Apa yang dikemukakan dalam Lukas 2:8-20 adalah sebuah kisah yang mencengangkan. Mengapa? Karena Allah justru menyatakan berita kelahiran Yesus kepada para gembala, kasta yang rendah dalam strata sosial masyarakat Yahudi pada waktu itu.Â
Tidak hanya itu, yang mencengangkan bagi kita adalah mengapa Yesus harus lahir di kandang bukan di istana atau di penginapan yang mewah.Â
Padahal Allah tentunya memiliki otoritas dan kuasa untuk mendesain peristiwa natal atau kelahiran Yesus dengan sebuah kemewahan dan kemegahan, namun Allah tidak mau melakukannya. Bahkan Allah justru melakukan hal yang sebaliknya.
Dari sini kita belajar bahwa natal merupakan momen Allah menyatakan kasih-Nya untuk semua orang. Kasih Allah tidak dapat dibatasi oleh apa pun, termasuk kedudukan, status sosial, bahkan harta sekalipun. Kasih Allah dapat menjangkau siapa pun, termasuk para gembala (upahan) yang dianggap kasta paling rendah pada masa itu.
Dalam konteks ini para gembala menerima hak istimewa dari Allah. Bahkan Para gembala upahan ini tidak hanya mendapatkan hak istimewa untuk menjadi saksi kelahiran Tuhan Yesus, tetapi juga mendapatkan kesempatan untuk menunjukkan teladan yang indah: pertama, antusiasme mereka dalam memberikan respons terhadap berita para malaikat (ay. 16). Kedua, mereka menjadi saksi-saksi yang efektif akan kelahiran Kristus (ay. 17). Ketiga, mereka memuji serta memuliakan Allah atas semuanya (ay. 20).
Harusnya ini menjadi pelajaran penting bagi kita bahwa keterbatasan, keterpurukan, bahkan pandemi covid-19 seharusnya tidak menjadi penghalang bagi kita untuk mendapatkan sukacita natal; tidak menjadi penghalang bagi kita untuk berbagi kasih natal kepada sesama; dan tidak menjadi penghalang bagi kita untuk merasakan kedamaian natal.
Sekalipun mungkin karena pandemi covid-19, kita kehilangan banyak sahabat, banyak teman, banyak keluarga; tetapi melalui momen natal ini kita belajar bahwa kita tidak sendiri, karena Yesus Kristus telah lahir dan itu artinya Allah adalah imanuel, Dia selalu menyertai dan bersama kita.
Â
- Karena Natal merupakan momen untuk menghilangkan ketakutan dan kekuatiran (ay. 10)
Saya sangat yakin pandemi covid-19 ini membuat banyak orang Kristen mengalami ketakutan dan kegelisahan. Sebab tidak hanya mengakibatkan banyak rekan, sahabat dan keluarga kita yang meninggal, namun juga membuat perekonomian kita terganggu.Â
Mungkin saja kita akhirnya di-PHK, kita tidak bisa belajar dengan maksimal, banyak pekerjaan atau proyek kita yang akhirnya dibatalkan, sehingga sangat berdampak kepada perekonomian kita.
Dalam ayat 10, malaikat Tuhan itu menyampaikan kepada para gembala, "jangan takut!". Ungkapan yang digunakan untuk kata "takut" di sini adalah kata phobos, yang dapat dipahami dalam dua makna, yakni: (1) berada dalam keadaan kuatir; dan (2) mempunyai sikap yang amat hormat kepada seseorang orang atau sesuatu.Â