Mohon tunggu...
Adi Ankafia
Adi Ankafia Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Freelancer

Euphemia Puspa Tanaya Jasmine

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"Si Doel The Movie", Polemik (Cinta Segitiga) yang Tak Kunjung Usai

8 Agustus 2018   13:59 Diperbarui: 12 Agustus 2018   21:23 3650
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Si Doel The Movie. Sumber Foto: Kompas.com/Dian Reinis Kumampung

"Di, sudah nonton Si Doel The Movie?" tanya Mas Ferianto (untuk selanjutnya akan disebut sebagai Mas Feri) kepada saya kemarin pagi saat sarapan di kantor sebelum memulai rutinitas sebagai buruh di salah satu lembaga litbang pemerintah ternama di tanah air, sebut saja ****. 

Raut mukanya tampak memerah kepedasan oleh sambal matah, bekal sarapan buatan istrinya. Padahal istrinya bukan orang Bali. Dan, sarapan sambal matah? Seriously?

"Belum, Mas, saat premiere tanggal 2 Agustus kemarin saya kehabisan tiket." Jawab saya bersanding nada keluh.

Mas Feri mengangguk-angguk paham.

"Nanti istirahat siang aja, yuk, nonton Si Doel The Movie! Sekalian Mas Teguh juga kita culik!" Ajak Mas Feri setelah menandaskan sisa sambal matah dengan cara menenggaknya. Mas Teguh merujuk kepada seorang teman kantor yang duduk tepat di sebelah kanan saya, sementara Mas Feri duduk tepat di sebelah kiri saya. Jadi, posisi meja kerja saya diapit oleh Mas Feri dan Mas Teguh. Mas Teguh manut aja sama ajakan Mas Feri dan Saya.

Dari Kiri ke Kanan : Mas Ferianto, Mas Teguh, dan Saya (Dokumen Pribadi @adiankafia)
Dari Kiri ke Kanan : Mas Ferianto, Mas Teguh, dan Saya (Dokumen Pribadi @adiankafia)
Mas Feri dan Mas Teguh adalah senior saya di kantor. Diantara kami bertiga, Saya adalah yang paling muda. Jika diibaratkan dalam dunia persilatan, Saya adalah murid paling bungsu. Pada masa awal saya sebagai new kids on the block, saya memanggil mereka dengan sebutan Pak Feri dan Pak Teguh. For Your Information, mereka berdua, masing-masing sudah beristri dan memiliki anak. Saya?... belooon!

Tiket Si Doel The Movie (Dokumen Pribadi @adiankafia)
Tiket Si Doel The Movie (Dokumen Pribadi @adiankafia)
Nonton Si Doel The Movie disponsori oleh Mas Feri. Semacam farewell party kecil-kecilan mengingat minggu depan Mas Feri sudah akan melanjutkan sekolah untuk meraih gelar Master di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Pada dasarnya saya bukanlah penonton setia serial Si Doel Anak Sekolahan di zamannya. Saat itu saya lebih familiar dengan serial Friends. Bukan sok kebarat-baratan, tapi, saya masih terlalu ingusan untuk memahami problematika Doel-Sarah-Zaenab. 

Kendatipun demikian, animo masyarakat yang merindukan Si Doel sejak episode terakhir yang cukup gantung di tahun 2006 berhasil memprovokasi saya untuk menjadi ikut penasaran dengan kelanjutan kisahnya. Dua belas tahun, dan, tentunya rindu sudah cukup tebal bahkan mengkerak.

Si Doel The Movie dari kacamata saya terlalu banyak adegan klise. Si Doel The Movie agak sedikit ternoda oleh dominasi polah tingkah Mandra. Meski, menurut Mas Feri tanpa peran Mandra, Si Doel The Movie habis karena terlalu flat. Ada benarnya juga. Tapi, tidak sepenuhnya benar karena Mandra sudah terlalu berlebihan. Seperti sayur asem yang kebanyakan garam.

Saya menduga, Si Doel, dalam hal ini Rano Karno nyang jadi dalangnye sengaja menampilkan Si Doel The Movie seperti sekumpulan clue-clue cerita yang bakal dikembangkan pada sekuel-sekuel selanjutnya. 

Sebagai tahap awal semacam woro-woro : "Eh! Si Doel masih ada, lho!" hanya saja, yang patut disayangkan, Rano Karno, sebelum produksi film, tidak mempersiapkan dirinya agar tampak sebagai Doel yang cool dan gagah, seperti misalnya diet karbo dan rutin nge-gym. Saya sempat membayangkan jika dibantu teknologi CGI untuk mengesankan badan Doel yang atletis. Saya yakin, Bang Rano bakal bilang : "Emangnye aye mau jadi Kapten Amerike!"  <--- merujuk pada film Captain America : The First Avenger (2011). Ya kali, Bang, Amerika jadi Amerike.

Beberapa adegan yang saya cermati di trailer sepertinya tidak ditampilkan, yaitu ketika Mandra minta sambal ke (disinyalir) tukang hot dog di Amsterdam saat sedang sighseeing bareng Doel yang di-guide oleh Hans, dan adegan ketika Zaenab (Maudy Koesnadi) menelpon Si Doel yang sedang di Amsterdam dan menanyakan: "Kok, kayak ada suara kereta, Bang?", lalu Doel menjawab : "Oh, iye, emang tokonye deket stasiun kereta." Saya tidak tahu kenapa tidak ditayangkan. Apakah hanya untuk keperluan trailer?

Pada prinsipnya konflik dalam Si Doel The Movie sudah terbangun cukup apik dan natural. Diselaraskan dengan kondisi nyata. Doel konsisten  tidak menggantikan peran-peran yang sudah ditinggalkan oleh pemerannya yang sudah meninggal. 

Sejak di serial yang total jendral menghasilkan 162 episode yang tayang sejak tahun 1994 sampai 2006, Doel tidak mengganti peran Babeh dengan aktor lain setelah Benyamin meninggal, pun dengan Pak Tile, dan Mas Karyo. Skenario disesuaikan dengan kondisi real. Doel tidak ingin ikut-ikutan virus film-film tanah air berlabel Reborn yang beberapa waktu lalu sempat menjangkit.

Si Doel The Movie secara otomatis tidak lepas dari cinta segitiga antara Doel-Sarah-Zaenab. Diceritakan bahwa Sarah (Cornelia Agatha) pergi meninggalkan Doel ke Belanda, tanpa pamit. 

Saat itu Sarah dibakar api cemburu karena Doel membantu Zaenab (Maudy Koesnadi) yang tengah keguguran anak pertamanya. Zaenab yang juga jatuh hati pada Doel cintanya terhalang restu orang tuanya yang tidak menyukai Doel karena meski sudah Insinyur (Sarjana) tapi belum punya pekerjaan tetap. Malah narik oplet bareng Mandra yang notabene adalah adik dari Mak Nyak (Aminah Cendrakasih) atau dengan kata lain adalah pamannya Doel. 

Zaenab terpaksa menikah dengan Koh Ahong, juragan pabrik batu bata yang kaya raya pilihan orang tuanya.

Zaenab sosok yang kalem, nrimo, dengan wujud ayu natural khas gadis desa yang bersahaja, santun, dan terpelajar. Berbanding terbalik dengan Sarah yang lebih modern. Bisa dimaklumi karena Sarah adalah keturunan orang kaya yang sudah punya pengalaman sekolah di luar negeri sebelumnya. Sarah adalah perempuan tahan banting dan pribadi yang selalu optimis serta sosok yang pemurah. 

Doel sendiri menjadi unik dan memiliki nilai plus di mata Sarah karena Doel adalah sosok anak Betawi yang teguh memegang prinsip ke-Betawi-annya. Anak Betawi tulen yang tidak terbawa arus zaman namun tetap berkompromi dengan perkembangan zaman tanpa berlebihan. 

Doel, meski secara hukum telah sah sebagai suami Sarah, sesungguhnya hatinya selalu terbelah antara Sarah dan Zaenab. Doel sulit untuk menjadi tegas pada kondisi ini. Entahlah, apakah mungkin karena Sarah dan Zaenab sama-sama menarik dengan versi yang ditawarkan masing-masing? Jika memang benar demikian, berarti, Doel, di balik wajah yang tampak tak pernah sumringah termasuk ke dalam kategori seorang player.

Sarah pergi ke Belanda dalam kondisi hamil. Secara hukum, Doel memang belum bercerai dari Sarah.

Empat belas tahun berlalu dengan dinamikanya. Doel menikah (siri) dengan Zaenab yang sudah tidak lagi menjadi istri Koh Ahong. Mak Nyak semakin sepuh dan hanya bisa terbaring di tempat tidur karena sakit. 

Atun menjadi janda, membesarkan sendiri anak hasil pernikahan dengan almarhum Mas Karyo. Mandra masih setia kepada cinta yang tak termiliki, Munaroh, hingga menjadi bujang lapuk yang kurus kering.

Tanpa ada angin ataupun hujan, pada suatu pagi, saat burung-burung pipit berkicau menyambut mentari dari ufuk timur, Hans, sepupu Sarah yang secara kebetulan juga berdomisili di Belanda, tepatnya di kota Amsterdam, yang oleh almarhum Babeh (alm. Benyamin Sueb) dikasih julukan "Si Hidung Gede" menelpon Doel minta dikirimin atau lebih tepatnya dibawain langsung barang-barang tradisional kesenian Betawi untuk acara Tong-Tong Festival di Amsterdam yang masih akan berlangsung 2 bulan lagi.

Singkat cerita, Doel dengan ditemani Mandra berangkat ke Belanda. Awalnya tidak ada kecurigaan sama sekali bahwa proyek kurir ke Belanda ini disusupi pesan Sarah kepada Hans untuk mempertemukan mereka kembali karena anak Doel dan Sarah yang diberi nama Abdullah dan punya panggilan Doel (Rey Bong) juga yang sudah berumur 13 tahun-an selalu menanyakan keberadaan Bapaknya dan Sarah merasa sudah saatnya membuka tabir tersebut kepada anaknya.

Mak Nyak yang masih menyimpan kekecewaan atas kepergian Sarah selalu mengingatkan Doel sebelum berangkat untuk tidak perlu lagi mencari Sarah kalau sudah sampai Belanda karena sekarang sudah ada Zaenab yang tulus menjadi pendamping Doel dan ikut merawat Mak Nyak. 

Di balik wajah ayu kalemnya, Zaenab sendiri bukannya tidak khawatir, dia juga ingin berpesan pada Doel namun urung karena keburu diserobot Atun (Suti Karno) yang minta dibawain oleh-oleh, seperti coklat, keju, dan klompen, sementara waktu terus beranjak, taksi online tak bisa menunggu lagi, kemacetan menghadang di depan, jam penerbangan semakin dekat. Doel berangkat ke Belanda meninggalkan keresahan pada batin Zaenab.

Sisi jenaka Zaenab dimunculkan pada adegan saat Doel mengabari kondisinya sesampai di Belanda dan sudah berada di tempat Hans. Zaenab bahagia sekali dan sekaligus terlihat jenaka menerima pesan Doel yang sudah ditunggu-tunggunya.

Pertemuan Doel dan Sarah setelah 14 tahun berpisah di Museum Tropen mengingatkan pada adegan pertemuan Rangga dan Cinta di AADC 2. Sama-sama tidak ada gregetnya. Setidaknya bagi saya.

Doel pun akhirnya bertemu anaknya dan Mandra bertemu sayur asem di rumah Sarah. Sejujurnya saya sangat menyukai adegan canggung antara Doel (bapak) dan Doel (anak). Anak yang besar tanpa melihat bapaknya bahkan sejak lahir dan bapak yang hidup dihantui oleh rasa penasaran bagaimana nasib anaknya. 

Tak pelak, adegan tersebut membuat saya membayangkan jika suatu hari saya traveling ke sebuah negara, Belgia, misalnya, lalu saya khilaf bercinta dengan perempuan keturunan/peranakan Prancis -- Maroko -- Aljazair akibat terlalu mabuk lalu masuk ke rumah bordir (prostitusi) padahal niatnya mau balik ke penginapan, setelah itu saya pergi begitu saja melanjutkan perjalanan. 

Empat belas tahun kemudian saya mendapat undangan kenegaraan ke Belgia sebagai pembicara dalam acara Supermentor yang digagas Diaspora Indonesia di sana, dan selama di Belgia ada satu waktu saya dipertemukan (oleh keadaan) dengan anak hasil hubungan gelap saya.. boom! Ekspresi saya mungkin : "Wow! Ternyata gue punya anak yang mewarisi ketampanan gue!" atau.. entahlah. 

Mungkin, kita berdua hanya bisa saling bertatapan dalam diam (shock) dengan batin yang saling terhubung namun masih agak sulit menerima kenyataan. Selanjutnya, dalam upaya mencairkan suasana, saya mengajak anak saya pergi ke suatu tempat, pantai, misalnya. Usaha mengakurkan hubungan bapak dan anak yang diselingi percakapan canggung, seperti :

 "Bagaimana sekolahmu?"; 

"Apa mata pelajaran favoritmu?"; 

"Apa kabar dengan, Mama?", 

"Apakah Mama sangat membenci Papamu ini?

Complicated tapi keren!

Lompatan emosi yang drastis terjadi ketika Doel (anak) yang awalnya canggung bertemu Doel (bapak) menjadi tidak ingin ditinggalkan ketika menyusul Doel (bapak) yang akan pulang ke Jakarta di Bandara Schipol -- Amsterdam. 

Seharusnya tidak semudah itu membuat cair hubungan anak dan bapak yang terpisah belasan tahun. Dan, adegan tersebut meruntuhkan kesakralan adegan canggung di awal perjumpaan.

Saat Doel termenung di dalam trem sepulang dari rumah Sarah, dan Sarah berjalan galau di tengah kebun bunga setelah berpisah lagi dengan Doel, backsoundnya Selamat Jalan Kekasih karya Bebi Romeo yang dibawakan kembali oleh Wizzy (Williana Saraswati) yang pada awal kemunculannya di tahun 2000 dibawakan oleh Rita Effendi cukup menyentuh dan bikin baper. Saya berpikir akan lebih pas jika backsoundnya diganti dengan lagu Cruisin'-nya Frederrik Sioen.

Lagi-lagi, ketika Sarah membisikkan kata "ceraikan aku, Doel!" mengingatkan saya pada adegan yang kamu lakukan ke saya itu, jahat-nya Cinta pada Rangga di AADC 2. Tidak benar-benar mirip, namun se-tipe.

Well! Terlepas dari adanya celah di sana -- sini (karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT) kita patut mengapresiasi kembalinya Rano Karno dalam jagad perfilman tanah air. Kita berharap melalui tangan dingin Rano Karno akan lahir film-film Indonesia yang berkualitas dan ikut serta mengembalikan kejayaan perfilman Indonesia.

Dan, tentunya kita semua tidak sabar menunggu kelanjutan sekuel Si Doel The Movie!

Nyok! Encang, Encing, Nyak, Babeh, rame-rame ke bioskop nonton Si Doel The Movie!

Adi Ankafia,

Bogor, 08 Agustus 2018.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun