Mohon tunggu...
Adhin Busro
Adhin Busro Mohon Tunggu... -

Seorang blogger yang menyukai ilmu dan hikmah spiritual

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kisah Mengharukan, "Badai Pasti Berlalu"

31 Januari 2014   21:14 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:17 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sisa ATM diambil Zul, rencana untuk memeriksakan kandungan istrinya. Apa mau dikata, habis gajian langsung ludes. Ketika Zul hendak mengendarai motornya tiba-tiba datang seorang Ibu-ibu tua menggendong anaknya yang berumur kurang lebih 3 tahun. Wajah sang anak pucat pasi, sepertinya sedang sakit. Sambil menangis Ibu-ibu itu berkata kepada Zull

"Nak, tolonglah saya, sudah seminggu panas anak saya tidak juga reda. Saya ingin ke klinik tapi tidak punya uang" Kata Ibu-ibu
"Ibu Siapa?"
"Nak, tolong saya....., saya tinggal didekat sini nak, saya pemulung. Suami saya sudah meninggal, tolong saya kasih uang buat berobat nak" Kata Ibu Pemulung sambil menangis haru

Hati Zull trenyuh, namun uangnya hanya tinggal segitu-gitunya. Bimbanglah hati Zull. Kemudian Zul teringat Emaknya yang sakit, serta istrinya yang sedang mengandung anaknya juga. Zull tambah bingung.
Zull teringat waktu dulu emak menggendong Zul waktu sakit panas sampai setep (Kejang), akhirnya setelah di tolong Pak Mantri (Tenaga kesehatan di desa namanya pak mantri) setep Zul sembuh. Makanya setelah ingat kejadian itu dengan hati yang mantap diserahkannya uang 300.000 sisa gajiannya.

"Terimakasih Nak, pasti Allah akan membalas kebaikan anda dengan berlipat ganda"
"Amin, cepetan bawa bocahnya ke klinik bu?" Jawab Zul

Huff, Jadilah Zul bersedekah seluruh gajinya kepada orang tuanya dan Fakir miskin  yakni ibu pemulung  Padahal saat itu Zul benar-benar sedang butuh uang untuk bayar kontrakan, memeriksakan kandungan istrinya dan untuk kebutuhan hidupnya.

Bagaimana mungkin? Istri Zul sedang hamil besar, seharusnya Zul pintar menabung untuk biaya persalinan istrinya. Lagian itu adalah calon anak pertama Zul. Huh, kadang dunia nampak tidak adil. Bagaimana yang kaya semakin kaya raya, namun hatinya sempit. Kaya namun kikirnya setengah mati. Giliran ada yang hatinya luas seluas samudra, kondisi perekonomiannya kurang.

"Jangankan menabung, untuk makan aja pas-pasan" Kata Zul
"Mama ikhlas kok pah, Insya Allah berkah"
"Iya mah, lagian kapan lagi nyenengin orang tua dan fakir miskin, untuk makan ntar papa jual HP papa saja"
"Itu khan HP satu-satunya papa?"
"Gak papa Ma?, Kita pasrah saja sama Allah, Allah khan Maha Kaya, Maha Besar" Kata Zul kepada istrinya.

Manusiawi, sebenarnya hati Zul gundah gulana. Kata-kata Zul barusan hanya untuk menghibur istrinya. Zul sangat beryukur istrinya selama ini tabah menghadapi cobaan yang bertubi-tubi. Sebenarnya Hatinya Zul remuk redam. Gajinya yang kecil dia relakan untuk orang lain yang membutuhkan. Semuanya malah. Dan itu semua dilakukan Zul karena memang ada yang jauh lebih membutuhkan uangnya.
Kegalauan hati Zull dia sembunyikan dari istrinya. Zul sedih mengingat masa hamil muda istrinya diusir dari kontrakan lama. Sekarang lebih sedih lagi melihat istrinya yang sedang hamil besar. Zul serba salah. Zul tak tahu harus melakukan apa. Zul buntu. Zul memendam kebuntuan hatinya selama ini dan tidak pernah menceritakan beban hidupnya kepada siapapun. Takut malah merepotkan. Takut malah nanti di hina.

Tapi Zul ingin curhat. Zul ingin membagi deritanya, supaya sedikit berkurang. Tapi kepada siapa?? Selama ini tidak ada yang peduli. Sampai akhirnya Zul ingat tempat curhat yang paling baik....

Pukul 2 lebih seperempat Zul terbangun. Malam menjelang pagi yang cukup dingin di kampung Pamahan Bogor. Malam yang senyap, bahkan jangkrikpun enggan bernyanyi di malam itu. Zul berwudhu kemudian shalat 2 rakaat. Waktu itu Zul merasakan benar-benar khusuk dalam shalatnya. Zul merasakan kehadiran Tuhan sehingga menumpahkan segala beban hidupnya kepada_Nya dalam shalat dan sujudnya. Zul terbayang keadaan ekonominya yang masih saja carut marut. Zul hanya mau curhat dan menumpahkan segalanya kepada Tuhan, karena hanya Tuhan yang mau mendengar curahan hati Zul, disaat manusia memicingkan matanya kepadanya.

Tak terasa mata Zul berkaca-kaca, tubuhnya bergetar. Zul mulai sesenggukan. Tak kuasa Zul menahan kesedihannya di hadapan Tuhan. Zul mau menumpahkan segala beban hidupnya. Semuanya...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun