Lebih menggembirakan lagi bagi Aruna dan Bono adalah kehadiran Nadezhda yang juga akan bergabung dalam petualangan kuliner. Nadezhda sedang mengerjakan proyek buku yang mengulas kuliner nusantara.Â
Awalnya keberadaan Bono dan Nadezhda cukup mengganggu Farish, akan tetapi seiring berjalannya waktu mereka berempat menjadi semakin akrab dengan sifat masing-masing. Farish bukan makhluk yang terobsesi pada makanan layaknya Aruna, Bono, dan Nadezhda. Bagi Farish, makanan adalah mutlak sebagai penawar rasa lapar. Bikin kenyang.
Aruna Dan Lidahnya juga dibalut dengan tema konspirasi, korupsi, perselingkuhan, dan romatisme. Konpirasi dan korupsi digambarkan pada upaya PWP2 yang menebar teror wabah flu unggas yang bekerjasama dengan pihak-pihak tertentu dalam proyek pengadaan fasilitas kesehatan dan vaksin flu unggas. Aruna dan Farish secara disadari atau tidak menjadi pihak yang dijebak atau dimanfaatkan. Ibarat dalam permainan catur, mereka berdua adalah pion. Aruna sudah mencium gelagat ketidak beresan sejak awal, sedangkan Farish benar-benar baru menyadari kejanggalan-kejanggalan tersebut ketika di lapangan tidak ditemukan satu pun kasus flu unggas. Bono dan Nadezhda yang memiliki tujuan di luar pekerjaan Aruna dan Farish, secara tidak langsung juga masuk ke dalam pusaran konflik tak kasat mata tersebut.
Sementara itu, perselingkuhan diwakili oleh Farish yang diluar dugaan menjadi lelaki simpanan Priya yang notabene adalah atasan yang menugaskan dirinya sebagai supervisor Aruna, dan sudah memiliki suami serta seorang anak. Farish yang juga mencari cara agar bisa terlepas dari pusaran cinta segitiga bersama perempuan bersuami seolah menemukan celah ketika mulai menyadari adanya rekayasa dalam proyek investigasi wabah flu unggas. Hatinya pun selalu ingin kembali ke Aruna. Pun, sebaliknya, Aruna telah sekian lama menyediakan hatinya untuk ditinggali oleh Farish.
Film Aruna Dan Lidahnya merupakan adaptasi bebas dari buku karya Laksmi Pamuntjak dengan judul yang sama yang telah diterbitkan pertama kali pada tahun 2014. Film ini menghadirkan plot twist yang cukup manis menjelang ending, saat Aruna yang sedang berada di Pontianak ditelepon oleh ibunya. Aruna memberitahukan bahwa keberadaannya di Pontianak dalam rangka mencari resep nasi goreng Mbok Sawal. Ibunya kaget dan mengklarifikasi bahwa resep tersebut sebenarnya berasal darinya. Selama ini Aruna tidak pernah mau dibuatkan nasi goreng oleh ibunya, dia selalu meminta agar Mbok Sawal yang memasakkannya, dan Aruna tidak pernah tahu jika pencipta resep nasi goreng Mbok Sawal sejatinya adalah ibunya sendiri.
Baik Dian Sastrowardoyo dan Nicholas Saputra, dalam film ini berhasil bertransformasi dari sosok Cinta dan Rangga yang selama ini sudah sangat identik. Dian Sastrowardoyo mampu menterjemahkan sosok Aruna dengan sangat baik, sebagai perempuan berumur 35 tahun yang belum menikah yang memiliki sifat agak naif dan kadang penuh pertanyaan-pertanyaan retoris dan ironis.Â
Saya sendiri sempat membayangkan, seandainya Dian Sastrowardoyo tidak berjodoh dengan Aruna, mungkin peran tersebut bisa beralih ke Bunga Citra Lestari, dan rasa yang dihadirkan bisa sangat berbeda. Tapi, Dian Sastrowardoyo memang pilihan yang sangat tepat sebagai Aruna. Nicholas Saputra pun juga berhasil membawakan peran Bono yang ceria dan easy going, bukan lagi sosok intimidatif yang selalu berwajah murung.
Sementara itu dua tokoh lainnya, Farish juga diterjemahkan dengan sangat mumpuni oleh Oka Antara, baik dari segi fisik, sifat, maupun bahasa tubuh, sekalipun saya mengharapkan karakter Farish (seharusnya) memiliki sedikit sense of humour sehingga tidak terkesan sangat kaku sekali.Â
Sebagai Nadezhda, barangkali Hannah Al Rashid adalah satu-satunya yang memenuhi kriteria untuk memerankannya, hanya saja yang sedikit agak kurang adalah sentilan-sentilan kritisnya terkait kuliner nusantara, yang menunjukkan bahwa Nadezhda adalah sosok cerdas disamping cantik secara fisik masih kurang ditonjolkan dalam narasinya.