Mohon tunggu...
Adhieyasa Adhieyasa
Adhieyasa Adhieyasa Mohon Tunggu... wiraswasta -

Berkebun sawit dan karet utk menyambung hidup ,asli jawa skrg tinggal di sumatra ,suka melamun di kebun dan mencari sinyal internet

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

7 hal yang Membuatku Merinding ketika Mudik

8 Juli 2015   21:18 Diperbarui: 8 Juli 2015   21:40 954
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ada 7 hal yg membuatku merinding dan hampir menangis

Serta menitikkan air mata dan menangis berderai ketika melakukan ritual mudik

Yang pertama

Ketika hari hari menjelang mudik dan duit di kantong lagi tipis

Mikir ongkos dan oleh oleh serta uang yg harus di bagi di kampung

Menyebabakan keringat dingin mengucur deras

Karena harus menghitung uang dengan detail.

Yang kedua

Jika waktu pulang mudik pas malam takbiran di karenakan tiketnya lebih murah

Sepanjang jalan rute bus 

Menatap kaca berkabut dan menangis tanpa tau sebabnya ketika mendengar

Alunan takbir

Seperti merindukan sesuatu yg tak nampak dan magis

Yang ketiga

Ketika menatap wajah istri yg lelah mendampingi mudik

Dan anak anak yg meringkuh lemah

Terimakasih telah mendampingi ku,ternyata ada juga yg mau dengan ku

Seorang genius,idealis,dan melankolis ,kadang ekplosif dengan daya ledak sedang ,Hingga membuat mu sering bingung

Entahlah aku kadang merasa dikirim dari masa depan

Dan akupun menangis sesenggukan menatap wajah polosmu

Yang ke empat

Ketika sholat ied bareng bareng sambil bawa koran sendiri

Kadang aku berpikir dan menangis melihat pemulung yg tetap bekerja mengumpulkan koran setelah selesai sholat ied

Apakah mereka sempat ikut sholat ied

Apakah anak anak mereka menunggu bapak nya pulang

Hari kemenangan apa artinya bagi mereka

Bukankah tidak bulan ramadhan pun mereka tetap berpuasa karena tak ada yg dimakan,lalu apa arti lebaran bagi mereka.

Yang kelima

Ketika ziarah ke makam ayah

Bahkan aku tidak begitu mengenal ayahku

Yang kuingat hanya seorang pendiam yg menatap ku teguh ketika aku di paksa

Merantau,dan sekarang aku mengerti apa arti menjadi seorang ayah.

Dan walaupun tidak pernah terucapkan aku mengucap dalam hati

Aku bangga kepada ayah

Walaupun aku pergi selamanya dalam keadaan kecewa karena timor timor lepas

Dulu aku begitu membencimu karena idelisme mu melawan soeharto

Membuat  kehidupan ibu dan 5 anakmu susah bukan kepalang

Tapi sekarang aku menyerah takluk dalam kharisma pusaramu

Aku bangga menjadi darah daging mu walau kau nyaris tidak meninggalkan warisan apapun juga

Yang ke enam 

Ketika melihat wajah teduh ibu dan melihat dengan bangga anak anaknya telah tumbuh besar dan menikmati 15 anak cucunya

Aku hanya bisa sungkem membisu

Bahkan untuk meminta maaf pun lidah ku kelu

Begitu hafal aku dengan perjuanganmu

Yang ketujuh

Ketika harus pulang lagi ketempat perantauan

Berpisah lagi dengan ibu tercinta

Saudara saudara yg dulu rajin bertengkar sekarang begitu hangat dan memberi semangat,aku hanya bisa menangis melihat ibu yg menatapku dengan berkaca kaca.sungguh aku tak tau bagaimana membalas semua kebaikan mu.

Allahu akbar allahu akbar allahu akbar

Lailahaillalah hu allah hu akbar allahu akbar walilah ilham

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun