Mohon tunggu...
Adhye Panritalopi
Adhye Panritalopi Mohon Tunggu... profesional -

Alumni Fak. Hukum Univ. Hasanuddin Makassar#Penyair dari Komunitas Halte Kayu Makassar#Penulis tetap di www.negarahukum.com# "AKAN ada banyak "WARNA" sebagi pilihan, tapi seorang SARJANA HUKUM harus berani menerima "HITAM dan PUTIH" sebaggi REALITA" ___Twitter @adhyjudo__FB: Adhye Panrita Lopi

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Menyikapi Polemik Peredaran Buku "33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh"

15 Januari 2014   17:01 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:48 611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(Ilustrasi: change.org)

Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin dan Tim 8 sudah mengumumkan 33 tokoh sastra paling berpengaruh di Indonesia sejak tahun 1900 sampai saat ini. Pengumuman ini pun di ikuti dengan diterbitkannya buku dengan judul yang sama "33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh". Buku ini di tulis oleh Jamal D. Raman, dkk.

Secara garis besar penulis melihat tidak ada yang istimewa dalam penerbitan buku ini. Yang membuat buku ini kemudian menjadi istimewa karena adanya polemik di kalangan sastrawan yang menganggap bahwa buku ini sarat dengan nuansa kepentingan pihak-pihak tertentu. Anggapan dan kecurigaan ini muncul setelah melihat nama Denny JA nangkring dalam daftar 33 tokoh sastra Indonesia paling berpengaruh.

Banyak kalangan utamanya para pemerhati dunia sastra di Indonesia menilai bahwa sosok Danny JA tidak layak masuk dalam daftar 33 tokoh sastra Indonesia yang paling berpengaruh. Alasannya, karena Denny JA selama ini lebih di kenal sebagai konsultan politik dan pendiri PT. Lingkaran Survei Indonesia (PT. LSI) dari pada sosoknya sebagai sastrawan nusantara.

Selain alasan tersebut, ada juga kalangan yang menilai bahwa Tim 8 yang terdiri dari Jamal D. Rahman (Ketua), Acep Zamzam Noor, Agus R. Sarjono, Ahmad Gaus, Berthold Damshäuser, Joni Ariadinata, Maman S. Mahayana, dan Nenden Lilis Aisyah sama sekali tidak berhasil mengurai definisi dan kriteria yang definitif atas kata "pengaruh" dan "tokoh sastra" dalam judul buku ini.

Menurut para sastrawan yang berusaha keras menolak pun mereka yang tidak setuju dengan buku ini, kata "pengaruh" dan "tokoh sastra" pada judul buku ini menimbulkan kekaburan arti dan makna. Mereka menganggap ada ketidakjelasan definisi dan kriteria mengenai tokoh sastra Indonesia paling berpengaruh yang di tetapkan dalam buku ini. Yang kemudian kriteria ini tidak di jelaskan dan tidak di tunjukkan oleh tim 8 selaku penggarap buku ini.

Karena alasan-alasan seperti itulah, maka kemudian banyak kalangan sastrawan dan pemerhati dunia sastra kemudian berusaha keras menolak peredaran buku ini. Penolakan buku ini terjadi di mana-mana. Di media-media, baik media on line maupun media cetak. Ada yang menyatakan penolakannya melalui koran, ada yang melalui status di Fesbuk, ada pula yang menolaknya melalui ocehan di twitter. Bahkan di Kompasiana ini pun beberapa hari yang lalu ada yang menulis artikel yang intinya menolak kehadiran buku ini.

Berita paling terbaru dan cukup heboh, bahwa kemarin sejumlah orang yang di komandani Saut Situmorang, sastrawan asal Yogyakarta, membuat petisi online di change.org. Petisi ini mereka buat untuk mendesak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional RI, M. Nuh untuk menunda atau pun agar segera menghentikan sementara waktu peredaran buku kontroversial ini.

Melalui petisi itu, mereka yang tidak sepakat dengan isi buku ini kini mencari dukungan masyarakat untuk mendesak pemerintah menghentikan peredaran buku tersebut. Cukup jelas, bahwa kini ada banyak orang yang terang-terangan hendak memboikot peredaran buku ini. Tapi, apakah aksi penolakan buku ini wajar kita lakukan dengan jalan pemboikotan?. Saya sendiri menganggapnya ini hal yang tidak wajar dilakukan.

Terlepas dari siapa penggagas, untuk kepentingan apa, dan bagaimana isi buku ini, saya sendiri tidak sepakat kalau sampai buku ini mau diboikot dan sampai mendesak pemerintah untuk melarang peredaran buku ini.

Kenapa?. Sebab saya berfikir bahwa siapapun itu, negara ini melindungi kebebasan mereka untuk ber-Opini, termasuk didalamnya kebebasan mereka untuk membuat rangking terhadap suatu objek kajian. Bukankah pemilihan 33 tokoh sastra Indonesia paling berpengaruh ini sama halnya dengan kita memilih seorang penyanyi top di ajang Indonesia Idol?.

Apakah orang-orang atau mereka yang menolak buku ini tidak berfikir bahwa se buruk apapun dan se jelek apapun hasil perengkingan itu kan tetap bagian dari kebebasan orang lain untuk ber-Opini termasuk juga kebebasan memberikan penilaian?. Dan, hal ini sudah jelas mendapat jaminan dari negara-negara penganut paham demokrasi seperti di negara kita Indonesia ini.

Rasanya sungguh ironis ketika kebebasan berpendapat yang kemudian di tuangkan dalam buku kemudian ingin di "bredel" oleh mereka yang  ingin katanya hendak memperjuangkan kebebasan berkarya.

Kalau dahulu, di era orde baru, kita ramai-ramai memprotes pemerintah karena pemerintah melarang buku karya sastra beredar. Sementara sekarang, kita justru hendak menggunakan tangan-tangan pemerintah untuk melarang sebuah buku beredar. Apakah ini tidak kelihatan lucu?.

Dan barangkali tanpa mereka sadari. Justru dengan ramai-ramai menolak buku ini, maka akan banyak orang yang kemudian mencari buku ini, yakinlah!. Lalu?, apakah tujuan untuk memboikot buku ini akan berhasil?. Saya pikir tidak !.

Maka terkait polemik peredaran buku ini, alangkah baiknya kita menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dalam segala bidang yang ada di negara ini. Termasuk juga di dalamnya bidang sastra. Bukankah dengan menolak buku ini dengan cara-cara memboikotnya hanya karena kita ketidak setuju dengan proses pemilihan serta perengkingan tokoh yang ada di tulis dalam buku ini akan menunjukkan bagaimana rendahnya pemahaman kita dalam berdemokrasi?

Dan bagi saya pribadi, untuk orang-orang merasa tidak puas dengan isi buku ini sudah semestinya membuat buku tandingan. Buatlah buku yang lebih baik dari buku yang kalian tolak. Atau minimal buku pembanding yang kemudian bisa di terima oleh semua kalangan (golongan). Tanpa ada aksi boikot memboikot.

Terima Kasih !!

___________________

Referensi: 1, 2

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun