Dalam urusan kuliner saya bukanlah penggemar Masakan Padang. Hanya sesekali saja saya memilih menu Masakan Padang, khususnya jika saya sedang kehilangan selera makan dan tidak tahu lagi harus makan apa.
Beberapa bulan lalu, saat menghadiri rapat di Jakarta, menu makan siang yang disediakan adalah Masakan Padang. Saya tidak memakannya di tempat, namun saya membawa sekotak Masakan Padang tersebut pulang ke Bogor karena saya sudah cukup kenyang dengan snack yang disajikan di sela-sela rapat. Saya berniat memberikannya ke Ibu Kost seperti biasanya.
Sesampainya di Bogor, Ibu Kost saya ternyata sedang tidak berada di tempat. Mungkin sedang berkunjung ke sanak family lainnya. Daripada mubazir mending saya makan sendiri saja, pikir saya saat itu. Sebelum membuka kotaknya terlebih dahulu saya mencermati tulisan yang tercetak pada sampul muka. Bopet Mini. Begitulah nama Rumah Makan yang terletak di sekitaran Bendungan Hilir, Jakarta.Â
Konten yang tersedia sebenarnya cukup biasa. Standar Masakan Padang pada umumnya. Terdiri dari daun singkong, sayur nangka, sambalado ijo mudo nan di jauah di mato (halah!), gulai ayam, dan telur balado.
Namun, ada yang sedikit mencuri perhatian saya. Pada kuah gulai ayamnya, selain warnanya cenderung soft juga terdapat beberapa butir kapulaga. Saya belum pernah menemukan yang seperti ini sebelumya. Saat saya mencicipi, rasa yang dihadirkannya pun unik dan menimbulkan kecurigaan saya bahwa Masakan Padang di Rumah Makan Bopet Mini tersebut tersisip pengaruh kuliner Aceh. Lidah dan otak saya bersinergi, berkelana rasa sambil menganalisa.
Saya seolah terhipnotis oleh citarasa ranah Minang yang tersaji dengan begitu mempesonanya. Hingga, tandas dalam sekejap. Hmm... sebaiknya kata "Tandas" saya ganti dengan "Ludes" karena "Tandas" di Negeri Seberang bermakna "Toilet" atau "Jamban".Â
Tanpa saya sadari saya pun berteriak "Uniii! Tambo ciek!"
Kemudian hening seketika.
Saya seperti terbawa suasana berada secara real time di Bopet Mini. Saya sedang dipermainkan oleh ruang dan waktu.
Uni siapa?
Uni yang mana?
Kegalauan langsung merambati nadi. Mengoyak-ngoyak hati.
Duh! Saya jadi malu pada diri saya sendiri. Malu pada semut-semut yang berbaris di tembok kamar saya. Malu pada cicak-cicak yang terpingkal-pingkal melihat kebodohan saya. Malu pada tokek-tokek yang terkekeh-kekeh pada kekonyolan saya. Lah! Ini kamar apa taman reptil, yak?
Sejak saat itu, ke-delicious-an Masakan Padang dari Rumah Makan Padang Bopet Mini menempel terus di lidah saya. Bagai hantu, terus membayang-bayangi dalam setiap gerak gerik saya. Menjelma menjadi obsesi. Melahirkan tekad bahwa suatu saat nanti saya harus meluangkan waktu untuk berwisata kuliner ke Bopet Mini.
Kesempatan itu akhirnya datang saat kemarin saya ke kantor pusat di Jakarta bersama tim sukses yang terdiri dari 3 milenial haus tantangan : Aris Yaman, Syifa Ratna Pujasari, dan Silmi Tsurayya untuk keperluan pematangan konsep penelitian.Â
Setelah acara selesai yang bertepatan dengan jam makan siang, kami berempat sempat agak kebingungan menjatuhkan pilihan. Awalnya kami hendak memutuskan makan siang di kantin (atau semacam pujasera) dekat kantor. Banyak bermacam-macam menu makan siang yang disediakan oleh kedai-kedai di kantin (atau semacam pujasera) tersebut.Â
Namun, berhubung kantin (atau semacam pujasera) sudah penuh sesak oleh makhluk-makhluk lapar nan buas, dan tidak ada satupun kursi yang tersisa bagi kami, kami pun berunding kembali menentukan tempat makan siang.Â
Saya teringat Bopet Mini dan coba menawarkan ke Aris, Syifa, dan Silmi.
"Sebenarnya ada, sih, masakan Padang yang cita rasanya cukup unik, tapi lokasinya di sekitar Bendungan Hilir." Ucap saya membuka diskusi. Syifa garuk-garuk kepala sambil menanggapi "Lumayan jauh juga dari sini, Mas."Â
Syifa kemudian terlihat agak sedikit berpikir, "Actually, around here, sih, ada tempat makan yang not bad, lah, ya, but dia yang pakai tenda-tenda terpal, gituloh!" lanjutnya. Saya, Aris, dan Silmi hanya bisa terbengong-bengong menanggapi pernyataan Syifa.
"Kalo Bakso yang dekat-dekat sini, ada nggak ya?" Silmi mencoba ikut urun rembug, Aris yang berusaha mencari referensi makan siang melalui gawainya tampak semakin kebingungan dengan banyaknya tempat yang ditawarkan "Jangan Bakso, deh! Nggak bikin kenyang!" timpalnya.Â
Dikarenakan rasa lapar yang semakin mendera dan tidak segera menemukan keputusan tepat untuk tempat makan siang, sementara matahari lamat-lamat mulai menggelinding menuju barat, kami berempat sepakat melakukan pengundian. Masing-masing dari kami menulis tempat makan yang diinginkan atau minimal makanan yang terlintas di kepala pada secarik kertas yang kemudian dilinting.Â
Selanjutnya, kami meminta seorang security yang berjaga di dekat pintu keluar kantin (atau semacam pujasera) untuk memilih salah satu dari empat lintingan kertas tersebut.
Bak seorang pembaca nominator Piala Oscar, security mengumumkan hasil undian. Ternyata semesta berpihak pada Bopet Mini.
Syifa sebagai orang yang memiliki otoritas atas akomodasi dan logistik tim, segera memesan Grab Car melalui aplikasi online dengan tujuan Bopet Mini. Tak perlu menunggu lama, driver yang akan mengangkut kami pun tiba.Â
Dengan kondisi kaki yang agak sakit dan tubuh yang sedikit demam <---lebay dikit biar ada efek dramatis yang menggugah simpati pembaca saya mengikuti Aris, Syifa, dan Silmi masuk ke dalam mobil. Driver menyapa kami dengan ramah "Selamat siang, Mas dan Mbak, tujuannya benar ke Bopet Mini, ya."
Mobil perlahan mulai melaju. Jakarta cukup terik dan kemacetan tampak terjadi di beberapa titik jalan yang saya tidak hafal nama-nama jalan tersebut. Perjalanan dari kantor pusat menuju Bopet Mini ditempuh dalam waktu kurang lebih 20 menit.
Kerupuk warna merah adalah kondimen khas seperti yang selalu bisa ditemui apabila berpelesir di sepanjang jalur Sumatera Barat. Kami memesan makan ke salah satu penjaga booth kudapan tradisional tersebut. Olehnya kami diarahkan untuk menuju lantai dua.Â
Ketika melalui tangga yang berada di lorong lantai satu saya berpapasan dengan seorang laki-laki yang sepertinya baru selesai makan. Tiba-tiba, dia dengan setengah berteriak sambil menunjuk-nunjuk ke muka saya, berkata : "Di atas sudah penuh, Mas! Tidak ada lagi tempat bagi pendosa seperti anda!" Saya terkejut bukan kepalang. Nih, bocah ngapa, yak? batin saya penuh keheranan.
Aris, Syifa, dan Silmi yang sudah berjalan duluan spontan menengok ke sumber keributan "Ada apa, Mas?" tanya mereka secara hampir bersamaan. Saya hanya menjawab dengan menunjukkan gestur it's, ok, gak ada apa-apa sambil memberikan kedipan mata khas, layaknya jagoan di film Amerika yang berhasil menuntaskan masalah, MacGyver, misalnya.
Saya menjatuhkan pilihan lauk gulai ikan tongkol, sayur daun ubi, dan sayur rebung. Es teh manis menjadi penawar dari pedas yang menghajar lidah. Harga yang dibayar cukup standar. Dalam artian tidak terlalu mahal dan juga tidak terlalu murah. Sangat sesuai dengan citarasa yang dihadirkan.
Dikutip dari https://id.wikipedia.org/wiki/Prasmanan, Prasmanan atau buffet (dibaca "buffe") adalah cara penyajian makanan dalam pesta maupun restoran dengan meletakkan makanan pada meja panjang dan pengunjung mengambil sendiri menu yang diinginkan. Prasmanan sangat populer di Indonesia karena praktis dan mengurangi jumlah pelayan yang diperlukan dalam suatu resepsi.
Sedangkan https://www.restofocus.com/2015/05/pengertian-buffet-service.html, menjelaskan bahwa Prasmanan atau Buffet Service adalah suatu sistem pelayanan dimana makanan dan minuman dihidangkan dengan rapi di atas sebuah meja panjang yang telah di set dengan baik dan tamu mengambil sendiri makanan dan minuman yang dikehendaki/disukai.
Kata "Bopet" pada Bopet Mini sendiri menurut dugaan saya merupakan penyesuaian dari kata "Buffet" yang sangat jelas menyiratkan konsep yang diusung di rumah makan tersebut. "Buffet" (dilafalkan ba - fei) sendiri berasal dari bahasa Prancis yang memiliki arti "perabot seperti lemari yang terdiri dari beberapa rak dan biasanya dipakai untuk memajang piring dan lain sebagainya".Â
Orang Perancis mempelopori gaya menghidangkan aneka makanan dan minuman pada piring di rak-rak lemari "Buffet" ini. Di Indonesia "Buffet" sendiri merujuk pada lemari untuk menyimpan perabotan makan dan minum seperti piring, gelas, cangkir, sloki, cawan, teko, sendok, garpu, dan lain sebagainya.
Sejauh yang saya ingat, baru pertama kalinya saya mendapati Rumah Makan Padang dengan konsep prasmanan. Di sebelah meja prasmanan terdapat konter kudapan tradisional seperti bubur kampiun, ketan srikaya, surabi, lupis, dan lain sebagainya. Untuk lebih lengkapnya bisa dilihat pada informasi yang saya lampirkan.
Nilai yang saya berikan :
- Makanan : 5/5
- Pelayanan : 4.5/5
- Kebersihan : 4.5/5
- Lokasi : 5/5
- Ambience : 4.5/5
Bagi yang tertarik untuk mencoba silahkan datang ke alamat yang tertera di bawah ini :
Rumah Makan Bopet Mini
Jalan Raya Bendungan Hilir Kav. IA.
Telp. : (021) 5713505.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H