Ada 7 hal yg membuatku merinding dan hampir menangis
Serta menitikkan air mata dan menangis berderai ketika melakukan ritual mudik
Yang pertama
Ketika hari hari menjelang mudik dan duit di kantong lagi tipis
Mikir ongkos dan oleh oleh serta uang yg harus di bagi di kampung
Menyebabakan keringat dingin mengucur deras
Karena harus menghitung uang dengan detail.
Yang kedua
Jika waktu pulang mudik pas malam takbiran di karenakan tiketnya lebih murah
Sepanjang jalan rute busÂ
Menatap kaca berkabut dan menangis tanpa tau sebabnya ketika mendengar
Alunan takbir
Seperti merindukan sesuatu yg tak nampak dan magis
Yang ketiga
Ketika menatap wajah istri yg lelah mendampingi mudik
Dan anak anak yg meringkuh lemah
Terimakasih telah mendampingi ku,ternyata ada juga yg mau dengan ku
Seorang genius,idealis,dan melankolis ,kadang ekplosif dengan daya ledak sedang ,Hingga membuat mu sering bingung
Entahlah aku kadang merasa dikirim dari masa depan
Dan akupun menangis sesenggukan menatap wajah polosmu
Yang ke empat
Ketika sholat ied bareng bareng sambil bawa koran sendiri
Kadang aku berpikir dan menangis melihat pemulung yg tetap bekerja mengumpulkan koran setelah selesai sholat ied
Apakah mereka sempat ikut sholat ied
Apakah anak anak mereka menunggu bapak nya pulang
Hari kemenangan apa artinya bagi mereka
Bukankah tidak bulan ramadhan pun mereka tetap berpuasa karena tak ada yg dimakan,lalu apa arti lebaran bagi mereka.
Yang kelima
Ketika ziarah ke makam ayah
Bahkan aku tidak begitu mengenal ayahku
Yang kuingat hanya seorang pendiam yg menatap ku teguh ketika aku di paksa
Merantau,dan sekarang aku mengerti apa arti menjadi seorang ayah.
Dan walaupun tidak pernah terucapkan aku mengucap dalam hati
Aku bangga kepada ayah
Walaupun aku pergi selamanya dalam keadaan kecewa karena timor timor lepas
Dulu aku begitu membencimu karena idelisme mu melawan soeharto
Membuat  kehidupan ibu dan 5 anakmu susah bukan kepalang
Tapi sekarang aku menyerah takluk dalam kharisma pusaramu
Aku bangga menjadi darah daging mu walau kau nyaris tidak meninggalkan warisan apapun juga
Yang ke enamÂ
Ketika melihat wajah teduh ibu dan melihat dengan bangga anak anaknya telah tumbuh besar dan menikmati 15 anak cucunya
Aku hanya bisa sungkem membisu
Bahkan untuk meminta maaf pun lidah ku kelu
Begitu hafal aku dengan perjuanganmu
Yang ketujuh
Ketika harus pulang lagi ketempat perantauan
Berpisah lagi dengan ibu tercinta
Saudara saudara yg dulu rajin bertengkar sekarang begitu hangat dan memberi semangat,aku hanya bisa menangis melihat ibu yg menatapku dengan berkaca kaca.sungguh aku tak tau bagaimana membalas semua kebaikan mu.
Allahu akbar allahu akbar allahu akbar
Lailahaillalah hu allah hu akbar allahu akbar walilah ilham
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H