FORMULASI TABLET EKSTRAK KANGKUNG AIR (Ipomoea aquatica F.) DENGAN VARIASI KADAR AMILUM MANIHOT SEBAGAI BAHAN PENGHANCUR
ABSTRAK
Kangkung air (Ipomoea aquatica F) merupakan tanaman yang mempunyai efek  hipoglikemik. Kangkung air diformulasikan  menjadi bentuk sediaan tablet untuk  menghasilkan manfaat dari segi kepraktisan dan ketepatan dosis terapi. Bahan penghancur sangat berperan terhadap kecepatan pelepasan  zat aktif dari tablet sehingga efek obat dapat  segera dirasakan oleh pasien diabetes. Tujuan  penelitian ini adalah untuk mengetahui waktu  hancur tablet ekstrak kangkung air dengan variasi kadar bahan penghancur amilum manihot, dan mengetahui kadar penghancur terbaik sesuai dengan hasil evaluasi sifat fisik tabletnya. Ekstrak kangkung air diperoleh dari proses maserasi dengan etanol 96%, kemudian  dipekatkan dengan rotary evaporator. Ekstrak di  uji secara kualitatif dengan KLT dengan fase  gerak petroleum eter : aseton : dietil amin  dengan perbandingan (10: 4: 1), fase diam silika  gel F254 menghasilkan nilai Rf sebesar 0,625. Tablet dibuat dengan metode granulasi basah  dengan bahan penghancur amilum manihot 10%, 15n 20%. Sifat fisik granul yang diuji  meliputi waktu alir, sudut diam dan indeks kompresibilitas. Tablet diuji sifat fisik meliputi  keseragaman bobot, keseragaman ukuran, kekerasan, kerapuhan dan waktu hancur. Hasil  penelitian menunjukkan bahwa variasi kadar amilum manihot mempercepat waktu hancur  tablet. Formula optimum dicapai pada kadar amilum manihot 15%.
Kata kunci: amilum manihot, bahan penghancur, Ipomoea aquatica Forsk.
1. PENDAHULUAN
Berbagai pengobatan buat mencegah dan mengatasi diabetes sudah  dikembangkan, termasuk juga penggunaan aneka macam macam herbal. Salah satu herbal yang mempunyai kegiatan menjadi  antihiperglikemia merupakan kangkung air  (Ipomoea aquatica F.) (Malalavidhane et al.,  2003).
Kangkung adalah flora yang kaya akan katorenoid & klorofil.  Kandungan kangkung sebagian akbar  mengandung asam amino esensial misalnya  asam aspartat, glisin, alanin & leusin  sinkron menggunakan pola diet protein yang  direkomedasikan dari WHO (Shekhar,  2011).
Penambahan bahan penghancur  dibubuhi buat memudahkan pecahnya  atau hancurnya tablet lantaran bahan bisa  berfungsi menarik air ke pada tablet,  [1] [2] [3]mekar & mengakibatkan tablet  pecah sebagai bagian-bagiannya. Amilum manihot dipilih menjadi bahan penghancur  pada penelitian ini lantaran selain mempunyai  sifat penghancur yg baik, tetapi pula  gampang dihasilkan menggunakan harga yang  terjangkau dan pula bisa diproduksi sendiri  lantaran asal berdasarkan bahan alam (Depkes RI,  1995).
Amilum manihot adalah bahan penghancur yang sifatnya inert & bisa  meninggikan porositas pada pembuatan  tablet sebagai akibatnya memudahkan penetrasi air  lewat pori-pori ke pada bagian tablet &  akan meningkatkan kecepatan hancurnya tablet  (Hariana, 2007).
2. METODE PENELITIAN
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak dari kangkung air (Ipomoea aquatica Forsk) yang diambil dari petani kangkung di Jalan Telogo Adi, Sleman, DIY}, Ceolus PH 101, Povidon K 30, amilum manihot, magnesium stearat, etanol 96%, petroleum eter, aseton, dietil amin, silika gel, dan anisaldehid asam sulfat.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat maserasi, corong Buchner, evaporator (Heidolph), ayakan mesh 16 dan 18, mesin tekanan tablet single punch, neraca analitik (Metler Toledo), seperangkat alat untuk menguji sudut diam, alat untuk menguji kekerasan (Vanguard), alat untuk menguji kerapuhan tablet (Erweka), serta alat untuk menguji disintegrasi tablet (Erweka).
Penelitian ini dimulai dengan identifikasi tanaman yang akan diteliti. Identifikasi dilakukan untuk memastikan keakuratan bahan yang digunakan dalam penelitian agar menghindari kesalahan saat mengambil kandungan senyawa dari kangkung air (Ipomoea aquatica F.).
Serbuk kering kangkung air dimasukkan ke dalam wadah maserasi dan ditambahkan pelarut etanol 96% hingga seluruh serbuk terendam. Serbuk yang terendam etanol dibiarkan selama 24 jam sambil diaduk sesekali, kemudian disaring menggunakan corong Buchner. Filtrat dari rendaman kemudian diuapkan dengan rotary evaporator untuk menguapkan etanol dan menghasilkan ekstrak kental. Ekstrak yang didapat setelah penyaringan akan dipadatkan di atas water bath pada suhu 60ºC. Pembuatan granul dilakukan dengan mencampurkan ekstrak kental kangkung air dengan bahan pengisi Ceolus pH 101, kemudian diayak dengan ayakan no 16. Campuran tersebut kemudian dikeringkan dalam almari pengering dengan suhu 60ºC. Setelah kering granul diayak lagi dengan ayakan no 18, kemudian ditambahkan amilum manihot dan magnesium stearat. Selanjutnya dilakukan uji sifat granul meliputi uji waktu alir, uji sudut diam, dan uji pengetapan.
Granul yang telah diuji sifat fisiknya kemudian dikempa dengan mesin kempa tablet single punch. Bobot masing-masing tablet sebesar 500 mg, dikempa dengan tekanan yang sama, kemudian dilakukan uji sifat fisik tablet. Uji sifat fisik tablet meliputi organolepstis, keseragaman bobot, keseragaman ukuran, kekerasan, kerapuhan, dan waktu hancur.
Uji Kromatogafi Lapis Tipis
Metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) berlandaskan prinsip "like dissolves like," di mana larutan sampel ditotolkan pada fase diam, yaitu lapis tipis, dan kemudian dikembangkan dalam fase gerak yang telah dipilih. Dalam proses pengembangan ini, setiap komponen senyawa dalam sampel akan bergerak ke atas dengan kecepatan yang berbeda-beda, tergantung pada tingkat kepolaran masing-masing senyawa (Sastrohamidjojo, 2005).
Beta karoten adalah senyawa terpene yang terdiri dari delapan unit isoprene, yang membentuk cincin di kedua ujungnya. Rantai panjang dengan ikatan ganda yang terkonjugasi inilah yang memberikan warna jingga pada berbagai jenis sayuran, seperti wortel, labu, aprikot, dan nektarin.
Dalam sistem KLT yang digunakan, fase diamnya adalah silika gel 60 F 254, sementara fase geraknya berupa campuran petroleum eter, aseton, dan dietil amin dengan perbandingan 10:4:1 (Mangal et al. , 2012). Setelah plat dielusikan hingga batas tertentu, plat tersebut dikeringkan. Untuk mendeteksi keberadaan zat kimia aktif terpenoid, plat yang sudah dielusi disemprotkan dengan pereaksi anisaldehid asam sulfat dan dipanaskan dalam oven pada suhu 100ºC selama 5-10 menit. Timbulnya warna ungu-merah atau ungu setelah penyemprotan menunjukkan adanya terpenoid dalam ekstrak (Marliana, 2007). Proses pendeteksian bercak dilakukan di bawah sinar UV dengan panjang gelombang 254 nm, 366 nm, dan cahaya tampak.
Identifikasi kandungan senyawa kimia dalam ekstrak kangkung air dapat dilakukan dengan cara mengukur nilai Rf dan menganalisis warna yang terbentuk setelah penyemprotan dengan reagen anisaldehid asam sulfat. Berdasarkan hasil analisis kromatogram, diperoleh nilai Rf sebesar 0,625. Selain itu, tampak adanya warna ungu pada plat, yang mengindikasikan kemungkinan keberadaan senyawa terpenoid dalam ekstrak kangkung air. Senyawa terpenoid ini menunjukkan fluoresensi berwarna ungu-merah atau ungu setelah penyemprotan dengan reagen anisaldehid asam sulfat.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian mengenai sifat fisik granul ekstrak kangkung air (Ipomoea aquatica F. ) menunjukkan bahwa karakteristik fisik granul tidak hanya berpengaruh pada proses penabletan, tetapi juga pada kualitas tablet yang dihasilkan. Dalam studi ini, uji sifat fisik granul yang dilakukan mencakup waktu alir, sudut diam, dan pengetapan.
Waktu alir menjadi indikator penting dalam menentukan seberapa mudah granul mengalir melalui mesin cetak tablet. Kualitas aliran granul dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya ukuran granul, bentuk granul, dan kelembapan relatifnya. Granul dengan kualitas aliran yang kurang baik dapat menyebabkan aliran yang tidak sempurna dari hopper ke dalam die, sehingga menghasilkan tablet dengan bobot yang tidak konsisten, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi keseragaman zat aktifnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu alir yang diperoleh untuk setiap formula tergolong baik, karena semuanya berada dalam rentang waktu alir yang disyaratkan untuk granul yang baik, yaitu tidak lebih dari 10 detik (Anonim, 2007). Dari data yang tersedia, formulasi III mencatat waktu alir tercepat, yaitu 4,90 detik, sementara formulasi II membutuhkan waktu alir 5,06 detik, dan formulasi I memiliki waktu alir tertinggi yaitu 6,39 detik. Perbedaan waktu alir ini kemungkinan disebabkan oleh variasi pada permukaan granul dari masing-masing formula.
Keterangan: Formula I kadar bahan penghancur amilum manihot 10%, Formula II kadar bahan penghancur amilum manihot 15%,
Formula III kadar bahan penghancur amilum manihot 20%
Sudut diam adalah sudut yang terbentuk antara tinggi yang dihasilkan oleh serbuk atau granul yang telah diperlakukan, dengan jari-jari yang terbentuk pada dasar serbuk. Sebuah serbuk atau granul dianggap memiliki sifat alir yang baik jika sudut diamnya lebih kecil atau sama dengan 30 derajat, menandakan bahwa bahan tersebut dapat mengalir dengan lancar. Sebaliknya, jika sudut tersebut lebih besar atau sama dengan 40 derajat, maka daya alirnya cenderung kurang baik. Semakin datar kerucut yang terbentuk, semakin kecil sudut kemiringannya, yang menunjukkan sifat aliran serbuk yang lebih baik (Harpaz, D. , dan Mathural, B. , 1994).
Dari hasil penelitian, terlihat bahwa formula I memiliki sudut diam sebesar 24,39 derajat, formula II memiliki sudut diam 20,67 derajat, dan formula III memiliki sudut diam 24,10 derajat. Teori menyatakan bahwa sudut diam dipengaruhi oleh besar kecilnya gaya tarik dan gaya gesek antar partikel, dan hal ini berkaitan erat dengan proses pengolahan dan sifat alir granul.
Proses pengetapan menunjukkan adanya penurunan volume granul akibat hentakan dan getaran. Besar kecilnya indeks kompresibilitas dipengaruhi oleh bentuk, ukuran, dan distribusi ukuran partikel. Nilai indeks kompresibilitas yang rendah menunjukkan bahwa granul mampu menata diri dengan baik, sehingga pengetapan tidak mengakibatkan penurunan volume yang signifikan. Menurut USP (Fassihi dan Kanfer, 1986), granul atau serbuk dengan indeks kompresibilitas kurang dari 20% memiliki sifat alir yang baik.
Berdasarkan perhitungan indeks kompresibilitas, ditemukan pada formula I hasil sebesar 17%, formula II sebesar 14,33%, dan formula III sebesar 13%. Campuran granul dengan indeks pengetapan (%T) kurang dari 20% menunjukkan sifat alir yang baik. Semakin kecil nilai %T, semakin baik sifat alirnya (Fassihi dan Kanfer, 1986). Dalam uji pengetapan ini, faktor porositas, kerapatan, serta ukuran partikel sangat memengaruhi kemampuan serbuk dalam menata diri dan mengisi ruang kosong antar partikel.
Susut pengeringan granul turut memengaruhi kualitas tablet yang dihasilkan, karena dari sini kita bisa mengetahui tingkat pengeringan granul tersebut. Jika granul yang dihasilkan terlalu basah atau kering, tablet yang terbentuk dapat mengalami masalah seperti capping. Hasil penelitian menunjukkan bahwa susut pengeringan pada formula I adalah 3,46%, formula II 4,05%, dan formula III 3,83%. Hal ini mengindikasikan bahwa pengeringan granul telah mencapai tingkat maksimal, dengan kadar kekeringan yang optimal berkisar antara 2% hingga 5%. Hasil dari uji susut pengeringan granul ekstrak kangkung air ini diharapkan dapat meminimalkan terjadinya capping saat proses pengempaan.
Sifat fisik tablet ekstrak kangkong air
Tablet yang dihasilkan dikemas dan diuji sifat fisiknya di dalam ruangan dengan kelembapan relatif 40%. Langkah ini diambil untuk menghindari pengaruh kelembapan yang dapat memengaruhi hasil pengujian. Setiap formula tablet dievaluasi secepat mungkin agar dapat meminimalkan dampak dari faktor eksternal yang bisa memengaruhi hasil. Pengujian yang dilakukan meliputi uji organoleptik, keseragaman bobot, keseragaman ukuran, kekerasan, kerapuhan, dan waktu hancur.
A. Uji Organoleptik Tablet
Pemeriksaan organoleptik adalah langkah awal yang sederhana namun objektif untuk mengenali tablet. Tampilan umum tablet sangat penting untuk penerimaan konsumen dan pengontrolan keseragaman bahan. Warna produk harus seragam dan merata; warna yang tidak konsisten dapat mengurangi nilai estetika dan menimbulkan ketidakpercayaan konsumen terhadap keseragaman isi serta kualitas produk yang rendah.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan memanfaatkan panca indera untuk mendeskripsikan bentuk, warna, bau, dan rasa dari ekstrak. Tablet ekstrak kangkung air yang dihasilkan memiliki karakter fisik yang seragam, berupa bentuk bulat pipih, tidak retak, dan berwarna putih kehitaman. Warna ini berasal dari campuran ekstrak kering kangkung air dan bahan  tambahan lainnya. Selain itu, tablet ini tetap memiliki bau khas ekstrak dan sedikit rasa pahit.
B. Keseragaman Bobot
Keseragaman bobot adalah salah satu parameter penting dalam menilai kualitas produksi tablet. Uji keseragaman bobot bertujuan untuk menentukan apakah tablet yang diproduksi memiliki bobot yang konsisten. Hal ini sangat penting karena keseragaman bobot tablet berpengaruh langsung terhadap keseragaman kandungan zat aktifnya, yang pada gilirannya akan memengaruhi efektivitas terapi yang dihasilkan.
Selama proses pembuatan tablet, pemeriksaan rutin terhadap bobot tablet diperlukan untuk memastikan bahwa bobot yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan. Keseragaman bobot juga dipengaruhi oleh kecepatan aliran granul; semakin lancar granul mengalir, semakin baik keseragaman bobot yang diperoleh.
Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, tidak boleh ada lebih dari dua tablet yang memiliki penyimpangan bobot lebih dari 5%, dan tidak boleh ada tablet yang memiliki penyimpangan lebih dari 10%. Untuk menilai hasil pengujian keseragaman bobot, digunakan parameter koefisien variasi (CV). Bobot tablet dianggap memenuhi syarat jika nilai koefisien variasinya kurang dari 5%.
Berdasarkan hasil penelitian, nilai koefisien variasi (CV) dari ketiga formula yang diteliti menunjukkan angka yang kurang dari 2%. Secara rinci, formula I memiliki CV sebesar 0,8%, formula II sebesar 1,42%, dan formula III sebesar 0,92%. Temuan ini membuktikan bahwa ketiga formula tersebut memenuhi persyaratan, yakni nilai koefisien variasi (CV) yang seharusnya kurang dari 5%. Selain itu, nilai koefisien antar formula yang diperoleh tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, karena kecepatan aliran massa tablet dari setiap formula cenderung seragam. Keseragaman bobot tablet ini mengindikasikan bahwa distribusi ukuran partikel bahan-bahan yang digunakan dalam massa tablet adalah homogen. Jika granul dapat dengan mudah mengisi ruang die dan melakukannya dalam jumlah yang konsisten, maka bobot tablet yang dihasilkan juga akan lebih merata, sehingga nilai koefisien variasi (CV) pun menjadi sangat kecil.
C. Kekerasan
Uji kekerasan tablet dilakukan untuk mengukur ketahanan tablet terhadap tekanan dan guncangan mekanik, baik selama proses pembuatan maupun setelahnya. Kekerasan tablet dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk tekanan (kompresi) yang diterapkan selama proses pembuatan, sifat bahan yang digunakan, serta jumlah dan jenis bahan pengikat yang ditambahkan. Semakin besar tekanan yang diberikan saat pembuatan tablet, semakin tinggi pula kekerasannya. Selain itu, peningkatan jumlah bahan pengikat dapat meningkatkan kekerasan tablet, meskipun tekanan kompresi yang digunakan tetap sama.
Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata kekerasan tablet yang dihasilkan adalah sebagai berikut: formula I sebesar 5,19 kg/cm³, formula II 5,83 kg/cm³, dan formula III 6,77 kg/cm³. Semua formula tersebut memenuhi standar yang ditetapkan, yaitu memiliki kekerasan antara 4-8 kg/cm³. Kekerasan tablet ini berhubungan erat dengan waktu hancur dan kerapuhan; semakin tinggi kekerasan tablet, semakin rendah kerapuhannya, dan sebaliknya, kekerasan yang tinggi dapat memperpanjang waktu hancur obat.
D. Kerapuhan
Kerapuhan adalah parameter yang menggambarkan kekuatan permukaan tablet dalam menghadapi perlakuan yang dapat menyebabkan retak atau pecah. Persentase kerapuhan yang lebih besar menunjukkan bahwa semakin banyak massa tablet yang hilang. Kerapuhan yang tinggi dapat berdampak pada konsentrasi zat aktif yang tersisa dalam tablet. Selama proses pembuatan tablet, pengontrolan terhadap kekerasan dilakukan sehingga kerapuhan tablet tetap di bawah 1%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga formula memenuhi kriteria untuk tablet yang baik, dengan persentase kerapuhan sebagai berikut: formula I 0,51%, formula II 0,36%, dan formula III 0,27%. Tablet dianggap baik apabila kerapuhannya tidak melebihi 1%.
 E. Waktu Hancur
Waktu hancur adalah durasi yang diperlukan bagi tablet untuk hancur menjadi granul atau partikel penyusunnya. Pengukuran waktu hancur bertujuan untuk menggambarkan kecepatan hancurnya tablet dalam proses pencernaan. Semakin banyak air yang masuk ke dalam pori-pori tablet, semakin dekat jarak antar partikel, menyebabkan tablet hancur dalam waktu yang lebih singkat.
Berdasarkan data penelitian, ketiga formula menunjukkan waktu hancur kurang dari 15 menit, dengan rincian sebagai berikut: formula I 8,36 menit, formula II 2,44 menit, dan formula III 2,18 menit. Hasil ini sesuai dengan persyaratan yang tertera dalam Farmakope.
Menurut Indonesia edisi IV, tablet yang tidak bersalut yang berkualitas baik memiliki waktu hancur kurang dari 15 menit. Dari hasil penelitian, terlihat bahwa Formula III, yang menggunakan 20% amilum manihot sebagai bahan penghancur, menunjukkan waktu hancur tercepat. Sebaliknya, Formula I, yang memanfaatkan 10% amilum manihot, memiliki waktu hancur terlama. Dari data ini, kita dapat menyimpulkan bahwa semakin tinggi konsentrasi amilum manihot yang digunakan sebagai bahan penghancur, semakin cepat pula waktu hancur yang diperoleh.
4. KESIMPULAN
Variasi konsentrasi bahan penghancur amilum manihot memiliki dampak signifikan terhadap sifat fisik tablet. Seiring peningkatan konsentrasi amilum manihot yang digunakan, waktu hancur tablet semakin berkurang. Pada konsentrasi 15%, amilum manihot terbukti efektif sebagai bahan penghancur, menghasilkan tablet ekstrak kangkung air dengan daya hancur yang optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Â
Aris Perdana Kusuma, FORMULASI TABLET EKSTRAK KANGKUNG AIR (Ipomoea aquatica F.) DENGAN VARIASI KADAR AMILUM MANIHOT SEBAGAI BAHAN PENGHANCUR, p. 8, 2016.
Â
Anonim, British Pharmacopoeia, Volume IV, London, The Stationary Office on Behalf of Medicine and Healthcare Products Regulatory Agency (MHRA), England, , pp. A247, A304, A393 - A397, A405-406, 2007.
Â
Materia Medika, vol. Jilid VI, no. JAKARTA : Departemen Kesehatan Ri, pp. Hal. 319-325, 1995.
Â
Anonim, British Pharmacopoeia,Volume IV, London, The Stationary Office on Behalf of Medicine and Healthcare Products Regulatory Agency (MHRA), England, vol. IV, pp. A247, A304, A393 - A397, A405-406.
Â
Fassihi, Compressibility and Powder Flow Properties On Tablet Weight Variation, Drug Development and IndustrialPharmacy, 11-13, Marcell Dekker Inc, New York. , pp. 321-358, 1947-1966, 1986.
 Hariana, Tumbuhan Obat dan Khasiatnya, Seri 3, Penebar Swadaya, Jakarta, pp. 20-22, 2007.
Harpaz, Handbook of Pharmaceutical Exipients in Wade, Weller P.J., (Eds), Second Edition, The Pharmaceutical Press, London, pp. 425-427, 1994.
Â
Malalavidhane, Oral hypoglycemic activity of Ipomoea aquatic in streptozotocin-induced, diabetic wistar rats and type ii diabetes. Phytother. , pp. 17, 1098-1100, 2003.
Â
Mangal, Superdisintegrant: An Updated Review, International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Science Research, Mastuana Sahib, India, 2012.
Â
Marliana, Analisis Senyawa Metabolit Sekunder dari Batang Spatholobus ferrugineus (Zoll dan Moritzi) Benth yang Berfungsi Sebagai Anti Oksidan, Jurnal Penelitian MIPA, , vol. Vol 1 No 1, p. 25, 2007.
Â
Sastrohamidjojo, Kromatografi, Liberty, Yogyakarta, 2005.
Shekhar, Multi Food Functionalities of Kalmi Shak (Ipomoea aquatica) Grown in Bangladesh. Center for Advanced Research in Sciences, University of Dhaka, Dhaka1000, Bangladesh, 2011.
Â
Â
Â
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI