Mohon tunggu...
Adhy Nosho
Adhy Nosho Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

Dia yang Bukan Saudaramu Dalam Keimanan, Adalah Saudaramu Dalam Kemanusiaan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

"No Wamen No Cry"

27 Oktober 2019   17:40 Diperbarui: 18 November 2020   17:56 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"No Wamen No Cry", begitulah tanggapan nyeleneh seorang teman tentang pelantikan 12 orang Wakil Menteri kemarin. Sepintas lalu, plesetan dari lagu Bob Marley "No Women No Cry" tersebut terdengar lucu. Tapi, sebenarnya menyimpulkan kejadian yang hampir sama.

Jika pada lagu "No Women No Cry", Bob Marley berpesan pada istrinya yang bernama Rita ketika mereka mulai tenar. Bahwa dulunya mereka hidup susah. Makan pun mereka harus berbagi. Oleh karena sekarang hidup mereka sudah membaik, mereka tidak boleh lupa asal usul mereka.

Begitu pula dengan pengangkatan Wakil Menteri kemarin. Sangat terkesan kalau ada "politik balas budi" dibalik itu semua. Jabatan itu diberikan kepada mereka karena mereka dianggap sudah "berkeringat" pada Pilpres kemarin. Presiden tidak begitu saja melupakan mereka yang dulu berjuang habis-habisan untuk dirinya.

Sebanyak 12 orang Wakil Menteri telah dilantik Jokowi. Latar belakang mereka diantaranya tujuh orang adalah politisi serta pendukung Jokowi-Ma'ruf Amin pada Pilpres 2019. Berarti hanya lima orang yang merupakan profesional murni di bidangnya.

Mereka yang berasal dari parpol diantaranya Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa'adi dari PPP, Wakil Menteri PUPR John Wempi Wetipo (PDI-P), Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga (Golkar), Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang Surya Tjandra (PSI), serta Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Angela Tanoesoedibjo (Perindo).

Ada juga Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Budi Arie Setiadi yang merupakan Ketua Relawan Projo serta Wakil Menteri Pertahanan Wahyu Sakti Trenggono yang pada saat Pilpres menjabat sebagai Bendahara Tim Kampanye Jokowi-Ma'ruf.

Komposisi Wamen yang seperti ini wajar saja jika publik mempertanyakan urgensi dari keberadaan jabatan baru. Terkesan bahwa keberadaan jabatan Wamen dengan komposisi diatas adalah ajang bagi-bagi kekuasaan atau membentuk "setan oligarki".

Memang, jika dilihat dari sisi manajemen organisasi, keputusan Presiden tidaklah salah. Penambahan jabatan dan SDM baru dimungkinkan apabila ada target-target tertentu yang ingin dicapai dari organisasi tersebut. Selain itu, keberadaan jabatan baru harus memperhatikan beban kerja yang ada dalam institusi itu.

Sebagaimana yang diamanatkan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008. Bahwa dalam  hal  terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, Presiden dapat mengangkat wakil menteri di kementerian tertentu.

Dengan demikian, alasan yang paling logis pada pengangkatan Wamen kemarin Presiden ingin Kabinetnya bekerja penuhi target kinerja yang sudah ditentukan dan kerja cepat. Itulah alasan yang paling logis dari keberadaan jabatan Wakil Menteri.

Namun perlu diingat bahwa pengadaan jabatan baru sekelas Wamen menimbulkan beberapa persoalan. Terkadang kita melihat posisi wakil pada hampir semua jabatan tidak memiliki pembagian urusan yang jelas. Mereka hanya seperti pajangan belaka atau seperti "ban reserep".

Persoalan lain yang sering muncul adalah konflik antara Menteri dan Wakilnya sebagai akibat dari kompetisi perebutan pengaruh. Apalagi Menteri dan Wamen keduanya berbeda partai. Jelas ini akan mempengaruhi kecepatan dalam pengambilan keputusan. Belum lagi dari persoalan anggaran. Keberadaan jabatan baru jelas menambah beban anggaran.

Jadi, persoalan jabatan Wamen seharusnya tidak menjadi masalah. Tapi yang menjadi masalah adalah komposisinya.

Daripada kita urus Wamen, mending kita ke Wamena saja. Atau kita dengerin saja lagu "No Wamen No Cry". Tidak pake ribet. Kata teman mengakhiri diskusi.

Ternate, 27 Oktober 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun