Mohon tunggu...
Adi Putra
Adi Putra Mohon Tunggu... Dosen - Dosen STT Pelita Dunia

Bonum est Faciendum et Prosequendum et Malum Vitandum

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Eben-Haezer: Sampai di Sini Tuhan Menolong Kita

14 Juni 2022   20:12 Diperbarui: 14 Juni 2022   20:20 8261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini ditulis dalam rangka memperingati ulang tahun desa Seriti yang ke-68 tahun yang jatuh pada tanggal 12 Juni 2022. Usia yang begitu istimewa, karena sejak berdirinya hingga sekarang, kasih Tuhan tidak pernah berkesudahan dinyatakan bagi orang-orang Seriti. Terbukti, ada begitu banyak orang Seriti yang berhasil dalam pendidikan. Sehingga desa Seriti pernah dijuluki sebagai desa (penghasil) sarjana. Orang Seriti juga berhasil dalam setiap pekerjaan, sehingga makmur secara ekonomi. Setiap tahun, tanah Seriti tidak pernah berhenti memberikan hasil bumi yang melimpah. Sehingga tidak ada satu orang pun yang tinggal di Seriti menderita kelaparan.

Itulah sebabnya, dalam memperingati ulang tahun yang ke-68, saya menulis sebuah refleksi yang berjudul Eben-Haezer: Sampai Di sini Tuhan Menolong kita. Ungkapan "Eben-Haezer" muncul dalam 1 Samuel 7:12, "Kemudian Samuel mengambil sebuah batu dan mendirikannya antara Mizpa dan Yesana; ia menamainya Eben-Haezer, katanya: Sampai di sini Tuhan menolong kita". Apabila memperhatikan konteks ayat ini, sebenarnya tidak berbicara tentang ulang tahun. Lebih tepatnya, ayat ini berbicara tentang orang Israel yang diluputkan oleh Tuhan dari kebinasaan dan kekalahan dalam perang melawan orang Filistin.

Ayat 12 harus dibaca dan dipahami dalam konteks ayat 2-14. Supaya kita dapat mengerti dan memahami makna dari ungkapan "Ebenhaezer" secara tepat dan benar. Apabila membaca ayat 2, di sana memberikan gambaran sekalipun tersirat bahwa orang Israel sedang berada dalam penindasan dari orang Filistin, itulah sebabnya orang Israel datang dan mengeluh kepada Tuhan.

Samuel memberikan respons kepada mereka dengan memerintahkan supaya mereka bertobat dan berbalik kepada Tuhan (bdk. ay. 3). Ternyata Tuhan membiarkan orang Israel ditindas dan dikalahkan oleh orang Filistin karena mereka telah menduakan Tuhan dengan beribadah kepada para Baal dan para Asytoret. Kondisi seperti ini juga seringkali dijumpai dalam kitab Hakim-hakim. Bisa dimaklumi karena memang konteks 1 Samuel begitu dekat dengan zaman Hakim-hakim.

Itulah sebabnya orang Israel menjauhkan (BIMK: membuang) para Baal dan para Asyoret lalu kembali "beribadah hanya" kepada Tuhan. Artinya mereka sepenuhnya mengabdikan diri kepada Yahwe. Samuel pun meminta kepada segenap orang Israel untuk berkumpul di Mizpa, supaya Samuel dapat menjalankan tugasnya sebagai hakim bagi mereka.

Orang Israel yang berkumpul di Mizpa berpuasa untuk menunjukkan kesedihan dan penyesalan akan setiap dosa dan pelanggaran yang telah mereka lakukan. Artinya, telah terjadi pertobatan massal di Israel. Kemudian Samuel memimpin doa permohonan kepada Yahwe supaya orang Israel dapat diluputkan dan diselamatkan dari tangan orang Filistin. Tidak cukup sampai di situ, Samuel juga mempersembahkan seekor anak domba sebagai korban bakaran kepada Tuhan. Sehingga setiap seruan yang disampaikan oleh Samuel, akhirnya dijawab oleh Tuhan.

Majulah orang Filistin berperang melawan orang Israel. Akan tetapi justru Yahwe yang berperang melawan mereka. Yahwe mengacaukan mereka, sehingga mereka dikalahkan oleh orang Israel. Orang Israel mengejar orang Filistin dan memukul kalah mereka hingga ke hilir Bet-Kar. Namun yang perlu diingat bahwa Tuhanlah yang berperang melawan orang Filistin, sehingga orang Israel dapat mengalahkan mereka. Bahkan dikatakan dalam ayat 13, "Tangan Tuhan melawan orang Filistin seumur hidup Samuel".

Kemudian Samuel mengambil sebuah batu dan mendirikannya di antara Mizpa dan Yesana, lalu menamainya Eben-Haezer, karena katanya: "Sampai di sini Tuhan menolong kita". Eben-Haezer juga dapat diartikan sebagai "Batu Pertolongan". Sebuah batu yang mengingatkan orang Israel bahwa Tuhan telah menyatakan pertolongan-Nya ketika mereka berperang melawan orang Filistin. Tuhan telah menolong orang Israel berperang melawan orang Filistin. Bahkan mereka dapat merebut kembali setiap kota yang dulunya diambil oleh orang Filistin, mulai dari Ekron sampai Gat.  

Demikian pula orang Seriti harusnya dapat melihat dan merasakan pemeliharaan serta pertolongan Tuhan, karena selama 68 tahun Tuhan telah menolong orang Seriti dan senantiasa memberkati tanah Seriti. Nama "Seriti" harusnya menjadi "batu peringatan kepada pertolongan Tuhan". Karena nama Seriti merefleksikan iman yang teguh, kerja keras dan perjuangan orang-orang Seriti ketika mengungsi dari Palopo Selatan demi mempertahankan iman kepada Yesus Kristus. Itulah sebabnya, generasi Seriti masa kini ketika membaca dan menyebut nama "Seriti" harusnya itu menjadi peringatan akan pertolongan dan pemeliharaan Tuhan yang telah dinyatakan sejak pengungsian hingga sekarang.

Lalu, refleksi apa yang dapat kita renungkan dari ungkapan "Eben-Haezer: Sampai Di sini Tuhan menolong kita" dalam momentum ulang tahun Seriti yang ke-68?

Pertama, Orang Seriti jangan meninggalkan Tuhan. Ada banyak hal yang dapat membuat kita meninggalkan Tuhan, menduakan Tuhan dan mengesampingkan Tuhan. Desa Seriti adalah desa Kristen. Selain karena mayoritas penduduknya beragama Kristen, melainkan juga karena desa Seriti didirikan di atas perjuangan tanpa kenal lelah oleh kakek nenek di masa lalu untuk mempertahankan iman kepada Yesus Kristus. Sehingga apabila terdapat generasi Seriti sekarang yang telah meninggalkan imannya, maka itu sama saja mereka telah melupakan perjuangan itu.

Sekalipun di Seriti berdiri begitu banyak gedung gereja yang megah. Akan tetapi, berapa banyak orang Seriti yang ke gereja karena sebuah kerinduan untuk memuji dan mempermuliakan Tuhan? Berapa banyak orang Seriti yang masih menduakan Tuhan dengan hal-hal duniawi, dengan perjudian, dengan hawa nafsu dan pesta pora? (Mari kita pikirkan dan renungkan pertanyaan-pertanyaan ini)

Ketika orang Seriti tidak lagi memiliki kerinduan untuk menyembah dan memuji Tuhan, maka itu menjadi peringatan yang wajib dipikirkan dan ditindaklanjuti karena pasti ke depannya akan memberikan dampak kepada kemerosotan kualitas rohani generasi penerus Seriti. Ketika orang Seriti mulai menduakan Tuhan dengan hal-hal yang duniawi, seperti: judi, kemabukan, pesta pora dan hawa nafsu, maka tinggal menunggu waktu saja untuk melihat kehancuran bagi desa Seriti.

Orang Seriti yang meninggalkan Tuhan sulit untuk merasakan dan menikmati kasih serta pemeliharan Tuhan. Dalam perikop 1 Samuel 7: 2-14, ditegaskan bahwa orang Israel mengalami kekalahan melawan orang Filistin bukan karena Tuhan meninggalkan mereka. Melainkan karena orang Israellah yang telah meninggalkan Tuhan dan berpaling kepada para Baal dan para Asyera.

Kiranya ini dapat menjadi peringatan bagi orang Seriti dalam momentum ulang tahun desa Seriti yang ke-68, supaya tetap setia kepada Tuhan yang telah menganugerahkan sebuah tanah perjanjian yang disebut tanah Seriti.   

Kedua, Orang Seriti jangan berkompromi dengan dosa. Berulangkali Alkitab menyatakan bahwa Allah itu adalah Allah yang cemburu. Artinya Dia tidak ingin umat-Nya justru menduakan-Nya melalui perbuatan-perbuatan yang jahat dan memprioritaskan hal yang lain selain Allah. Singkatnya, Allah tidak menghendaki kita berkompromi dengan dosa dan kejahatan.

Pertanyaannya, apakah orang Seriti gemar melakukan kejahatan dan dosa? Bukankah orang Seriti mayoritas pengikut Kristus? Apakah relevan untuk mempertanyakan integritas orang Seriti? Apabila belajar Alkitab dengan baik, maka di sana mengajarkan kita bahwa dosa dasar setiap manusia (termasuk Adam dan Hawa) adalah ketika mereka hendak menjadikan dirinya sendiri sebagai Tuhan atau Tuan bagi dirinya. Oleh karena sikap seperti ini sama saja menolak Yesus sebagai Tuhan dan Tuan dalam kehidupan kita. Sehingga ketika kita belum menjadikan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat dalam kehidupan kita, maka itu sama saja kita masih hidup berkompromi dengan dosa dan kita belum menerima pengampunan dosa.

Lalu, bagaimana dengan orang Seriti? Saya mau katakan bahwa beragama Kristen tidaklah menjadi jaminan bagi kita untuk diselamatkan. Oleh karena banyak orang yang telah beragama Kristen, namun hidupnya tetap tidak sesuai dengan kehidupan yang dikehendaki oleh Allah. Apabila orang Seriti tidak sungguh-sungguh bertobat dari manusia lama dan tidak mau menerima Yesus dengan sungguh-sungguh dalam hidupnya sebagai Tuhan / Tuan, maka orang Seriti masih hidup berkompromi dengan dosa.  Apabila demikian adanya, maka kehidupan orang Seriti lambat laun akan semakin jauh dari Tuhan termasuk berkat Tuhan juga akan semakin menjauhi dari orang Seriti. Sepuluh bahkan duapuluh tahun ke depan setiap kebanggaan dan warisan iman yang telah diwariskan oleh leluhur akan hilang tanpa bekas.

Sekalipun di Seriti terdapat banyak gereja dan mayoritas orang Seriti adalah orang Kristen, namun pertanyaannya: berapa banyak orang Seriti yang sungguh-sungguh takut Tuhan dan menjadikan Yesus sebagai Tuhan dan penguasa dalam kehidupannya? Sehingga hal itu betul-betul mentransformasi kehidupan orang Seriti. Sebaiknya, ini menjadi perenungan bagi semua orang Seriti dalam memperingati 68 tahun desa Seriti.

Ketiga, Orang Seriti jangan melupakan sejarah Seriti. Apakah penting untuk tidak melupakan sejarah? Menurut saya, penting! Karena dari sejarah kita belajar banyak hal; dan dari sejarah kita juga belajar menghargai dan menghormati para pendahulu kita. Itulah sebabnya, Soekarno pernah berujar, "Jangan sekali-kali melupakan sejarah!" Karena dengan selalu mengingat dan mempelajari sejarah, maka kita akan belajar untuk menghormati dan mengenang setiap perjuangan dan jasa para pahlawan bangsa ini.

Lalu apakah penting sejarah Seriti? Menurut saya sangat penting. Oleh karena melalui sejarah itulah kita dapat melihat pertolongan Tuhan begitu nyata kepada para pendahulu dan perintis desa Seriti, mulai dari pengungsian hingga pemilihan lokasi oleh kepala kampung (Mangentang) kala itu. Pertolongan dan pemeliharaan Tuhan sangat nyata bagi orang-orang Seriti. Sehingga ketika orang Seriti melupakan sejarah itu, maka sama saja orang Seriti akan melupakan pertolongan dan pemeliharaan Tuhan.

Pertanyaannya, berapa banyak generasi milenial Seriti yang masih mengetahui sejarah Seriti? Berapa banyak dari mereka yang masih berminat membaca dan mempelajari sejarah Seriti? Atau berapa banyak generasi tua yang tersisa yang masih berminat menceritakan sejarah Seriti kepada anak dan cucunya? Sekiranya masih ada lima puluh, dua puluh atau sepuluh orang.

Dalam momentum memperingati ulang tahun desa Seriti yang ke-68 ini, saya kembali mengajak kita untuk belajar sejarah Seriti dan bagi generasi milenial Seriti, jangan malu dan sungkan belajar sejarah Seriti. Karena kalau tidak, maka sepuluh tahun ke depan sejarah ini akan hilang atau kabur dan kita tidak dapat lagi melihat pertolongan Tuhan bagi orang Seriti. Karena justru melalui sejarah Seriti, maka di momen ulang tahun yang ke-68 desa Seriti ini, kita dapat berkata, "Eben-haezer, sampai di sini Tuhan menolong orang-orang Seriti".

Selamat hari jadi yang ke-68 tahun bagi desa kelahiranku, desa yang dari sejarahnya, saya dapat belajar dan melihat dengan jelas betapa besar pertolongan dan pemeliharaan Tuhan di dalam Yesus Kristus bagi orang-orang Seriti. AP.

  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun