan apa yang tertulis dalam Alkitab, selalu mengkritik dan menganggap orang Kristen telah keliru memahami Alkitab.  Dia beranggapan Alkitab itu mengandung banyak kesalahan. Saya melihat problemnya terletak pada sikap Dondi Tan yang memang tidak percaya kepada Alkitab sebagai Firman Tuhan. Sehingga yang dilakukannya adalah mengkritik, memojokkan dan tidak mau taat kepada Firman Tuhan itu.

Jadi ketaatan sejati harus didasarkan pada sikap percaya. Itulah yang ditunjukkan oleh anak yang kedua, sekalipun dia mengatakan tidak mau, namun karena kemudian dia merasa bahwa yang menyuruhnya adalah ayahnya, maka dia pun akhirnya percaya dan justru melakukannya. Hal yang bertolak belakang ditunjukkan oleh anak sulung, di mana dia tidak menaruh sikap percaya kepada ayahnya, sehingga dia tidak taat kepada perintah bapanya.

Ketaatan sejati harus didasarkan kepada sikap percaya. Apa yang dimaksud dengan sikap percaya? Sebaiknya kita membaca Ibrani 11:8, "Karena iman, Abraham taat". Kata "iman" di situ menggunakan kata "pistei" yang juga sama dengan kata "pistis" yang dapat diartikan iman atau percaya. Atas dasar iman atau percaya inilah maka Abraham taat, sekalipun perintah Allah di situ sepertinya impossible dan mustahil, namun dia melakukannya dengan taat. Itu semua karena iman atau kepercayaan yang dimilikinya.

 

  • Ketaatan sejati adalah ketaatan yang tulus dan apa adanya  

Sepintas apabila memperhatikan respons kedua anak ini, maka mungkin kita akan sepakat bahwa yang paling sopan adalah anak sulung, tetapi kita pun pasti akan sepakat bahwa yang taat adalah anak bungsu. Mungkin responsnya cenderung tidak sopan, tapi bukankah justru ketika dia melakukan apa yang diperintahkan bapanya menunjukkan bahwa dialah anak yang taat kepada bapanya dan menghargai otoritas yang dimiliki bapanya.

Sedangkan anak sulung ini tipe orang yang dapat dikategorikan orang yang selalu mempraktikkan asal bos senang lewat ucapan yang manis, janji yang muluk-muluk, tetapi justru akan menjerumuskan karena sebenarnya ketaatannya adalah ketaatan palsu.

Mari kita belajar untuk mepraktikkan ketaatan yang tulus dan apa adanya. Kita menjadi orang yang taat bukan hanya di mulut saja, melainkan juga selaras dengan perbuatan dan perilaku kita. Itulah yang dimaksud dengan ketaatan apa adanya dalam perikop ini, artinya tidak ada kemunafikan. Dan sekali lagi saya mau katakan, ketaatan seperti itu hanya dimungkinkan lahir dari pertobatan dan sikap percaya kepada Tuhan. AP.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun