Demokrasi Indonesia dimulai pada Periode 1945 - 1959 yang dinamakan Demokrasi Liberal atau Demokrasi Parlementer.
Seiring berjalanya waktu sistem demokrasi Indonesia terus melakukan perubahan, hingga pada akhirnya demokrasi secara langsung di Indonesia terjadi pada tahun 2004 yaitu saat pemilihan umum (PEMILU) dan terus belangsung hingga 2024 mendatang.Â
Bicara tentang demokrasi tidak hanya sekedar kebebasan memilih saat pemilu, lebih dari itu demokrasi ialah kebebasan bagi masyarakat untuk beragama, berserikat, menyampaikan pendapat dan sebagainya selama itu tidak melanggar hukum.Â
Hal ini sejalan dengan pasal 28 E ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa "setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya". Pasal 28 E ayat (3) UUD 1945 berbunyi "setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat".Â
Selain itu, demokrasi juga sering diartikan sebagai penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia, partisipasi dalam pengambilan keputusan dan persamaan hak di depan hukum.Â
Dari sini kemudian muncul idiom-idiom demokrasi, seperti egalite (persamaan), equality (keadilan), liberty (kebebasan), human right (hak asasi manusia)
Lain dari itu, jika kita melihat pandangan Islam dalam demokrasi, secara normatif Islam juga menekankan pentingnya ditegakkan amar ma'ruf nahi munkar bagi semua orang, baik sebagai individu, anggota masyarakat maupun sebagai pemimpin negara.Â
Doktrin tersebut merupakan  prinsip Islam yang harus ditegakkan dimana pun dan kapan saja, supaya terwujud masyarakat yang aman dan sejahtera.Â
Dalam al-Qur'an terdapat banyak ayat yang terkait dengan prinsip-prinsip utama demokrasi, antara lain QS. Ali Imran: 159 dan al-Syura: 38 (yang berbicara tentang musyawarah)
Milenial dan Kesadaran Demokrasi
Milenial atau generasi muda selalu identik dengan pelopor munculnya segala inovasi akan teknologi yang dengan kecakapannya mampu mentransformasikan suatu zaman.Â
Kaum milenial juga menjadi generasi yang adaptif akan perkembangan akan modernitas zaman yang semakin pesat di tengah arus disrupsi.Â
Tentunya dalam hal ini kaum milenial menjadi sebuah agen yang memilki peran begitu krusial dalam penentuan nasib bangsa dan negara di tengah arus disrupsi tersebut.Â
Representasi politik kaum milenial sangat penting dalam penentuan sebuah kebijakan yang lebih terbaharukan dan mengakomodasi kepentingan mereka.Â
Tingginya tingkat partisipasi pemilih muda yang berkisar 60% pada pemilu 2024 dan proporsi jumlah penduduk yang lebih dominan menjadi sebuah keharusan lagi dalam menciptakan representasi yang ideal bagi milenial Indonesia di parlemen.Â
Bagaimana cara mewujudkan hal tersebut? Langkah yang harus dilakukan ialah menciptakan partisipasi politik yang tinggi bagi para kaum milenial. Dan dalam mewujudkan hal tersebut tentunya diperlukan kesadaran akan politik yang tinggi bagi milenial.Â
Berdasarkan Pasal 11 UU Nomor 2/2008 terdapat beberapa fungsi partai politik, salah satunya yaitu sebagai sarana pendidikan politik bagi seluruh masyarakat Indonesia agar menjadi WNI yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.Â
Tentunya dalam hal ini partai politik bisa lebih fokuskan untuk mengedukasi kaum milenial tentang kesadaran dalam berdemokrasi.Â
Data KPU menerangkan bahwa jumlah pemilih muda sebanyak 106.358.447 jiwa, tentunya ini bukan jumlah yang sedikit dalam penentu hasil pemilihan.Â
Hal ini perlu dijadikan tugas utama para pelaksana pemilu 2024 untuk memberikan kesadaran demokrasi yang baik dan benar kepada kaum milenial, karena bagaimanapun kaum milenial akan menjadi penentu nasib negara ini.
Adi Saputra (Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum UNAS)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H