Mohon tunggu...
Adhye Panritalopi
Adhye Panritalopi Mohon Tunggu... profesional -

Alumni Fak. Hukum Univ. Hasanuddin Makassar#Penyair dari Komunitas Halte Kayu Makassar#Penulis tetap di www.negarahukum.com# "AKAN ada banyak "WARNA" sebagi pilihan, tapi seorang SARJANA HUKUM harus berani menerima "HITAM dan PUTIH" sebaggi REALITA" ___Twitter @adhyjudo__FB: Adhye Panrita Lopi

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Menyikapi Polemik Peredaran Buku "33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh"

15 Januari 2014   17:01 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:48 611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terlepas dari siapa penggagas, untuk kepentingan apa, dan bagaimana isi buku ini, saya sendiri tidak sepakat kalau sampai buku ini mau diboikot dan sampai mendesak pemerintah untuk melarang peredaran buku ini.

Kenapa?. Sebab saya berfikir bahwa siapapun itu, negara ini melindungi kebebasan mereka untuk ber-Opini, termasuk didalamnya kebebasan mereka untuk membuat rangking terhadap suatu objek kajian. Bukankah pemilihan 33 tokoh sastra Indonesia paling berpengaruh ini sama halnya dengan kita memilih seorang penyanyi top di ajang Indonesia Idol?.

Apakah orang-orang atau mereka yang menolak buku ini tidak berfikir bahwa se buruk apapun dan se jelek apapun hasil perengkingan itu kan tetap bagian dari kebebasan orang lain untuk ber-Opini termasuk juga kebebasan memberikan penilaian?. Dan, hal ini sudah jelas mendapat jaminan dari negara-negara penganut paham demokrasi seperti di negara kita Indonesia ini.

Rasanya sungguh ironis ketika kebebasan berpendapat yang kemudian di tuangkan dalam buku kemudian ingin di "bredel" oleh mereka yang  ingin katanya hendak memperjuangkan kebebasan berkarya.

Kalau dahulu, di era orde baru, kita ramai-ramai memprotes pemerintah karena pemerintah melarang buku karya sastra beredar. Sementara sekarang, kita justru hendak menggunakan tangan-tangan pemerintah untuk melarang sebuah buku beredar. Apakah ini tidak kelihatan lucu?.

Dan barangkali tanpa mereka sadari. Justru dengan ramai-ramai menolak buku ini, maka akan banyak orang yang kemudian mencari buku ini, yakinlah!. Lalu?, apakah tujuan untuk memboikot buku ini akan berhasil?. Saya pikir tidak !.

Maka terkait polemik peredaran buku ini, alangkah baiknya kita menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dalam segala bidang yang ada di negara ini. Termasuk juga di dalamnya bidang sastra. Bukankah dengan menolak buku ini dengan cara-cara memboikotnya hanya karena kita ketidak setuju dengan proses pemilihan serta perengkingan tokoh yang ada di tulis dalam buku ini akan menunjukkan bagaimana rendahnya pemahaman kita dalam berdemokrasi?

Dan bagi saya pribadi, untuk orang-orang merasa tidak puas dengan isi buku ini sudah semestinya membuat buku tandingan. Buatlah buku yang lebih baik dari buku yang kalian tolak. Atau minimal buku pembanding yang kemudian bisa di terima oleh semua kalangan (golongan). Tanpa ada aksi boikot memboikot.

Terima Kasih !!

___________________

Referensi: 1, 2

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun