Mohon tunggu...
Adi Putra
Adi Putra Mohon Tunggu... Dosen - Dosen STT Pelita Dunia

Bonum est Faciendum et Prosequendum et Malum Vitandum

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kurikulum Berbasis Pancasila

22 Maret 2024   20:28 Diperbarui: 22 Maret 2024   20:33 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: pkbmcelahcahaya.edu.eu.org

Sejak merdeka tahun 1945, dunia pendidikan di negeri ini diwarnai dengan kurikulum yang selalu berganti. Bahkan beberapa dekade terakhir saja, dunia pendidikan di negeri ini sudah disuguhkan pergantian kurikulum dari kurikulum 2013 (K13) kepada kurikulum merdeka. Mengapa harus terjadi perubahan atau pergantian kurikulum?

Ada beberapa indikator yang menjadi faktor utama diubahnya atau digantinya kurikulum? Pertama, perubahan kurikulum seringkali mengikuti atau menyesuaikan perkembangan zaman. Idealnya, kurikulum harus mampu mensinergikan perkembangan teknologi, nilai-nilai budaya, serta ilmu pengetahuan dengan kehidupan praktis kekinian. Sedangkan seperti yang telah diketahui bahwa indikator-indikator di atas begitu fleksibel dan dinamis, sehingga kurikulum harus dapat disesuaikan dengan perkembangannya.

Kedua, perubahan atau pergantian kurikulum juga seringkali bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, dalam hal ini output yang dihasilkan. Ketiga, perubahan atau pergantian kurikulum juga bertujuan untuk mengakomodasi kebutusan setiap peserta didik. Oleh karena setiap kurikulum yang baru pasti akan menyesuaikan dengan perubahan global yang sedang terjadi, hingga berusaha memanfaatkan seoptimal mungkin setiap sumber daya yang tersedia.

Sejarah Pergantian Kurikulum

Apabila kembali ke belakang, maka kurikulum pertama yang digunakan dalam dunia pendidikan di bangsa ini pascamerdeka tahun 1945 adalah Kurikulum 1947. Kurikulum yang disusun tepat dua tahun setelah peristiwa proklamasi kemerdekaan, awalnya dinamakan "Leerplan", yang diadopsi dari istilah bahasa Belanda.  

Melalui kurikulum ini, pemerintah pada waktu itu mencoba merancang sebuah sistem pendidikan yang lebih menekankan kepada pembentukan karakter rakyat Indonesia yang merdeka, berdaulat, dan sejajar dengan bangsa lain. Itulah sebabnya kurikulum ini lebih berfokus pada pendidikan watak, kesadaran bernegara serta bermasyarakat.

Kemudian muncul Kurikulum 1952 yang merupakan penyempurnaan kurikulum sebelumnya. Kurikulum ini lebih konsen untuk mengatur pembahasan topik setiap mata pelajaran dengan kehidupan masyarakat, supaya dapat saling terkait. Bahkan melalui kurikulum ini, diatur juga bahwa setiap pengajar hanya dapat mengampu satu mata pelajaran saja.

Satu dekade kemudian, disusunlah kurikulum 1964  yang lebih fokus kepada pengembangan moral, kecerdasan, emosional atau artistik, keterampilan, dan jasmani. Indikator-indikator di atas dikenal dengan sebutan pancawardhana. Penerapannya dilakukan secara aktif, kreatif dan produktif dengan tujuan untuk menanamkan pengetahuan kepada peserta didik mulai dari jenjang Sekolah Dasar. Di mana setiap hari Sabtu dijadikan sebagai hari untuk berlatih berbagai kegiatan ekstrakurikuler sesuai dengan minat dan bakat bagi setiap siswa.

Tidak lama berselang, tepatnya di tahun 1968 muncullah kurikulum baru yang memiliki bertujuan untuk membentuk manusia pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, meningkatkan kecerdasan serta keterampilan jasmani, moral, budi pekerti dan keyakinan beragama. Kurikulum ini disebut Kurikulum 1968. 

Hanya bertahan beberapa tahun saja, kemudian diganti dengan kurikulum 1975, yang mana penyusunannya dilakukan setelah pelaksanaan program Repelita tahap pertama di masa pemerintahan Presiden Soeharto. Secara prinsipnya kurikulum ini menginginkan pendidikan itu dilaksanakan secara efektif dan efisien. Pada kurikulum ini lebih merinci metode, materi, dan tujuan pengajaran dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), yang kemudian memunculkan istilah satuan pembelajaran.

Selanjutnya muncul Kurikulum 1984 sebagai respons atas lambatnya kurikulum sebelumnya merespons kemajuan di dalam masyarakat. Pada kurikulum inilah ditambahkan mata pelajaran Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB). Kemudian berganti lagi kurikulumnya menjadi kurikulum 1994 dengan Suplemen Kurikulum 1999. Keduanya dibuat dari hasil penggabungan antara kurikulum 1975 dengan kurikulum 1984. Pada kurikulum ini sistem pembagian evaluasi pembelajaran diubah dari semester ke caturwulan. Selain itu, nama atau singkatan SMP diubah menjadi SLTP, lalu SMA menjadi SMU. Kemudian mata pelajaran PSPB dihapuskan, dan penjurusan di SMU diubah menjadi tiga program, yakni: IPA, IPS dan Bahasa.

Satu dekade kemudian tepatnya 2004, barulah kurikulum kembali mengalami perubahan. Kurikulum yang baru ini dinamakan kurikulum berbasis kompetensi (KBK 2004). Kurikulum ini memberikan kemerdekaan kepada masing-masing sekolah untuk menyusun dan mengembangkan komponen kurikulum dengan mengkonversi dari yang berbasis materi menjadi berbasis kompetensi, dan tentunya disesuaikan kondisi sekolah serta peserta didiknya. 

Ada tiga unsur pokok kompetensi dalam kurikulum ini, yakni: pemilihan kompetensi, indikator-indikator evaluasi dalam penentuan keberhasilan pencapaian, serta pengembangan pembelajaran bagi peserta didik dan pengajar.

Dua tahun berselang, tepatnya pada tahun 2006, muncul lagi kurikulum baru yang dikenal dengan nama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP 2006). Kurikulum ini digunakan sejak ditetapkannya UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang secara rinci diuraikan dalam PP Nomor 10 Tahun 2003. 

Sekalipun memiliki kemiripan dengan KBK 2004, namun dalam kurikulum ini pemerintah hanya menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Selebihnya guru atau dosenlah yang mengembangkan silabusnya dengan penilaian yang disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik.

Setelah itu muncul lagi kurikulum baru yang disebut Kurikulum 2013 atau K13, di mana lebih menekankan pada pembelajaran berbasis kompetensi dan pendekatan sintifik. Melalui kurikulum ini, siswa akan lebih aktif, kreatif, inovatif serta dharapkan mampu menghadapi setiap tantangan di abad ke-21. Ada empat aspek yang dinilai dalam kurikulum ini, yakni: pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku.

Dunia pendidikan sepertinya masih bergumul dengan K13, pemerintah kembali memunculkan kurikulum baru yang disebut kurikulum merdeka. Kurikulum ini secara resmi diperkenalkan pada Februari 2022, bertujuan untuk mengatasi krisis pembelajaran yang cukup lama dan diperparah dengan pandemi covid-19 yang telah banyak mengubah proses pembelajaran tatap muka menjadi pembelajaran jarak jauh. Kurikulum ini lebih berfokus untuk mengasah minat dan bakat peserta didik sedini mungkin, supaya mampu memiliki waktu untuk memahami konsep dan menguatkan kompetensi.

Uraian panjang lebar di atas merupakan gambaran begitu dinamisnya kurikulum dalam dunia pendidikan di negeri ini. Ada kurikulum yang muncul guna menjawab tantangan zaman, tetapi ada juga karena faktor politis belaka. Sehingga tidak mengherankan apabila ada banyak kurikulum yang muncul justru membuat manusia Indonesia kehilangan identitasnya sebagai manusia Pancasila. 

Kecuali, kurikulum 1968 yang memang secara eksplisit memang ingin menciptakan manusia Indonesia yang kuat dan tangguh sebagai manusia Pancasila. Akan tetapi kurikulum ini juga memiliki kekurangan karena tidak mengikuti perkembangan zaman dan kemajuan teknologi serta ilmu pengetahuan. Oleh karena itu perlu untuk memikirkan ulang kurikulum baru yang lebih relevan dan menolong manusia Indonesia menemukan jati dirinya. Inilah yang saya sebut sebagai kurikulum pancasila.

Kurikulum Berbasis Pancasila

Apa itu kurikulum pancasila? Kurikulum berbasis pancasila adalah kurikulum menjadikan peserta didik memiliki enam dimensi substansi dalam kehidupannya sebagai manusia Indonesia, yakni: Beriman, Berdikari, Bergotong royong, Berbineka, Berintelektual, serta Inovatif. Keenam dimensi ini menjadi dimensi yang substansial yang wajib dimiliki oleh setiap manusia Indonesia. 

Terutama dengan perkembangan teknologi masa kini yang membuat banyak terjadi pergeseran dalam hal etika, moral hingga budaya. Sehingga tidak sedikit manusia Indonesia yang kemudian kehilangan identitas dan jadi dirinya.

Masyarakat Indonesia yang tergolong ke dalam Generasi Z, nyaris kehilangan identitasnya sebagai manusia pancasila. Sehingga pendidikan harus menyelamatkan mereka dengan sebuah kurikulum yang lebih merepresentasi dasar falsafah bangsa ini, yang kita sebut sebagai kurikulum Pancasila.

Kurikulum berbasis Pancasila memiliki ideologi yang dikombinasikan dengan sistem kurikulum K-13. Ini merupakan perkawinan kurikulum yang cocok dan relevan bagi dunia pendidikan di Indonesia. Atau lebih tepatnya, kurikulum berbasis Pancasila ini merupakan kombinasi antara kurikulum 1968 dengan kurikulum 2013. Inilah yang disebut kurikulum berbasis Pancasila dengan enam dimenasi utama yakni:

  • Beriman berarti menciptakan manusia Indonesia yang religius dan sejak dini menanamkan ajaran agama yang moderat dengan menjunjung tinggi toleransi kepada pemeluk agama lain.
  • Berdikari atau biasa juga disebut mandiri. Dimensi ini hanya dapat tercipta apabila pendidikan berjalan efektif dan berhasil. Itulah sebabnya, nilai berdikari harus mulai ditanamkan di dalam diri setiap peserta didik sejak dini.
  • Bergotong royong berarti bekerja sama dan memiliki sikap empati kepada orang lain. Manusia Indonesia sejak awal dikenal sebagai manusia gotong royong. Akan tetapi identitas ini menjadi hilang seiring berjalannya waktu. Hal inilah yang coba akan ditanamkan kembali melalui kurikulum pancasila.
  • Berbineka berarti menghormati setiap perbedaan. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk, baik suku, bahasa, agama serta  latar belakang yang lain. Oleh karena itu kesadaran kebinekaan juga harus terimplementasi dalam kurikulum yang diterapkan di sekolah-sekolah mulai dari TK, PAUD hingga Perguruan Tinggi.
  • Berintelektual berarti menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Kurikulum Pancasila tidak hanya menciptakan manusia Indonesia yang berkarakter, beretika, bermartabat, tetapi juga cerdas, pandai dan menguasai ilmu pengetahuan. Oleh karena substansi dari falsafah Pancasila adalah kemajuan dan persaingan global dengan menguasai ilmu pengetahuan serta teknologi.
  • Inovatif adalah proses untuk mengkombinasikan, mewujudkan, atau mematangkan setiap ilmu pengetahuan guna mendapatkan nilai baru, produk atau sesuatu yang baru. Melalui kurikulum pancasila, setiap karakter, moral hingga ilmu pengetahuan  yang diperoleh akan disinergikan menjadi sebuah karya yang konkret yang dihasilkan oleh setiap anak bangsa. Sehingga membuat bangsa Indonesia semakin dihormati, disegani dan ditakuti oleh bangsa-bangsa lain di dunia ini.

Demikianlah pemikiran saya terhadap kurikulum yang lebih relevan dan cocok untuk diterapkan di bangsa ini. Saya menyebutnya sebagai kurikulum pancasila. Kurikulum yang dapat membantu dan menolong setiap anak bangsa untuk menemukan dirinya sebagai manusia pancasila. AP.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun